Kamis, 06 November 2008

PIDATO KEMENANGAN OBAMA (3)


Mendengar Suara Hati Nenek Ann Nixon Cooper
Kamis, 06 November 2008, 16:44:12 WIB

Laporan: Tri Soekarno Agung

Yes, We Can!
Jakarta, myRMnews. Berikut adalah petikan pidato bagian terakhir dari Barack Obama saat menyampaikan Victory Speech sebagai presiden Amerika Serikat di Grant Park, Chicago, Illinois, Selasa malam (4/11) atau Rabu pagi waktu Jakarta (5/11) seperti dirilis lengkap di CNN.com.

Dan bagi semua orang yang menyaksikan pidato malam ini jauh dari wilayah kami, dari parlemen dan istana, juga bagi mereka di sudut bumi yang hampir terlupakan dan mendengar pidato ini dari radio, kisah kami tetap tunggal, tapi nasib kita ditanggung bersama dan fajar baru kepemimpinan Amerika sudah ada di tangan kita.

Bagi mereka yang ingin menghancurkan dunia: Kami akan mengalahkan kalian! Bagi mereka yang mencintai perdamaian dan keamanan: Kami akan mendukung kalian! Bagi mereka yang membayangkan bahwa mercusuar Amerika masih menyala dengan terang: Malam ini kami kembali membuktikan bahwa kekuatan sejati negara ini datang bukan dari militer atau kekayaan, tapi dari kekuatan idelisme kita yang terus hidup. Yakni, demokrasi, liberti, kesempatan, dan harapan tanpa akhir.

Fakta cemerlang tentang Amerika adalah bahwa Amerika bisa berubah. Persatuan kita bisa disempurnakan. Apa yang sudah kita capai hingga sekarang memberikan semangat kepada kita bahwa kita bisa mencapai masa depan.

Pilpres kali ini memiliki sangat banyak kisah dan kejadian perdana yang bakal terus dikenang dari generasi ke generasi. Tapi, satu yang terlintas di benak saya adalah seorang perempuan yang mencoblos di Atlanta. Dia sebenarnya sama dengan jutaan pemilih lain yang berdiri di baris antrean dan ingin suaranya didengar lewat pilpres. Tapi, satu yang membedakannya dengan yang lain. Yakni, bahwa Ann Nixon Cooper sudah berumur 106 tahun.

Dia dilahirkan satu generasi setelah perbudakan berakhir: saat tidak ada mobil atau pesawat; saat seseorang seperti dia tidak bisa memberikan suaranya karena dua alasan. Karena dia perempuan dan karena warna kulitnya.

Dan malam ini, saya berpikir bahwa dia sudah melewati banyak hal selama seabad di Amerika - sakit hati dan harapan; perjuangan dan progresnya; masa-masa di mana kita diklaim tidak bisa, dan orang-orang yang dipaksa meyakini iman Amerika: Ya kita bisa!

Pada suatu masa, saat suara perempuan tidak dianggap dan harapan-harapan mereka dihapuskan, dia hidup untuk mereka, berdiri dan menyuarakan aspirasi mereka, dan berusaha mendapatkan hak pilih. Ya, kita bisa!

Ketika ada keputusasaan dan depresi di negeri ini, dia melihat sebuah bangsa yang mampu mengalahkan ketakutannya sendiri lewat kesepakatan baru, lapangan pekerjaan baru, tujuan baru. Ya, kita bisa!

Saat bom jatuh di pelabuhan kita dan tirani mengancam dunia, dia berada di sana menyaksikan sebuah generasi tumbuh menjadi besar dan menyelamatkan demokrasi. Ya, kita bisa!

Dia berada di sana demi bus-bus Montgomery, selang air di Birmingham, jembatan di Selma, dan pengkhotbah dari Atlanta yang selalu mengatakan kepada orang lain bahwa "Kita akan melewatinya." Ya, kita bisa!

Manusia berhasil mendarat di bulan, tembok Berlin berhasil dirobohkan, dunia disatukan oleh ilmu pengetahuan dan imajinasi kita sendiri.

Dan tahun ini, dalam pilpres kali ini, dia menyentuhkan jarinya di layar dan menentukan pilihan. Sebab, setelah 106 tahun di Amerika, melewati masa-masa sulit dan gelap, dia tahu benar bahwa Amerika bisa berubah. Ya, kita bisa!

Amerika, kita sudah menempuh perjalanan sejauh ini. Kita sudah banyak melihat. Tapi, masih lebih banyak tugas yang harus kita lakukan. Jadi, malam ini, marilah kita bertanya kepada diri sendiri apakah anak-anak kita masih bisa tetap hidup hingga abad yang akan datang. Jika saja anak-anak perempuan saya bisa seberuntung Ann Nixon Cooper dan berumur panjang, perubahan apa yang akan mereka lihat? Progres seperti apa yang kita buat?

Ini adalah kesempatan kita untuk menjawab panggilan itu. Inilah saatnya.

Masanya sudah tiba, untuk membuat rakyat kita kembali bekerja dan membuka kesempatan bagi anak-anak kita. Untuk mengembalikan kemakmuran dan menjunjung perdamaian. Untuk meraih kembali mimpi Amerika dan menegaskan bahwa kebenaran yang sejati, di antara banyak yang lain, adalah kita semua satu. Sambil kita bernapas, kita pun berharap.

Dan, saat kita dihadapkan pada kesinisan dan keraguan dan orang-orang yang mengatakan bahwa kita tidak bisa, kita akan menjawab semua itu dengan iman dan keyakinan yang didapat dari semangat semua orang: Ya, kita bisa!

Terima kasih. Tuhan memberkati Anda sekalian. Dan, semoga Tuhan juga memberkati United States of America! [iga]

IDATO KEMENANGAN OBAMA (2)


Mengutip Lincoln, "Kita Bukan Musuh, tapi Teman"
Kamis, 06 November 2008, 14:36:41 WIB

Laporan: Tri Soekarno Agung


Jakarta, myRMnews. Berikut adalah lanjutan dari pidato pertama Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat terpilih yang disampaikan di depan 200-an ribu orang di Grant Park, Chicago, Illinois, Selasa malam (4/11) atau Rabu pagi waktu Jakarta (5/11) seperti dirilis lengkap di CNN.com.

Saya bukanlah kandidat yang paling disukai di sini. Kita tidak memulainya dengan banyak uang atau banyak dukungan. Kampanye kita pun tidak berangkat dari Washington. Melainkan dari halaman belakang Des Moines dan ruang tamu Concord serta serambi depan Charleston. Dibangun oleh pekerja pria dan wanita yang merelakan sebagian tabungan kecil mereka untuk mendonasikan USD 5 (sekitar Rp 54 ribu) dan USD 10 (sekitar Rp 108 ribu) demi kampanye.

Menjadi kuat berkat generasi muda yang mampu menolak mitos, apatis masa kini, serta berani meninggalkan rumah dan keluarga mereka demi melakukan pekerjaan dengan bayaran kecil dan membuat mereka kurang tidur.

Juga dari kalangan yang tidak terlalu muda, yang memberanikan diri menembus dingin dan panasnya udara demi mengetuk satu per satu pintu orang asing, dan dari jutaan warga Amerika yang menjadi sukarelawan serta mengatur diri sendiri dan membuktikan bahwa dalam dua abad mendatang, pemerintahan yang benar-benar berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat masih akan tetap ada.

Ini adalah kemenangan kalian!

Dan, saya tahu bahwa kalian melakukan semua ini bukan semata-mata untuk memenangkan pilpres. Dan, saya juga tahu, kalian tidak melakukannya untuk saya.

Kalian semua melakukan ini semua karena benar-benar memahami betapa banyaknya tugas yang menanti di depan sana. Bahkan, saat kita merayakan (kemenangan) malam ini, kita semua tahu bahwa tantangan yang akan kita hadapi di masa mendatang adalah yang paling berat -dua perang, planet (bumi) yang berada dalam bahaya, krisis keuangan terburuk sepanjang abad.

Saat kita berdiri di sini malam ini, kita juga tahu bahwa sebagian warga Amerika yang pemberani sedang berjaga di padang gurun Iraq dan pegunungan Afghanistan, mempertaruhkan nyawa mereka untuk kita.

Juga ada ibu-ibu dan bapak-bapak yang selalu terjaga saat anak-anak mereka tertidur, dan pusing memikirkan cara membayar utang mereka atau membayar biaya berobat atau menyisihkan uang demi biaya pendidikan anak-anak mereka.

Ada semangat baru yang harus dimanfaatkan, lapangan pekerjaan baru yang harus diciptakan, sekolah-sekolah baru yang harus dibangun, ancaman yang harus dihadapi, dan perserikatan yang harus diperbaiki.

Jalan yang terbentang di depan kita masih panjang. Yang kita panjat akan curam. Kita tidak akan bisa mencapainya dalam waktu satu tahun atau satu periode sekalipun. Tapi, Amerika, saya belum pernah seyakin malam ini bahwa kita akan mencapainya.

Saya berjanji kepada Anda sekalian, kita semua sebagai rakyat akan mampu mencapainya.

Akan terjadi pengulangan kembali dan awal yang salah. Akan ada banyak orang yang tidak setuju dengan keputusan atau kebijakan yang saya tentukan sebagai presiden. Dan, kita semua tahu bahwa pemerintah tidak bisa selalu menyelesaikan masalah.

Tapi, saya akan selalu jujur kepada Anda semua tentang tantangan apa pun yang kita hadapi. Saya akan mendengarkan Anda semua, terutama saat kita berbeda pendapat. Dan, di atas semuanya itu, saya akan mengajak Anda semua bekerja sama membenahi bangsa ini. Sistem yang baru sekali diterapkan di Amerika selama 221 tahun -blok demi blok, bata demi bata.

Apa yang sudah dimulai 21 bulan lalu di musim dingin yang mencekam tidak bisa berakhir begitu saja di suatu malam musim gugur ini.

Kemenangan ini bukanlah perubahan yang kita cari. Ini hanyalah kesempatan bagi kita untuk mewujudkan perubahan itu. Dan itu tidak akan pernah terjadi jika kita kembali mencontoh masa lalu.

Semua ini tidak akan terjadi tanpa kalian, tanpa semangat pengabdian baru, semangat pengorbanan baru.

Jadi, marilah kita menghimpun semangat patriotisme baru, tanggung jawab baru, di mana masing-masing dari kita seharusnya memutuskan untuk tampil bersama dan bekerja lebih keras dan tidak hanya memedulikan diri sendiri, tapi juga orang lain.

Yang harus diingat-ingat adalah bahwa krisis finansial ini mengajarkan kita untuk tidak perlu memanjakan Wall Street, sementara Main Street menderita.

Di negara ini, kita jatuh dan bangun bersama sebagai satu negara, sebagai suatu masyarakat. Marilah kita menolak godaan untuk kembali jatuh pada paham partisan dan kepicikan dan kekanak-kanakan yang sudah meracuni politik kita sekian lama.

Marilah kita mengingat bahwa manusia dari negara inilah yang kali pertama membawa banner Partai Republik ke Gedung Putih, partai yang dibangun di atas nilai-nilai kepercayaan diri dan kebebasan individu dan persatuan nasional.

Itu adalah nilai-nilai yang bisa kita bagikan. Sementara Partai Demokrat merasakan kemenangan besar malam ini, itu semua dicapai dengan kerendahan hati dan tujuan untuk membalut perpecahan yang menghambat kita untuk maju.

Seperti yang dikatakan Lincoln kepada sebuah negara yang jauh lebih terpecah belah dari kita, kita bukanlah musuh, tapi teman. Meskipun hati bisa terluka, tapi jangan sampai mematahkan semangat kita dan persaudaraan kita.

Dan bagi seluruh rakyat Amerika yang dukungannya belum saya dapatkan, atau yang mungkin suaranya tidak mengantarkan saya pada kemenangan malam ini, saya tetap mendengarkan seruan Anda. Saya membutuhkan bantuan Anda. Bagaimanapun, saya tetap akan menjadi presiden Anda. (bersambung) [iga]

PIDATO KEMENANGAN OBAMA (1)


"David Plouffe, Pahlawan Kampanye Saya"

Kamis, 06 November 2008, 13:27:15 WIB

Laporan: Tri Soekarno Agung

Fenomenal
Jakarta, myRMnews. Inilah pidato pertama Barack Obama sebagai presiden AS terpilih yang dia sampaikan di Grant Park, Chicago, Illinois, Selasa malam (4/11) atau Rabu pagi waktu Jakarta (5/11) seperti dirilis lengkap di CNN.com.

Hallo, Chicago!

Jika ada seseorang di luar sana yang masih ragu bahwa Amerika adalah sebuah tempat di mana segala sesuatu bisa terjadi, yang masih bertanya-tanya apakah mimpi para pendiri bangsa ini masih bisa menjadi nyata di masa sekarang, yang masih mempertanyakan kekuatan demokrasi, malam ini pertanyaan Anda terjawab.

Jawabannya ada pada antrean panjang di sekolah-sekolah dan gereja-gereja yang jumlahnya tidak terhitung, pada orang-orang yang rela menunggu tiga sampai empat jam, dan sebagian besar dari mereka merupakan pengalaman pertama, karena mereka yakin kali ini harus beda dan bahwa suara mereka bisa mendatangkan perbedaan.

Ini adalah jawaban yang dibicarakan orang tua dan muda, kaya dan miskin, Demokrat dan Republik, hitam, putih, Hispanik, Asia, asli Amerika, gay, normal, cacat, dan tidak cacat. Amerika yang mengirimkan pesan kepada dunia bahwa kita bukan hanya kumpulan individu semata atau kumpulan negara bagian merah dan biru.

Kita adalah, dan akan selalu menjadi, The United States of America!

Ini adalah jawaban yang membuat mereka yang sudah sekian lama oleh banyak orang dikatakan sinis serta penakut dan penuh keragu-raguan dalam mencapai sesuatu bisa menumpangkan tangannya pada sejarah dan membelokkannya ke arah harapan yang lebih cerah, sekali lagi.

Sudah sekian lama, tapi (perjalanan baru dimulai) malam ini, karena apa yang kita lakukan hari ini, pada pemilihan kali ini dan pada saat yang menentukan ini, telah mendatangkan perubahan bagi Amerika.

Beberapa waktu lalu, saya menerima telepon ucapan selamat yang luar biasa dari Senator (John) McCain.

Senator McCain sudah melewati perjuangan yang panjang dan sulit selama kampanye. Dan, dia bahkan sudah berjuang lebih lama dan lebih sulit demi bangsa yang dia cintai. Dia sudah lama berkorban bagi Amerika, lebih dari yang kita bayangkan selama ini. Kita menjadi lebih baik berkat pengabdian pemimpin yang pemberani dan tidak egois itu.

Saya mengucapkan selamat kepadanya (McCain); juga kepada Gubernur (Sarah) Palin atas seluruh pencapaian mereka. Dan, saya berharap bisa bekerja sama dengan mereka dalam beberapa bulan ke depan untuk bersama-sama memperbarui janji bangsa ini.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada partner yang selalu mendampingi saya dalam perjalanan ini, seorang pria yang berkampanye dari dalam hatinya, dan berbicara atas nama kaum pria serta wanita yang tumbuh besar bersamanya di Jalanan Scranton dan berkendara bersamanya di kereta jurusan Delaware, wakil presiden terpilih AS, Joe Biden.

Dan saya tidak akan berdiri di sini malam ini tanpa dukungan terus-menerus dari sahabat saya selama 16 tahun terakhir, batu karang keluarga kami, cinta dalam hidup saya, first lady bangsa ini berikutnya, Michelle Obama. Sasha dan Malia, saya mencintai kalian lebih dari yang bisa kalian bayangkan. Dan, kalian sudah mendapatkan anak anjing baru yang akan menemani kita di Gedung Putih yang baru.

Dan, meskipun dia sudah tidak lagi bersama kita, saya yakin nenek saya melihat, bersama dengan keluarga yang telah menjadikan saya manusia seperti sekarang. Saya merindukan mereka semua malam ini. Saya tahu bahwa utang saya kepada mereka tidak terhitung lagi.

Saudari saya Maya, Alma, seluruh saudara laki-laki dan saudara perempuan saya, terima kasih banyak atas dukungan yang telah kalian berikan kepada saya. Saya sangat berterima kasih kepada mereka.

Dan kepada manajer kampanye saya, David Plouffe, pahlawan di balik layar yang menciptakan kampanye politik paling hebat, saya rasa, di sepanjang sejarah AS. Kepada chief strategist saya, David Axelrod, yang menjadi mitra di setiap langkah saya.

Kepada tim kampanye terhebat yang pernah ada di sepanjang sejarah politik. Kalian telah menjadikan semuanya nyata dan saya akan selalu berutang budi kepada kalian atas pengorbanan yang telah kalian berikan.



Tapi, di atas semua itu, saya tidak akan pernah lupa untuk menyampaikan, untuk siapa kemenangan ini sejatinya. Kemenangan ini untuk kalian semua. Ini untuk kalian!(bersambung)
[iga]

Obama Mengukir Sejarah


Jumlah pencoblos terbanyak dalam seabad terakhir.

WASHINGTON - Barack Obama mengukir sejarah baru dalam pemilihan umum Amerika Serikat kemarin. Senator Illinois itu tercatat sebagai presiden berkulit hitam pertama di negeri yang punya sejarah kelam dalam hal rasialisme.

"Jika ada orang di luar sana yang masih ragu bahwa Amerika Serikat adalah tempat di mana perubahan sangat mungkin terjadi, masih membayangkan mimpi para pendiri negara ini yang tetap hidup di masa sekarang, masih mempertanyakan kekuatan demokrasi kita, malam ini adalah jawabannya!" kata Obama di tengah pawai kemenangan yang dihadiri lebih dari 100 ribu pendukungnya di Grant Park, Chicago.

John McCain, pesaing yang dikalahkan Obama, mengakui pentingnya pemilihan tahun ini. "Ini adalah pemilihan umum bersejarah dan saya mengakui kepentingan khusus yang dicapai bagi warga Afro-Amerika dan kebanggaan khusus yang pasti mereka miliki malam ini," kata McCain di Arizona.

Obama, politikus berusia 47 tahun yang pernah bermukim di Jakarta, terpilih sebagai presiden dengan angka kemenangan mutlak. Menurut hasil penghitungan sementara CNN, Obama memperoleh 338 dari total 538 suara delegasi Dewan Pemilih (electoral college vote), semacam jatah kursi di setiap negara bagian. Dia mengalahkan John McCain, kandidat Partai Republik berusia 72 tahun, yang mengumpulkan 163 suara.

Rakyat Amerika tidak memilih langsung presidennya, tapi biasanya para delegasi yang mewakili mereka akan memilih sesuai dengan suara rakyat. Para delegasi ini akan berkumpul dalam Dewan Pemilih pada 15 Desember untuk secara resmi memberikan suara kepada kandidat presiden. Adapun pelantikan presiden baru dilangsungkan pada 20 Januari 2009.

Meski jumlah suara bisa berubah, misalkan bila ada delegasi yang bertindak menyimpang atau disebut delegasi "durhaka", kemenangan Obama sulit dibatalkan karena selisih suara yang sangat besar. Sebagai perbandingan, George W. Bush dua kali jadi presiden dengan dukungan suara delegasi tak pernah lebih dari 286 suara.

Pemilihan umum kali ini juga memecahkan rekor jumlah pencoblos terbanyak sejak 1908. Menurut situs pemantau pemilihan umum independen RealClearPolitics, dua pertiga pemilih atau lebih dari 230 juta orang telah datang ke bilik suara. Bandingkan dengan ketika George W. Bush terpilih kembali sebagai presiden pada 2004 dengan jumlah pencoblos 55,3 persen.

Kemenangan Obama juga menandai munculnya generasi baru kepemimpinan Amerika, setelah 16 tahun para presiden negeri itu datang dari masa Perang Vietnam. Obama masih kecil ketika pasukan Amerika pulang dari medan pertempuran di Asia tersebut.

Terpilihnya Obama juga menjadi simbol penolakan rakyat Amerika terhadap kepemimpinan Presiden Bush dari Partai Republik, yang dinilai gagal menangani badai Katrina empat tahun lalu dan makin terpuruk dalam perang di Irak dan krisis keuangan baru-baru ini. AP | AFP | BBC | IWANK

Senjata Obama, Merebut Wilayah Kunci


Dalam Pemilihan Umum Presiden 2008, yang digelar Selasa lalu itu, Obama meraih 338 suara delegasi (electoral vote), sedangkan rivalnya dari Partai Republik, McCain, mendapatkan 163 suara delegasi.

CHICAGO -- Kunci kemenangan Barack Obama atas rivalnya, John McCain, adalah menaklukkan wilayah-wilayah kunci. Ini merupakan negara-negara bagian yang menjadi ajang perebutan kedua kubu, atau dikenal sebagai battleground. Wilayah ini paling diperebutkan karena memiliki jumlah suara delegasi yang tinggi, seperti California dan New York.

Dengan taktik inilah Obama meraih suara bahkan melampaui perkiraan partainya, Partai Demokrat. Dalam Pemilihan Umum Presiden 2008, yang digelar Selasa lalu itu, Obama meraih 338 suara delegasi (electoral vote), sedangkan rivalnya dari Partai Republik, McCain, mendapatkan 163 suara delegasi.

Obama mampu mempertahankan semua negara bagian yang berhasil digenggam Partai Demokrat pada Pemilu 2004. Selain itu, dari tujuh battleground, Obama menang di empat negara bagian (Florida, Indiana, North Carolina, dan Ohio). Sedangkan sisanya dimenangi oleh McCain (Missouri, Montana, North Dakota).

Misalnya, California (55 suara delegasi), New York (31), dan Illinois (21), yang memang menjadi basis Demokrat sejak calon presiden Al Gore bertarung pada Pemilu 2000 dan John Kerry pada 2004.

Juga keberhasilan mendapatkan suara Pennsylvania, yang menyediakan 21 suara delegasi. Padahal kubu Republik berencana menjadikan Pennsylvania wilayah yang paling diperjuangkan sampai detik terakhir.

Langkah mundur terbesar bagi kubu McCain adalah ketika Negara Bagian Ohio dan Florida juga menjadi milik Obama. Berdasarkan polling terakhir, Ohio, yang menyediakan 20 suara delegasi, dan Florida dengan 27 suara delegasi, merupakan wilayah dengan kekuatan berimbang (toss up) di antara kedua partai.

Pada dua pemilu presiden sebelumnya, baik Ohio maupun Florida merupakan wilayah kekuasaan Republik yang berhasil diraih George Walker Bush.

Selain itu, Republik dipermalukan dengan hilangnya kantong pendukungnya, Virginia. Padahal, pada 2004 dan 2000, Bush juga berhasil meraup suara Virginia.

Virginia, yang menyumbang 13 suara delegasi itu, selalu menjadi milik Republik. Karisma Obama kini membuat negara bagian itu untuk pertama kalinya memilih Demokrat sejak pemilu Presiden Lyndon Johnson pada 1964.

Sampai menjelang tengah malam, penghitungan suara masih berlangsung di dua negara bagian: Montana dan North Carolina. Tapi Demokrat sudah dipastikan menang di 28 negara bagian, termasuk di Washington, DC, Iowa, dan New Mexico.

Sementara itu, McCain kemungkinan besar menang di 20 negara bagian, termasuk Tennessee, Kentucky, Georgia, dan South Carolina. AFP | REALCLEARPOLITICS | BBC | GUARDIAN | DODY HIDAYAT

TRANSISI GEDUNG PUTIH


Rabu, 5 November 2008 | 01:20 WIB

Saat sorak-sorai kemenangan masih membahana, presiden baru Amerika Serikat sudah dinanti tugas berat, yaitu membentuk pemerintahan transisi. Dia harus mengubah mesin kampanye politiknya menjadi mesin pemerintahan. Waktu yang dimilikinya hanya 77 hari sejak terpilih hingga dilantik.

Berbulan-bulan sebelum hari penentuan, 4 November kemarin, kandidat presiden AS, Barack Obama dari Partai Demokrat dan John McCain dari Partai Republik, diam-diam telah mempersiapkan pemerintahan transisi itu. Setidaknya sekitar 7.000 orang harus ditunjuk untuk mendukung roda pemerintahan sang presiden.

Transisi kekuasaan ini sangat penting dan diharapkan berjalan damai. Sejak transisi kekuasaan pertama tahun 1797 dari Presiden George Washington kepada John Adam, transisi diatur sedemikian rupa sehingga berjalan damai, terutama sejak Perang Dunia II.

Dalam siklus pemerintahan tahun 2009 dari Presiden George W Bush kepada penggantinya, tampaknya transisi kekuasaan akan sedikit lebih hiruk-pikuk dari biasanya. Hal itu disebabkan krisis finansial yang tengah melanda AS dan lebih dari 150.000 tentara sedang berperang di luar negeri.

”Anda harus melihat kembali tahun 1933 untuk menemukan transisi kekuasaan yang begitu menantang seperti kali ini,” kata Darell West, Direktur Studi Pemerintahan di Brookings Institution, seperti dikutip kantor berita AFP. Waktu itu, transisi kekuasaan kepada Franklin D Roosevelt terjadi semasa krisis perbankan.

”(Saat ini) perekonomian buruk, kita menjalani dua perang, dan praktis tidak ada uang bagi presiden baru untuk menangani persoalan besar,” ujar West.

Bergerak cepat

Tidak seperti negara-negara lain yang memiliki pegawai pemerintahan tetap, posisi di pemerintahan AS harus melalui penunjukan. Artinya, seluruh jajaran staf akan pergi bersamaan dengan datangnya presiden baru di Gedung Putih.

Konon, para pegawai baru yang muncul untuk bekerja di Gedung Putih setelah pelantikan presiden kebingungan karena menemukan komputer yang sudah tidak ada hard disc-nya. Tidak ada file di komputer. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan. Bahkan, Presiden Harry Truman tidak mengetahui adanya program senjata nuklir AS saat mulai berkuasa tahun 1945.

Siapa pun pemenang pemilu tahun 2008, dia harus bergerak cepat untuk menentukan elemen kunci dalam tim pemerintahannya. ”Segera setelah pemilu usai, Anda akan melihat tim pengambil keputusan sudah siap, terutama jika Barack Obama (menang),” kata Martha Kumar, dosen ilmu politik di Towson University.

Tim pengambil keputusan itu, menurut Kumar, meliputi kepala staf Gedung Putih, direktur pribadi, penasihat hukum presiden, tim pers, penasihat keamanan nasional, pejabat Dewan Ekonomi Nasional, dan direktur anggaran.

Dengan adanya krisis finansial, McCain juga diperkirakan akan secepatnya membentuk tim ekonomi untuk menenangkan bursa saham. Ketua tim transisi McCain adalah John Lehman, mantan Menteri Angkatan Laut pada pemerintahan Ronald Reagan. Dia diperkirakan akan menyusun pemerintahan transisi yang efisien.

John Podesta, yang pernah memimpin staf Gedung Putih semasa Presiden Bill Clinton, ditunjuk sebagai ketua tim transisi Obama. Dia tengah membentangkan rencana transisi dan memilih kandidat potensial untuk jabatan di pemerintahan.

Demokrat pernah punya pengalaman buruk saat transisi kekuasaan kepada Clinton tahun 1992-1993. Kacaunya transisi kekuasaan saat itu membuat pemerintahan Clinton gagap pada beberapa bulan pertama.

Rumit

Jika Obama menang, dia akan lebih mudah menempatkan seseorang untuk jabatan tertentu karena cepat mendapat persetujuan Senat yang kini menguasai Capitol Hill. Bagi McCain, penempatan itu sedikit lebih sulit karena tentangan dari partai rivalnya.

Faktor semacam itulah yang memperumit transisi kekuasaan yang telah disiapkan kedua kubu kampanye presiden selama berbulan-bulan.

Departemen-departemen di pemerintahan AS juga telah bersiap-siap selama berbulan-bulan untuk menghadapi transisi kekuasaan. Presiden Bush telah mengajukan anggaran sebesar 8,5 juta dollar AS dari anggaran tahun 2009 untuk keperluan transisi kekuasaan.

Menteri Pertahanan Robert Gates telah berbicara soal perlunya pengalihan kekuasaan yang mulus.

Segera setelah pemilu, staf Gedung Putih akan memberi pengarahan singkat dan berbagai bantuan bagi staf presiden yang baru terpilih agar tidak gagap lagi.(fransisca romana ninik)

Isu Biden, Sarah Palin, hingga Irak




AP PHOTO/JOHN HELLER / Kompas Images
Sarah Palin
Rabu, 5 November 2008 | 03:00 WIB


Sejak pertarungan memanas, capres Republik John McCain terus mencoba memainkan taktik sumir. Pada awalnya McCain berharap bisa menjual isu kebijakan luar negeri, yang dia anggap akan lebih mengena bagi masyarakat. Namun, isu luar negeri, terutama soal Irak, tidak lagi mengena. Berdasarkan jajak pendapat, dari semua lembaga, isu Irak bukan urusan utama.

Setelah krisis, faktor ekonomi kini menjadi perhatian utama warga AS, di mana Obama dianggap lebih mampu ketimbang McCain.

Lagi, Barack Obama mengantisipasi kelemahannya dalam kebijakan luar negeri dengan menunjuk Joe Biden sebagai calon wakil presiden. Jualan McCain soal kebijakan luar negeri juga makin hancur dengan penunjukan Sarah Palin sebagai pendampingnya.

Lidah Palin keseleo. Dia mengatakan, Rusia bisa dia lihat >

Lagi pula, McCain juga dianggap tidak piawai soal kebijakan luar negeri karena ternyata dalam delapan tahun pemerintahan Presiden George W Bush, citra AS di mata dunia hancur berantakan. ”Kita tidak mau lagi menerima kenyataan bahwa citra AS terus memburuk. McCain akan sama saja dengan Bush,” kata Becky Campbell, wartawan dari Johnson City Press, di Johnson City, Tennessee.

Pengangkatan Palin sebagai pendamping juga membuat McCain seperti menjilat ludah sendiri karena pernah mengatakan bahwa Obama tidak siap sebagai presiden. Palin yang tidak berpengalaman berbalik menjadi sasaran kecaman pada McCain.

McCain juga berharap isu aborsi dan perkawinan sesama jenis bisa menjatuhkan Obama mengingat Republik pada umumnya didukung kaum konservatif. Kemudian muncul isu ekonomi dengan hancurnya sektor keuangan. ”Orang-orang tidak memerhatikan isu-isu seperti ini lagi,” kata Brittany Long, mahasiswa East Tennessee State University.

Ambruknya ekonomi membuat warga menjadikan isu ekonomi menjadi prioritas, di mana McCain turut tercoreng karena semua ini lagi-lagi dianggap sebagai warisan Republik.

Harapan McCain mendulang pamor sebagai eks veteran juga tidak menggugah. ”Ayah saya militer, nyatanya tidak mendukung McCain. Menjadi veteran, sama seperti ayah saya yang juga pernah bertugas di Vietnam, tidak menjadi jaminan untuk siap sebagai presiden,” kata Corie Shaun, warga Tennessee.

Karena itu, McCain mencoba memainkan isu bahwa Obama adalah teroris dan mengaitkannya dengan Bill Ayers. Hal itu langsung membuat McCain juga menjadi sasaran kecaman karena dia ternyata juga terlibat penjualan senjata ke Iran di bawah pemerintahan almarhum Presiden Ronald Reagan, dan kemudian membiayai pemberontakan di Nikaragua.

McCain mencoba memojokkan Obama dengan menyebutkan bahwa Rashid Khalidi, warga Palestina, dikatakan pernah dekat dengan Obama. Kemudian muncul kecaman bahwa adalah McCain yang pernah menyumbang dana 400.000 dollar AS lebih kepada pihak Hamas di Palestina. Tentu saja Khalidi membantah dirinya teroris Palestina dan demikian juga Obama membantah tudingan sumir itu.

McCain mencoba meraih simpati dengan merangkul Joe Lieberman, termasuk merangkul warga Yahudi mengingat Liberman adalah Yahudi Amerika. Akan tetapi, pamor Lieberman jelek karena dia adalah pemberontak Demokrat yang berpaling mendukung Republik. Politikus pelarian tidak dihargai di AS.

McCain dan Palin mencoba merangkul pendukung Hillary Clinton dengan menyatakan rasa simpati kepada Hillary Clinton setelah kalah pada pemilu pendahuluan dari Obama. Namun, tindakan ini juga jadi bumerang. ”Tidak untuk McCain, tidak untuk Palin,” ujar Hillary pada Konvensi Nasional Demokrat di Denver Agustus lalu.

Kemudian McCain mengampanyekan Samuel J Wurzelbacher, Joe the Plumber, seorang pengusaha yang menentang program ekonomi Obama, terutama program pajak Obama yang akan meningkatkan pajak korporasi. Akan tetapi, Joe the Plumber ternyata adalah pengusaha yang tidak punya izin.

Demikianlah McCain selalu terbentur aksi-aksi sumir yang dia lakukan. Dalam aksi komedinya, Tina Fay, pelawak yang meniru Sarah Palin, mengatakan, ”Berhadapan dengan Obama, McCain seperti garbage.” (simon saragih dari AS)

BEDA VISI POLITIK LUAR NEGERI OBAMA DENGAN MCCAIN


BEDA VISI POLITIK LUAR NEGERI
OBAMA DENGAN MCCAIN
Rabu, 5 November 2008 | 01:24 WIB

Makarim Wibisono

Figur baru penentu kebijakan AS hasil pemilu 4 November 2008 sangat dinantikan karena memiliki ramifikasi politik, militer, dan ekonomi yang luas. Oleh karena itu, arah kebijakan politik luar negeri presiden AS yang baru ini ramai ditelusuri guna diamati dengan saksama. Belum ada rujukan praktik sebelumnya mengingat kedua calon bukanlah ”incumbent”.

Jika Obama akhirnya muncul menjadi pemenang pemilu, dari wacana yang kerap kali diungkapkan dalam kampanye, politik luar negeri (polugri) AS jelas akan bergeser ke tengah, akan lebih menggiatkan diplomasi kolektif, mengutamakan multilateralisme dan memanfaatkan soft power sebagai instrumen polugri. Hal ini secara eksplisit disampaikan Obama pada Juli lalu, ”Instead of pushing the entire burden of our foreign policy on to the brave men and women of our military, I want to use all elements of American power to keep us safe and prosperous and free.” Secara spesifik, Obama menginginkan AS lebih membaur dengan masyarakat internasional, tidak terisolasi dan menunjukkan kepemimpinannya. Obama mengatakan, ”Instead of alienating ourselves from the world, I want America—once again—to lead….” Obama percaya, Perang Dingin berakhir karena negara-negara maju bersatu padu. Ibarat orang menari, Obama menganggap polugri AS saat ini sebagai salah langkah dan entakannya tidak seiring dengan nada dan ritme politik global. Jadi, dibutuhkan penyesuaian diri guna memutakhirkan polugri AS agar relevan dengan situasi dan konteks dunia masa kini.

Visi polugri kampanye Obama terfokus pada Irak, Iran, Timur Tengah, Asia, senjata nuklir, perubahan iklim, dan pengentasan kemiskinan. Berbeda dengan McCain yang memilih status quo, Obama secara tegas menghendaki penarikan mundur satu atau dua brigade per bulan. Seluruh pasukan AS, karenanya, dapat keluar dari Irak dalam waktu 16 bulan setelah pelantikannya. Berbeda dengan McCain yang enggan bertemu dengan Presiden Ahmadinejad, Obama siap bertemu kapan saja dengan pemimpin seluruh negara, baik yang menjadi kawan maupun lawan, tanpa prasyarat apa pun, termasuk tentunya dengan Iran dan Korea Utara.

Di Timur Tengah, Obama cenderung melanjutkan usaha menciptakan perdamaian yang telah dirintis sebelumnya oleh para pendahulunya. Mirip dengan visi McCain, Obama mengharapkan adanya peningkatan hubungan AS dengan negara-negara Asia. Alasannya sederhana, guna memastikan China mematuhi peraturan internasional yang ada. Di bidang keamanan, Obama mengatakan, ”The gravest danger to the American People is the threat of a terrorist attack with a nuclear weapon and the spread of nuclear weapons to dangerous regimes.” Persepsi ancaman ini dapat mendorong AS untuk menggairahkan kembali perundingan perlucutan senjata agar dapat mengawasi lalu lintas senjata nuklir secara cermat. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan memilih fissile material cut-off treaty (FMCT) sebagai lokomotif penggeraknya. Sementara itu, McCain menginginkan angkatan bersenjata AS perlu diperbesar, dimodernisasi, dan senantiasa dilengkapi senjata canggih.

Satu-satunya soal dalam visi kedua calon yang nyaris tidak ada bedanya adalah masalah perubahan iklim. Obama menegaskan, mengatasi perubahan iklim adalah satu tantangan moral terbesar generasi kini. Obama mengusulkan investasi sebesar 150 miliar dollar AS selama 10 tahun untuk mengembangkan biofuels dan pemanfaatan energi yang dapat diperbarui. Akan ditingkatkan efisiensi energi 50 persen pada 2030, di antaranya dengan program hibah pembangunan gedung hemat energi. Obama akan membentuk Forum Energi Global negara konsumen energi besar dunia guna menyelesaikan masalah lingkungan hidup. Setara dengan itu, McCain menegaskan menjamin kelangsungan udara dan air bersih, dan penggunaan lahan hijau yang berkesinambungan adalah tanggung jawab yang patriotik. Ia mendukung pengembangan teknologi batu bara bersih, penggunaan energi nuklir, dan pengeboran minyak di lepas pantai untuk mengurangi ketergantungan AS pada impor minyak. Siapa pun yang terpilih menjadi presiden AS akan lebih konstruktif pada masalah perubahan iklim ataupun Kyoto Protocol.

Obama memiliki komitmen yang teguh pada MDGs, khususnya pengentasan kemiskinan. Untuk maksud itu, pemerintahnya akan menyediakan 25 miliar dollar AS dalam tahun pertama dan pada tahun terakhir akan meningkatkan bantuannya menjadi 50 miliar dollar AS. Untuk membantu negara miskin yang memiliki utang luar negeri yang memberatkan, Obama akan membiayai sebesar 50 miliar dollar sampai tahun 2013.

Pemikiran-pemikiran polugri Obama di masa kampanye sedikit banyak mencerminkan perspektif Liberal yang menonjolkan rasa kemanusiaan dan HAM. Hal ini dimaklumi karena para ahli pendampingnya dalam merumuskan gagasan polugri, seperti Susan E Rice dari Brooking Institute, Anthony Lake, mantan Penasihat Keamanan Nasional; Richard Danzig, mantan Menteri Angkatan Laut AS; dan Gregory B Graig, mantan Direktur Perencanaan Kemlu AS, berasal dari kubu Liberal. Sebaliknya, visi polugri McCain banyak menganut mazhab konservatif yang bersikeras pada masalah pertahanan dan keamanan, khususnya terorisme. Orang-orang di belakang perumusan polugri McCain, seperti William Kristol, Robert Kagan, Richard Williamson, Peter W Rodman, James Woolsey (mantan Direktur CIA), dan Scheunemann, adalah penganut setia paham konservatif.

Meskipun demikian—melihat konstelasi politik internasional— siapa pun presiden baru AS, dalam praktiknya tidak akan bergeser dari dasar-dasar polugri AS saat ini. Tentunya ada beda nuansa, fokus, prioritas, gaya, dan implementasinya, tetapi isinya masih sama. AS akan terus melanjutkan usahanya mengatasi krisis keuangan dunia, terorisme, proliferasi senjata nuklir, perdagangan narkoba, dan menangkap Osama bin Laden. Terciptanya sistem perdagangan dunia berdasarkan free-trade, menjamurnya good governance dan pemerintahan yang bersih, serta penghormatan dan perlindungan HAM masih menjadi pilar polugri AS. Kedua calon pasti akan bereaksi keras pada masalah yang mengancam keamanan nasional AS.

Munculnya presiden baru AS perlu disambut Indonesia dengan tangan terbuka. Hal-hal yang telah dilakukan Indonesia belakangan ini seperti berbenah diri menciptakan demokrasi dan pembangunan, mengembangkan pemerintah yang bersih, menghadapi terorisme dengan gigih, langkah antikorupsi yang nyata dan perhatian memadai pada masalah kesehatan dan lingkungan hidup merupakan modal berharga bagi peningkatan hubungan bilateral Indonesia dengan AS di kemudian hari. Bagi pihak yang terlalu berharap akan adanya langkah spektakuler presiden baru dan perubahan drastis polugri AS akan kecewa. Karena, sistem polugri AS sudah mapan dan senantiasa ditandai adanya kelanggengan, stabilitas, dan pragmatisme.

Makarim Wibisono Mantan Duta Besar/Wakil Tetap RI di New York dan Geneva; Pengajar di Universitas Paramadina dan Universitas Atma Jaya

STRATEGI JITU HINGGA 4 NOVEMBER

Ap photo/Alex Brandon / Kompas Images
Kandidat presiden dari Partai Demokrat, Barack Obama, berdiskusi di dalam pesawat udara dengan anggota staf kampanye ketika meninggalkan Denver, Amerika Serikat, Jumat (29/8). Dukungan dari anggota staf yang profesional dan efisien merupakan kunci keberhasilan Obama dalam kampanye pemilu AS.
Rabu, 5 November 2008 | 03:00 WIB


Simon Saragih


Kemenangan Barack Obama atas Hillary Clinton sebenarnya cukup mencengangkan wartawan, sejarawan, dan ”blogger”. Mengapa Obama menang atas Hillary? Jonathan Alter menuliskannya di Newsweek Web Exclusive, 5 Juni 2008. Faktor-faktor itu terus diterapkan kubu Obama dalam menghadapi pesaingnya, John McCain.

Menurut Alter, pesan perubahan yang diusung Obama jauh lebih superior sepanjang tahun 2008 ketimbang pesan Hillary soal pengalaman yang dia elu- elukan. Hillary salah dengan menganggap dirinya lebih berpengalaman daripada Obama.

McCain yang juga menerapkan strategi mengandalkan pengalaman seperti Hillary akhirnya mengusung ide perubahan, seperti menjanjikan perubahan dan menunjuk Sarah Palin sebagai simbol perubahan itu.

Dengan mayoritas warga mengatakan negara ada di jalan yang salah, pemilu ini adalah pemilu perubahan. Bahkan, McCain pun mengakui bahwa negara ada di jalur yang salah.

Obama sempat terancam karena dipicu ucapan Hillary bahwa perubahan yang ditawarkan Obama kabur dan sekadar retorik. Namun, kombinasi pidato hebat pada awal tahun 2007, rancangan situs yang andal membuktikan Obama lebih kuat karena dia memajang pesan-pesan secara baik di situsnya.

Jonathan Alter mengatakan, inspirasi yang diusung Obama lebih kuat ketimbang restorasi Dinasti Clinton. Peran akan sebuah harapan lebih menggigit ketimbang nostalgia yang didambakan Hillary soal kejayaan Bill Clinton.

Organisasi

Keunggulan Obama adalah dalam organisasi yang ditata mulai dari puncak hingga ke bawah. Selain memiliki pimpinan organisasi yang andal, petugas operasional di lapangan juga ditata rapi. Organisasi melibatkan siapa saja, etnis, usia, dan ras dari segala umur.

Superioritas Obama dalam perencanaan dan organisasi terlihat jelas mulai dari penggalangan dana yang mencengangkan, upaya mendekati delegasi, hingga pemanfaatan jaringan sosial, termasuk komunitas di internet (Facebook, Twitty, dan lainnya). Ada banyak orang yang ditugaskan melakukan itu.

Bentuk organisasi dengan 700 anggota adalah salah satu kisah kesuksesan Obama yang tidak diketahui banyak orang. Untuk memahami keandalan organisasi ini terlihat dari rata-rata kemenangan Obama dengan selisih 20 persen atau lebih pada 21 kemenangan di pemilu pendahuluan menghadapi Hillary. Hillary hanya punya lima kemenangan dengan selisih suara 20 persen atau lebih.

Kepribadian yang kuat

Salah satu alasan keandalan organisasi Obama adalah kekuatan kepribadian orang-orang yang masuk ke dalam organisasi Obama. Organisasi memastikan, setiap orang harus tenang serta saling bekerja sama dan dari awal harus diketahui jika ada yang melanggar aturan. Risikonya adalah keluar dari organisasi. Hanya ada sekitar tiga orang yang harus di depan, sebuah angka yang kecil dan menunjukkan rancangan organisasi yang bagus.

Tentu Obama sendiri adalah pribadi yang tenang. Dia kukuh soal itu. Banyak yang tidak paham manfaat dari ketenangan ini, yang sangat menolong dalam politik, yang pada umumnya mengandalkan penampilan dan sex appeal. Dia tak mau terlihat terlalu bersemangat dan tetap tampil tenang, ini penting bagi seorang bintang. Andaikan dia kehilangan ini, hasil mungkin akan beda.

Kejujuran

Obama tidak terlalu mudah dijangkau wartawan. Sebagai kandidat yang mendambakan transparansi, Obama seharusnya lebih banyak menggunakan media. Akan tetapi, Obama tidak berbohong dan tidak menghindari persoalan demi tujuan politiknya semata. Warga mencium ketulusan ini. Ini adalah keunggulan besar bagi seorang politisi.

Setelah Obama memenangi 11 pemilihan pendahuluan hingga pada Februari, kampanye kelihatan sudah berakhir. Namun, Obama tidak takabur.

Hillary telah menggali lubang sendiri. Kecaman bertubi-tubi kepada Obama membuat warga menilai Hillary terlalu kasar kepada Obama. Ini adalah salah satu alasan mengapa Hillary kalah di Iowa, sebuah negara bagian yang menghukum kandidat yang tak ramah.

Ketika mengumumkan pencalonan pada awal tahun 2007, Hillary mengatakan, ”Saya mencalonkan diri untuk menang.” Tak ada orang lain yang akan mengalahkan saya, itulah pesan pernyataan Hillary. Mengapa pula dia mendaulat sebagai calon terbaik. Pemilih tak ingin didikte. Ini paling tidak disukai, khususnya pemilih berpendidikan.

Strategi Hillary sangat buruk. Kubu Hillary merasa Obama sudah pasti kalah pada Super Tuesday, pemilu serentak di 22 negara bagian. Jika ini terjadi, Obama akan dipaksa secara moral mengundurkan diri. Karena itu, Hillary tak merasa perlu memperkuat organisasi. Ini bisa saja masuk akal pada tahun 2006 ketika Hillary adalah calon paling didambakan.

Namun, pada awal tahun 2007 jelas Obama mencuat dengan jaringan internet sebagai bagian penggalangan dana yang didapat dalam jumlah besar. Keyakinan tradisional bahwa seorang calon mengundurkan diri secara dini dan kekurangan dana adalah sebuah taktik yang salah.

Kadang organisasi media Hillary membentak media dan melecehkan wartawan televisi. Ini yang kemudian membuat wartawan amat jengkel.

Hillary juga dituduh arogan dan tidak melakukan penyesuaian secara cepat. Ini membuat para penyumbang berpikir dua kali. Sikap bermusuhan dengan media membuatnya tidak diminati warga yang independen dan delegasi super.

Strategi Obama pada pemilu 4 November juga melanjutkan, bahkan mengembangkan dari yang telah dilakukan. Obama makin memanfaatkan jaringan apa pun untuk bisa mengalahkan McCain.

Prediksi Kabinet


TIM KUAT OBAMA
Kamis, 6 November 2008 | 01:11 WIB

Amerika Serikat kini menatap ke depan. Berbagai persoalan besar siap menghadang. Beban pelik dihadapi Presiden Barack Obama setelah menjadi pemenang dalam pemilu 4 November. Rival Obama, Senator John McCain dari Partai Republik, mengakui kemenangan Obama dan mengajak semua pihak untuk kini bersama-sama menghadapi masalah besar yang membentang.

Krisis finansial yang terburuk sejak Depresi Besar tahun 1929 membutuhkan sebuah penanganan serius dari Obama. Demikian pula dengan keberadaan 150.000 tentara AS yang berada di Irak dan Afganistan. Sebuah upaya superberat, tetapi harus dijalankan sesuai pesan dalam kampanye.

Beban pelik, tetapi dengan kearifan dan tim kerja yang cerdas serta kompak, beban bisa dihadapi dengan lebih ringan. Jauh hari sebelum dipastikan terpilih sebagai presiden ke-44 AS, Obama dilaporkan punya sejumlah nama yang diprediksi bakal menjadi tim yang akan bolak- balik bersamanya dalam rapat di Ruang Oval, Gedung Putih, membahas langkah-langkah terobosan atas berbagai rintangan.

Sejumlah nama dibeber dalam sejumlah kesempatan, seperti diskusi di televisi, analisis media cetak, dan obrolan di internet. Menarik untuk mencermati orang-orang yang kemungkinan besar menjadi pilihan utama Obama. Ada sejumlah nama, meski tenar, di antaranya tetap saja wajah-wajah lama. Bahkan, sejumlah analis memprediksi Obama tidak segan akan menggunakan jasa beberapa simpatisan Republik. Kondisi ini menimbulkan sebuah sindiran bernada ironi bagi Obama: mengaku agen perubahan, tetapi masih saja menggunakan ”mesin” lama atau orang ”luar”.

Tahun 1996, saat dia bertarung menjadi senator Illinois, Obama memiliki pandangan sangat liberal, salah satunya mendukung keras aborsi. Namun, sebagaimana dikatakan Matt Bennet, Wakil Asisten Bill Clinton saat masih menjadi Presiden AS, Obama kini sudah jauh lebih dewasa.

”Dia pada waktu dulu adalah aktivis komunitas di Chicago yang masih butuh aktualisasi diri sehingga pantas diidentifikasi sebagai seorang Demokrat yang liberal. Namun, seiring bertambahnya umur, idealisme-idealismenya telah digantikan sejumlah hal yang pragmatis. Dia tertarik untuk mengubah hidup masyarakat. Saya sepakat menyebutnya sebagai Demokrat yang moderat saat ini,” kata Bennett, seperti dikutip harian Daily Telegraph.

Salah satu staf senior di Gedung Putih yang juga pengarang buku terkenal perihal transisi presidensial AS, What Do We Know, Stephen Hess, menyatakan, Obama mempunyai banyak pilihan tokoh untuk mendampinginya. Namun, justru karena banyaknya pilihan itu, ia harus benar-benar dapat memilih orang-orang yang percaya diri dan telah menampakkan kesetiaan terhadap dirinya.

”Dalam level sekelas kepresidenan, mungkin saja yang terpilih adalah mereka-mereka yang paling berjasa mengantarkan Anda ke kursi kepresidenan. Satu-satunya presiden AS yang paling bebas menentukan pilihan dan memperoleh nama-nama yang betul-betul sesuai dengan keinginannya adalah Dwight Eisenhower,” kata Hess.

Menteri Luar Negeri

Di posisi menteri luar negeri, Obama butuh sosok yang dapat memulihkan citra AS di luar negeri serta mendapatkan dukungan lebih, terutama dari negara-negara di Eropa, untuk menekan kawasan seperti Afganistan dan mungkin Irak.

Calon presiden AS dari Demokrat pada pemilu 2004, John Kerry, dilaporkan menginginkan jabatan itu. Pemahaman dan pengalamannya yang kaya tentang luar negeri, termasuk kemampuan berbahasa Perancis yang prima, adalah keunggulan Kerry.

Namun, Obama juga sangat mungkin memilih Gubernur New Mexico Bill Richardson, Duta Besar AS di PBB pada masa pemerintahan Presiden Clinton. Atau pengganti Richardson di PBB, Richard Holbrooke. Kemungkinan Richardson terpilih relatif besar mengingat dirinya termasuk salah satu tokoh yang bekerja sangat keras bagi Obama selama masa kampanye.

Sejumlah analis menyinggung kemungkinan dipilih untuk menambah tingkat kepercayaan diri Obama yang miskin pengalaman di Gedung Putih, nama Hillary Clinton tiba-tiba muncul di permukaan. Dia benar-benar orang baru sehingga cocok sebagai pengejawantahan janji Obama sebagai agen perubahan. Jika Hillary benar-benar terpilih, Hillary berpeluang besar mewujudkan idenya tentang kesehatan dunia di Senat AS.

Di posisi menteri pertahanan, Obama membutuhkan orang yang mampu mengatur penarikan mundur pasukan AS dari Irak secara prima, tetapi juga siap menambah kekuatan perang AS di Afghanistan. Nama mantan Menhan AS Colin Powell adalah nama paling disebut-sebut untuk mengisi posisi itu. Dukungannya yang secara tiba-tiba kepada Obama pada pekan-pekan akhir menjelang pemilu 2008, dengan menyebut Obama sebagai presiden transformasional AS, seakan-akan merupakan sinyal bahwa ia menginginkan kembali posisi itu.

Serangan ke Irak

Namun, pemilihan Powell tetap saja menimbulkan nada ironis, terutama mengingat Powell adalah salah satu penggagas serangan ke Irak meskipun saat itu kabarnya Powell secara pribadi menentang hal tersebut. Nama lain yang disebut adalah tokoh yang tidak kalah kontroversial, yakni seorang senator dari Partai Republik, Chuck Hagel. Hagel dikedepankan untuk mewakili pendapat Obama suatu kali bahwa pilihannya mungkin saja menembus batas-batas pilihan politik seseorang.

Pilihan yang tak kalah penting bagi Obama adalah dalam posisi menteri keuangan yang bertugas menangani uang talangan (bail-out) di Wall Street senilai 700 miliar dollar AS dan harus melakukan privatisasi bank-bank di AS. Sekali lagi, pejabat pada era Clinton menjadi salah satu favorit untuk mengisi jabatan itu. Dia adalah Lawrence Summers.

Namun, Obama juga sangat mungkin memilih Paul Volcker, Gubernur Bank Sentral AS pada era Presiden Charter dan Reagan. Meski telah berusia lanjut, 81 tahun, pengalamannya sangat dibutuhkan untuk saat-saat ini. Apalagi, ia selama ini terkenal menjadi rujukan Obama dalam urusan keuangan negara.

”Jika Obama memilih orang- orang seperti Summers dan Volcker, orang yang tidak memilih dia sebagai Presiden AS pun tetap teryakinkan. Kedua orang itu adalah jaminan mutu,” kata Michael Barone, seorang analis konservatif di AS.

Para analis di AS menyatakan, pemilu presiden AS bukan semata-mata memilih figur pemimpin AS untuk masa mendatang. Namun, menjadi sangat krusial juga menantikan figur-figur lain yang akan mendampingi sang presiden karena pada diri merekalah ide-ide sekaligus kerja keras bagi kemaslahatan warga AS diciptakan dan diejawantahkan. Jadi, sungguh menarik ditunggu apa yang akan dibuat Obama.(Benny Dwi Koestanto)

Impian AS, Mimpi RI


Kamis, 6 November 2008 | 01:11 WIB

Impian Martin Luther King Jr akhirnya menjadi kenyataan, 55 tahun kemudian, dengan terpilihnya Barack Obama menjadi presiden ke-44 AS. Dia menjadi presiden berkulit hitam pertama di AS.

Suatu hari, 28 Agustus 1963, di hadapan sekitar 200.000 orang dari pelbagai ras di dekat Loncoln Memorial, Washington DC, yang menuntut keadilan sama di hadapan hukum, Martin Luther King Jr menyampaikan pidatonya yang begitu kesohor, I Have A Dream.

Beginilah ia berkata dengan suara lantang: ”Saya mempunyai satu impian bahwa suatu hari setiap lembah akan ditimbun, setiap bukit dan gunung akan diratakan, tempat-tempat yang kasar akan dihaluskan, dan jalan-jalan yang berkelok-kelok akan diluruskan, dan (akhirnya) kemuliaan Tuhan akan dinyatakan serta seluruh umat manusia bersama-sama melihatnya.”

Pidato King itu mengungkapkan impian akan lahirnya sebuah bangsa yang menghormati dan memperlakukan seluruh anak bangsanya yang beragam etnik, agama, warna kulit, latar belakang, dan golongan secara sama.

Amerika selama ini mengklaim sebagai negara yang menjunjung tinggi prinsip dan nilai-nilai demokrasi. Akan tetapi, pidato King itu memberikan bukti lain. Dalam politik, pluralisme semestinya tidak berhenti hanya sampai pada wacana, tetapi perlu diwujudkan.

Di mana pun ada mainstream kendati secara resmi tidak ada eksklusivisme warna kulit, keturunan, dan agama. Di AS ada mainstream yang dominan, yaitu White, Anglo-Saxon, dan Protestant (WASP). Kepemimpinan puncak AS didominasi warga berdemografis WASP. Sejak tahun 1797 atau dari 43 presiden, belum ada satu perempuan presiden pun. Obama ada di luar mainstream itu. Kulitnya gelap, ayahnya asal Kenya, beragama Islam.

Baru 55 tahun kemudian, atau 145 tahun setelah Presiden Abraham Lincoln menyerukan penghapusan perbudakan, impian King terwujud ketika seorang keturunan Afrika-Amerika terpilih menjadi presiden: Barack Obama.

Obama didukung oleh berbagai lapisan masyarakat, baik kulit putih, hitam (terutama), Asia, Hispanik, maupun juga kaum perempuan dan anak-anak muda. Kemenangannya juga disambut hangat di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Terpilihnya Obama telah menegaskan bahwa AS adalah sebuah negara pluralis, semua golongan dengan berbagai pandangan dan kulturnya dihormati eksistensinya.

Negeri kita, Republik Indonesia, adalah negara yang menjunjung tinggi prinsip dan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. Akan tetapi, harus dengan besar hati diakui bahwa toleransi atas keberagaman terus menghadapi masalah. Keberadaan RI dalam masyarakat Indonesia perlu diperhatikan agar selalu diletakkan sebagai republik pluralis. Republik pluralis RI bukan republik yang didasarkan kepentingan golongan. Bangsa ini terdiri atas beragam suku, etnis, agama, golongan, warna kulit, bahasa daerah, dan jender, tersebar di pulau-pulau besar dan kecil di persada Nusantara ini.

Republik pluralis bersifat terbuka tanpa memandang asal-usul dan warna pandangan atau keyakinan tiap orang. Kebebasan dalam menyuarakan pendapat harus dihormati dan tidak boleh dibatasi sejauh tidak mengganggu hak-hak orang lain. Itulah impian kita semua. Mimpi Indonesia! (ias)

SELAMAT, BARRY!


AP PHOTO/OBAMA PRESIDENTIAL CAMPAIGN / Kompas Images
Gambar hitam putih tahun 1970-an yang disiarkan kubu kampanye Barack Obama memperlihatkan Barack Obama berusia 9 tahun (paling kanan), ibunya, Ann Dunham (tengah), dan ayah tirinya yang asal Indonesia, Lolo Soetoro, serta saudari tirinya, Maya Soetoro, yang berusia kurang dari 1 tahun di tempat tinggal mereka di Jakarta. Obama saat di Indonesia sering dipanggil Barry oleh teman-temannya.
Kamis, 6 November 2008 | 03:00 WIB

Budiarto Shambazy


Ketika memasuki dekade 1970, Jakarta memasuki era kultural baru ”the post baby boomers”. Generasi baru era ini terdiri dari murid-murid 3 sampai 6 SD serta kelas 1 sampai 3 SMP. Kami masih remaja karena baru berusia 10-17 tahun. Kami secara samar-samar mendengar ingar-bingar Perang Vietnam, mulai tak menyukai The Beatles atau Bob Dylan, berani mencoba ganja, dan apolitis.

Dalam berbagai literatur, budaya pop tahun 1970-an disebut dengan the me decade karena semuanya ”serba saya”. Jika generasi the baby boomers memuja gaya hidup komunalisme ala hippy, kami the post baby boomers lebih nekat dan lebih egois.

Barrack Hussein Obama atau Barry bersekolah di SD Negeri 04 Percobaan di Jalan Besuki, Jakarta Pusat. Saya ”mengenal” dia dua tahun lalu lewat perjumpaan kebetulan. Akhir 2006 Ufuk Press menghubungi saya menulis Kata Pengantar buku kedua Barry, The Audacity of Hope (2006).

Di buku ini dan juga buku Dreams from My Father (1996) Barry banyak menyinggung periode dia tinggal di Jakarta tahun 1968-1971. ”Ia termasuk anak hiperaktif. Kami tak berhenti bermain kelereng, tak gebok, tak lari, dan gambaran,” kata Rully Dasaad, sohib Barry di SD Besuki. ”Waktu tiga bulan pertama Barry anak alim. Tetapi, setelah itu nakal. Tingkat kebandelan kami masih wajar,” ujar Rully, yang kini fotografer profesional.

”Saya ingat kalau bermain detektif ala film serial I Spy Barry memilih peranan aktor kulit hitam di film itu, Bill Cosby. Padahal, Barry itu tak terlalu hitam karena ibunya bulé,” kenang Rully. Berbicara tentang ibunya, suatu kali Ann Dunham datang ke SD Besuki untuk memprotes guru siapa yang usil melempar kepala anaknya dengan batu sampai bocor.

Apa bakat Barry yang menonjol? ”Ia senang menggambar. Saya suka bawa komik-komik impor ke kelas, Barry suka meniru gambar Superman, Batman, atau Spiderman. Kami sering bertukar koleksi komik, ia suka membaca komik yang waktu itu terkenal, Wiro Si Anak Rimba. Tetapi, jangan suruh Barry bernyanyi. Pernah dia disuruh guru nyanyi lagu untuk mengenang pahlawan, Syukur. Wah, lucu banget,” kenang Rully lagi.

Ketika terbit, Hope bertengger selama sembilan pekan di Daftar Buku Terlaris. Bangsa Amerika Serikat tak pernah bosan didongengi kisah ”Obambi” ini. Film Bambi bercerita tentang seekor anak rusa lugu yang berkenalan dengan kejamnya rimba belantara. Barry calon presiden terfavorit Demokrat meskipun dianggap ”mentah” alias kurang berpengalaman.

Ibu Barry asal Kansas, ayahnya orang Kenya. Bapak tirinya Lulu Soetoro. Waktu kecil Barry hidup sederhana di Jakarta, saat dewasa pengacara top lulusan Harvard. Setiap orang terkesiap mendengar ia menyebut namanya ”Barry Hussein Obama” (mirip Saddam Hussein dan Osama bin Laden) sambil mengulurkan tangan saat kampanye jadi anggota Senat di Springfield, Illinois.

Hope ibarat skripsi berpredikat summa cum laude yang meluluskan Barry sebagai pemimpin masa depan. Ia terpilih sebagai Senator Negara Bagian Illinois setelah meniti karier dari bawah. Ia bukan dari keluarga politik yang mapan seperti trah Bush atau Kennedy, tetapi dielu-elukan sebagai penjelmaan John Fitzgerald Kennedy. Nama Barry meroket ketika dipilih sebagai pengucap pidato kunci Konvensi Partai Demokrat 2004.

”Tak ada orang hitam Amerika dan orang putih Amerika dan orang Latin Amerika dan orang Asia Amerika—yang ada hanyalah Amerika Serikat. Saya tak punya pilihan lain kecuali memercayai visi Amerika. Sebagai anak lelaki hitam dan perempuan putih, sebagai orang yang lahir di Hawaii yang multirasial bersama saudara tiri yang separuh Indonesia, punya ipar dan keponakan keturunan China, punya saudara-saudara mirip Margaret Thatcher..., saya tak bisa setia pada sebuah ras saja.”

Di Hope, Barry menulis esai mengenai tanah airnya yang ketiga, Indonesia. Sepanjang sepuluh halaman ia mengulas evolusi Indonesia dari sebuah kampung besar, lalu jadi antek politik dan ekonomi AS, kemudian mengalami krisis moneter dan reformasi, sampai jadi negara yang tak toleran lagi.

Rumahnya di Jakarta tak berkakus duduk, di halaman belakang ada beberapa ekor ayam peliharaan, dan di dekat jendela banyak jemuran bergelantungan. ”Jenderal-jenderal membungkam hak asasi, birokrasinya penuh korupsi. Tak ada uang untuk masuk ke sekolah internasional, saya masuk sekolah biasa dan bermain dengan anak-anak jongos, tukang jahit, atau pegawai rendahan,” tulisnya. Bagi Barry, Indonesia kini tak sama lagi. ”Indonesia terasa jauh dibandingkan dengan 30-an tahun yang lalu. Saya takut ia menjadi tanah yang asing,” tulisnya.

Di buku Dreams of My Father, ia banyak bercerita tentang ayah kandungnya, jebolan University of Hawaii (UH) yang jadi anggota Phi Beta Kappa—komunitas akademisi elitis yang susah diterobos masuk orang luar AS. Ia diterima di Harvard dan pulang meninggalkan Barry kecil untuk mengabdi negaranya. Ayahnya dari suku Luo yang lahir di Alego yang menikahi ibu Barry tahun 1959 di Honolulu saat miscegenation (pernikahan antarras) dilarang di banyak negara bagian Amerika Serikat.

Ia penerima beasiswa pertama asal Afrika di UH dan belajar ekonometri dengan menggaet terbaik di angkatannya. Barry Junior juga lulus dari Harvard Law School dan jadi presiden kulit hitam pertama di Harvard Law Review—jurnal hukum berwibawa. Ia senator kulit hitam yang ketiga dalam sejarah Amerika Serikat.

Dreams bercerita tentang perjalanan hidup dia yang biasa saja. Ia dari kecil hidup dengan ayah tiri, waktu remaja ditinggal ibu, dan sampai dewasa diasuh kakek-nenek. Ia pernah tinggal di Honolulu, Jakarta, New York City, Boston, Chicago, Springfield, kini Washington DC. Tanpa malu ia mengaku pernah dijerat ganja dan alkohol serta menjadi perokok berat selama bertahun-tahun.

Ia memiliki keyakinan pada organisasi politik yang dikelola atas basis komunitas tempat tinggal. Dreams menyajikan perjuangan Obama mengorganisasi ”mikropolitik” yang mudah diberdayakan ke skala lebih besar, mulai dari tingkat kota, regional, sampai nasional. Ia memulai awal karier politik di Chicago tahun 1983. Ia tinggalkan gaji besar di pasar saham Wall Street, New York, untuk menjadi community organizer alias politisi. ”Perubahan bukan slogan kosong yang datang dari atas, tetapi dari pengalaman berpolitik di akar rumput,” kata Barry.

Ia organisator komunitas di Calumet, Chicago selatan, yang dihuni kalangan bawah dari warna kulit yang berwarna-warni. Dana bagi politisi ”bau kencur” macam Obama datang dari kalangan kaya, kota praja, pebisnis, atau para donor di luar negeri. Gajinya pas-pasan, jadwal hariannya bagai ”diuber setan”, dan akhir pekan dia habiskan untuk belajar lagi.

Ia datangi rumah warga satu per satu mendata masalah mereka, mulai dari selokan mampat, leding air tak menetes, sampai bagaimana caranya mengusir para muncikari. Tak jarang ia ditolak, diusir, bahkan dimaki. Di Altgeld Gardens, Chicago selatan, Barry mencari lowongan bagi penganggur menyusul penutupan sejumlah small and medium enterprises (SME) atau pabrik-pabrik yang produk-produknya kalah bersaing dengan kualitas barang-barang serupa dari luar negeri.

Barry memaksa kota praja membongkar asbestos di apartemen karena bahan bangunan itu menjadi sumber penyakit kanker hati. Ia tak segan mengerahkan pendemo atau memanfaatkan pers untuk membongkar konspirasi pebisnis dengan politisi. Secara perlahan tetapi pasti, warga mendengar rekor Barry yang akhirnya memimpin CCRC. Ia sukses menambah jumlah organisasi antikenakalan remaja, membuat sistem manajemen sampah, memperbaiki jalan raya, membersihkan selokan, dan membuat sistem keamanan mandiri.

Barry politisi yang merangkak dari bawah, yang telah membuktikan politik pengabdian tak kenal lelah, yang jika diseriusi pasti membuahkan hasil. Ia matang berkat ”politik eceran” (retail politics) yang rajin ditekuninya dengan menggeluti topik hubungan luar negeri, UU kode etik politisi, kesejahteraan rakyat miskin, pendidikan anak, masalah veteran, kesehatan, pendidikan, buruh, pensiunan, sampai pembasmian flu burung.

Hari-hari ini Barry bertemu ribuan orang tiap hari, sudah berdebat 20 kali di stasiun-stasiun televisi nasional melawan capres-capres Partai Demokrat, dan sedikitnya melakukan lima putaran reli per hari selama berbulan-bulan sejak akhir 2006. Barry adalah presiden pertama dari generasi the post baby boomers yang berslogan, ”Change, We Can Believe In”.

Pemimpin Baru

Rabu, 5 November 2008 | 01:20 WIB

Pemilihan presiden AS berlangsung semalam waktu WIB. Hari Rabu pagi ini, seorang presiden baru AS sudah terpilih. Senator Barack Obama dari Partai Demokrat favorit menang berdasarkan jajak pendapat dan opini yang berkembang di AS. Dari berbagai informasi yang ada, dunia juga lebih banyak berharap Obama yang berada di Gedung Putih.

Sistem pemilu AS memang bisa saja membalikkan semua opini dan jajak pendapat karena ada electoral votes dan popular votes yang bisa menjungkirbalikkan keadaan. Obama populer, tetapi tidak cukup meyakinkan dalam electoral college.

Lepas dari semua dugaan tadi, popularitas Obama yang meluas hingga ke luar wilayah AS jelas sebuah pencapaian yang juga harus dilihat bagi mereka yang berniat tampil di ajang apa pun. Pintar dan cerdas, komitmen, percaya diri, tulus. Semua itu disampaikan dengan cara yang enak, mudah ditangkap, dan langsung memberi jalan keluar.

Keberuntungan Obama semakin berlipat ganda karena presiden sebelumnya, George Walker Bush, meninggalkan begitu banyak masalah. Ada sekitar 150.000 tentara AS yang lagi berperang di Irak dan Afganistan. Ribuan dari mereka pulang hanya tinggal nama.

Kian menguntungkan, Bush berasal dari Partai Republik. Keberuntungan semakin berlipat karena krisis keuangan terburuk dalam delapan dekade ini, mencuat di AS sejak tahun lalu. Krisis semakin parah dan muncul dalam tiga bulan ini. Bush semakin dicerca sebagai penyebab semua ini. Intinya, kehidupan warga AS dan juga dunia semakin berat akibat ulah keliru seorang pemimpin di Gedung Putih.

Dari pengalaman popularitas para calon presiden AS, jelas bahwa warga atau pemilih mengandalkan seorang pemimpin yang bisa mengatasi berbagai masalah yang lagi dihadapi. Pemimpin yang lebih banyak mendatangkan masalah, punya catatan buruk, serta karakter dan integritas yang meragukan kerap dipandang sebelah mata oleh pemilih.

Dalam masyarakat plural dan beragam seperti di Indonesia, jelas sosok pemimpin yang diharapkan adalah dia yang bisa mengatasi persoalan. Sosok yang bisa dengan mudah menangkap masalah yang ada dan kemudian menawarkan jalan keluar yang membesarkan hati rakyat banyak. Integritas dan karakter menjadi faktor penguat lainnya.

Sekali lagi soal popularitas Obama, pemanfaatan internet dan kedekatan dengan media menjadi bagian lain yang ikut mendorong. Internet membuat interaksi dengan masyarakat banyak semakin langsung dan transparan. Dengan demikian, pokok permasalahan langsung sampai ke pimpinan.

Katakan internet masih sulit di negeri ini, apakah para pemimpin atau calon pemimpin juga sulit memperoleh masukan dari masyarakat bawah? Tidak ada alasan soal itu. Pemimpin yang baik adalah yang melayani. Melayani berarti juga datang dan mengunjungi lokasi masalah, tempat kejadian, untuk menangkap persoalan. Merasakan nuansa kepedihan, kesusahan, bahkan juga jeritan.

Seorang pemimpin baru sudah muncul di AS, Obama lebih favorit sekalipun calon presiden AS dari Partai Republik, John McCain, masih bisa membuat kejutan. Warga AS kini memiliki seorang presiden baru dengan banyak harapan yang ditaruh di pundaknya. Konsekuensi logis bagi AS sebagai negara adidaya. (ppg)

PRESIDEN OBAMA


INSPIRASI MOMENTUM RESTORASI EKONOMI?
Kamis, 6 November 2008 | 03:00 WIB

A Tony Prasetiantono

Fantastis. Akhirnya Barack Obama jadi juga sebagai presiden ke-44 Amerika Serikat dalam sebuah pemilu yang dramatis, Selasa (4/11). Ini tentu akan menjadi momentum penting, tidak saja bagi restorasi perekonomian AS dan global, tetapi juga menempatkan posisi Indonesia di mata AS menjadi lebih penting.

Rakyat AS tampak sangat antusias mengikuti pemilu, bahkan rela antre panjang sejak cuaca masih gelap. Berdasarkan data ekonomi, antusiasme ini juga terefleksikan dengan penguatan dollar AS terhadap berbagai mata uang pada hari menjelang pemilu. Ini mengindikasikan adanya persepsi bahwa rakyat AS menaruh harapan tinggi bahwa presiden baru Obama akan dapat membawa perekonomian AS ke pemulihan.

Momentum pemilu kali ini memang tepat pada saat perekonomian memerlukan pertolongan setelah mengalami krisis kredit perumahan (subprime mortgage) sejak Juli 2007. Kemudian memuncak sejak 15 September 2008, yang ditandai dengan kebangkrutan Lehman Brothers.

Munculnya presiden baru bisa menjadi momentum pembalikan keadaan. Mengapa? Karena, krisis tahun 2008, sebagaimana krisis-krisis sebelumnya, terutama tahun 1930-an, umumnya dipicu oleh hancurnya harga saham di bursa efek.

Di lantai bursa, faktor persepsi sering kali berperan lebih dominan, mengalahkan faktor fundamental perusahaan. Karena itu, upaya pemulihan ekonomi pun harus disertai dengan restorasi keyakinan (confidence) atau kepercayaan (trust) terhadap prospek ekonomi. Dan, hal itu bisa dilakukan secara efektif bila terjadi pergantian para pemimpin, chief executive officer, mulai dari level bawah hingga tertinggi, yakni presiden.

Ingat, krisis perekonomian Indonesia tahun 1998 juga mulai diurai dengan penggantian presiden, yang diawali dengan huru- hara Mei 1998. AS kali ini ”beruntung” bahwa pergantian presiden tidak memerlukan momentum huru-hara karena kebetulan pemilu presiden dijadwalkan 4 November 2008, atau kurang dari dua bulan dari 15 September 2008, saat krisis memasuki fase paling serius.

Karena itu, wajar jika faktor presiden baru menjadi tumpuan harapan datangnya ”perubahan”, yang dalam konteks ekonomi adalah momentum pembalikan krisis.

”Too big to fail”

Tak hanya publik AS, masyarakat seluruh dunia pun antusias terhadap pemilu presiden AS. Alasannya jelas: sekalipun kini tengah dilanda resesi, AS masih tetap berperan sebagai motor penggerak perekonomian dunia. Dengan produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 14 triliun dollar AS serta jumlah penduduk 305 juta orang, yang berarti PDB per kapita sebesar 46.000 dollar AS, kue ekonomi ini masih sangat menjanjikan bagi eksportir mana pun di seluruh dunia.

Seluruh dunia amat berkepentingan agar perekonomian AS sehat dan menyerap produk apa pun dari seluruh dunia. Dewasa ini AS mengalami defisit perdagangan hingga 848 miliar dollar AS, yang bisa menggambarkan betapa besar kue yang dinikmati dan diperebutkan negara-negara lain terhadap pasar raksasa AS. Karena itu, semua negara sesungguhnya memandang AS dengan kaca mata too big to fail.

Artinya, amat disayangkan jika perekonomian AS mengalami kebangkrutan karena hal itu bisa mengancam surplus perdagangan dari sisa dunia (the rest of the world) terhadap AS. Angka 848 miliar dollar AS jelas tidak main- main dan sangat signifikan.

Dengan logika ini, skenario restorasi ekonomi AS bisa mulai dirancang.

Pertama, kehadiran Presiden Obama akan membangkitkan kepercayaan dan kegairahan ekonomi. Hal ini akan terekspresikan dalam penguatan kurs dollar AS dan indeks harga saham di Wall Street.

Meski demikian, rally kurs dollar AS yang berlebihan juga tidak selamanya bermanfaat. Pada titik tertentu, apresiasi dollar AS juga perlu mengalami jeda atau bahkan kembali mengalami depresiasi.

Dengan demikian, taruhlah kurs rupiah sempat terperosok ke Rp 11.000 atau bahkan Rp 12.000 per dollar AS, tetapi itu sifatnya hanya temporer. Obama bukanlah sosok yang bisa mengubah ekonomi AS dalam sekejap (overnight). Ia juga memerlukan waktu panjang untuk melakukan restorasi ekonomi AS. Ketika publik mulai menyadari hal ini, dollar AS pun akan terkoreksi. Dollar AS yang terlampau kuat justru akan merugikan, yang bisa mengancam defisit perdagangan menembus di atas 900 miliar dollar AS.

Kedua, dengan daya pikatnya yang luar biasa, Presiden Obama bisa melakukan persuasi kepada negara-negara lain untuk secara kolektif, bahu-membahu, ”mengeroyok” krisis finansial AS. Karena, jika negara-negara lain tak peduli, krisis di AS akan berpotensi risiko sistemik (systemic risk) atau menimbulkan efek domino bagi negara-negara lain. China, misalnya, akan kehilangan potensi surplus perdagangan 200-an miliar dollar AS dari AS yang selama ini sangat mereka nikmati. Ibaratnya, perekonomian AS sedang sakit parah, maka seluruh dokter paling top di seluruh dunia harus secara kompak mengusahakan pengobatannya.

Tahun 2009, AS harus menerbitkan obligasi pemerintah, baik jangka pendek (T-bills) maupun jangka panjang (T-bonds), untuk mengongkosi skema program bailout (penalangan bank- bank investasi yang bangkrut) melalui lembaga bentukan baru, Troubled-Asset Relief Program (TARP) atau semacam Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Faktor Obama bisa membantu kelancaran penerbitan obligasi ini sehingga mudah dibeli negara- negara pemilik likuiditas besar. Misalnya Timur Tengah, China, Jepang, Zona Euro, Inggris, dan bahkan Rusia, yang perekonomiannya sedang bagus dan menikmati surplus perdagangan 200 miliar dollar AS. Kolektivitas negara-negara besar akan menjadi faktor penentu untuk menghambat dan sekaligus menghentikan eskalasi krisis finansial global.

Manfaat bagi Indonesia

Apakah Indonesia bisa mendapat manfaat dari Presiden Obama? Kemungkinan bisa. Sepuluh tahun silam (1998), ketika Indonesia terbenam di kubangan krisis ekonomi yang dalam, praktis AS kurang serius membantu. Dana Moneter Internasional (IMF), yang boleh dibilang secara tak langsung merupakan ”kepanjangan tangan” AS, ternyata hanya memberikan bantuan likuiditas secara bertahap dan tersendat.

Setiap bulan IMF mencairkan 1 miliar dollar AS. Itu pun dengan syarat ketat Indonesia harus menyusun proposal yang disebut letter of intent (LOI). Jika IMF tidak setuju dengan proposal itu, dana 1 miliar dollar AS batal dicairkan sampai substansinya disetujui.

Akibatnya, penyakit ekonomi Indonesia yang sudah sangat kronis, yang memerlukan suntikan dana setidaknya 30 miliar dollar AS, tak kunjung sembuh. Bagaimana mau sembuh ketika mestinya disuntik 30 miliar dollar AS, kenyataannya cuma diberi obat generik berupa injeksi 1 miliar dollar AS. Penyakit malah semakin kronis dan kritis.

Perlakuan IMF ini sangat berbeda dengan saat AS menangani Meksiko yang terkena krisis tahun 1994-1995. Sebagai tetangga terdekat, AS tampak amat sigap untuk menginjeksi Meksiko dengan dana segar 30 miliar dollar AS sehingga krisis bisa segera dilalui.

Kini, setelah Obama menjadi Presiden AS, cara pandang AS terhadap Indonesia diharapkan berubah. Indonesia, meski ”jauh di mata”, siapa tahu nantinya akan diperlakukan seperti Meksiko, yang selama ini dianggap sebagai ”beranda” AS karena secara geografis memang bertetangga dengan California.

Akhirnya, selamat atas kemenangan Presiden Obama. Semoga ini bisa menjadi momentum yang bermanfaat bagi restorasi ekonomi AS, global, dan tentunya Indonesia.

A Tony Prasetiantono Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM; Chief Economist BNI


AMPUHNYA KEKUATAN INTERNET


OB AMADONATIONS.COM / Kompas Images
Salah satu situs yang menjaring donator lewat internet.
Kamis, 6 November 2008 | 03:00 WIB

Salah satu kekuatan Barack Obama (47) adalah memanfaatkan internet untuk menjaring pendukung dalam kampanye-kampanyenya dan mengumpulkan dana secara ”online”. Barack Obama memiliki situs-situs jejaring sosial yang populer tidak hanya di Amerika Serikat, tetapi juga di banyak negara di dunia, mulai dari Facebook, My Space, Linkedin, You Tube, Friendster, hingga Twitter.

Obama, Senator Illinois ini, mampu mengalahkan Hillary Clinton, Senator New York, saat konvensi Partai Demokrat. Kini dia menang atas John McCain dari Partai Republik dalam pemilihan 4 November. Saat pertarungannya dengan Hillary, Obama mengantongi dana 38 juta dollar AS selama kampanye dan hanya berutang 2 juta dollar AS. Adapun Hillary hanya memperoleh 6 juta dollar AS dan utangnya untuk kampanye membengkak 21 juta dollar AS.

Mengapa? Padahal, Hillary memiliki nama besar dan popularitas. Obama memanfaatkan internet. Obama memperoleh sumbangan dana kampanye lewat online hanya 5 dollar AS per orang, tetapi disumbang oleh jutaan orang.

Hillary masih menggunakan pola lama berkampanye, termasuk mencari dana. Hillary melupakan faktor kunci dalam dunia baru politik di AS, yaitu jejaring sosial. Ibaratnya, Hillary masih menggunakan AOL, Obama sudah memanfaatkan jejaring sosial Facebook. Hillary masih PC, Obama sudah sebuah Mac.

Jejaring sosial

Menguasai komunikasi publik memang salah satu kunci kemenangan. Franklin Delano Roosevelt menggunakan radio dan John F Kennedy memanfaatkan televisi untuk menggapai kemenangan. Kini Barack Obama menggunakan internet sebagai media sosial, menyapa masyarakat akar rumput melalui teknologi komunikasi yang berkembang amat pesat. Cek di Facebook, banyak ditemukan grup pendukung Obama.

Namun, Obama bukan politisi Amerika pertama yang memanfaatkan jejaring sosial untuk menuju kursi kepresidenan. Howard Dean menggunakan Meetup.com saat nominasi Partai Demokrat dalam pemilihan presiden tahun 2004. Dean saat ini berhasil mengumpulkan 27 juta dollar AS melalui online.

Pakar komunikasi Phil Noble, seperti dilansir BBC, menyebutkan, Obama meraih hampir satu miliar dollar AS selama kampanye tahun 2008. Jumlah ini 12 kali lebih banyak dibandingkan dengan perolehan John Kerry, yang juga memperoleh dana kampanye lewat cara yang sama tahun 2004.

Yang pasti, Obama dan tim suksesnya betul-betul memanfaatkan internet sebagai alat menuju kemenangan. Hal ini tidaklah heran karena di AS sebesar 71,9 persen atau 218,3 juta dari 303,8 juta penduduknya menggunakan internet (catatan InternetWorldStats hingga November 2007). Bahkan, internet telah menjadi bagian utama kehidupan politik Amerika.

Sampai akhir Oktober lalu, Obama memiliki lebih dari 1,7 juta sahabat di Facebook, beberapa di antaranya warga negara Indonesia, dan 510.000 teman di MySpace. Sebaliknya, McCain punya 309.000 teman di Facebook dan 88.000 di MySpace. Mengapa jumlah sahabat McCain di jejaring sosial lebih sedikit, ini bisa jadi karena faktor usia. McCain yang berusia 72 tahun kurang diminati penggemar Facebook dan MySpace yang sebagian besar kaum muda.

Di jejaring sosial Twitter, Obama memiliki lebih dari 45.000 pengikut. Semua aktivitasnya diinformasikan melalui jejaring sosial tersebut langsung kepada sahabat-sahabatnya. Jutaan orang di dunia, tidak hanya di Amerika, dapat menyaksikan pidato Obama melalui You Tube. Obama juga memiliki blog pribadi, mengajak pendukungnya berperan serta dalam pengumpulan dana melalui online.

Tidak seperti pesaingnya, McCain, Obama menulis surat elektronik (e-mail) pribadinya dan menciptakan video-video eksklusif untuk pendukung online-nya

Yang juga menarik, video musik Yes We Can yang ditayangkan di You Tube, dengan bintang tamu antara lain Jesse Dylan, Will.i.am, Common, Scarlett Johansson, Tatyana Ali, John Legend, Herbie Hancock, Kate Walsh, Kareem Abdul Jabbar, Adam Rodriguez, Kelly Hu, Amber Valetta, Eric Balfour, Aisha Tyler, Nicole Scherzinger, dan Nick Cannon, dalam dua hari setelah dirilis diklik 698.934 kali.

Phil Noble menyebutkan, dua juta pendukung Obama bertindak sebagai sukarelawan selama masa kampanye, itu kunci penting kemenangan bersejarah ini. Profesor Thomas Patterson dari Universitas Harvard, Inggris, memperkirakan, popularitas Obama dalam jejaring sosial menarik para pemilih muda dan kalangan terdidik Amerika.

Obama dan tim suksesnya telah mengubah cara politisi menarik publik Amerika, termasuk mengumpulkan dana kampanye melalui online. Obama telah memindahkan politik kepresidenan masuk ke abad digital. (Robert Adhi KSP)

Pemilu AS


Begitu Pemilu Ditutup, Pemenang Sudah Muncul
Kamis, 6 November 2008 | 01:15 WIB

Pukul 23.00 waktu Boston atau pukul 11.00 WIB adalah jam pengumuman kemenangan Barack Obama. Sesungguhnya, kemenangan sudah diketahui pukul 20.00 atau saat pemilu ditutup di hampir seluruh wilayah timur Amerika Serikat. Sudah beredar pula hasil penghitungan cepat (quick count) atau exit poll seperti yang dilakukan dalam pilkada di Indonesia.

Bahkan, nama pemenang sudah diketahui lebih dini, yakni pukul 18.00 waktu Boston, setelah beberapa negara bagian merampungkan pemberian suara. Sebagai contoh, dalam jajak pendapat itu disebutkan bahwa Negara Bagian Ohio dimenangi oleh Barack Obama. Juga muncul daftar pemenang di Negara Bagian Indiana, New Hampshire, Florida, Massachusetts, dan Virginia untuk kemenangan Obama.

Ini adalah hasil jajak pendapat yang didapatkan Kompas dari Profesor Dr Gregory Payne, pengajar di Emerson College. Bahkan, ia menyebut Obama akan menang telak dan John McCain tidak bisa menghindari kekalahan. Beberapa jam kemudian terbukti Obama menang.

Sebelum pukul 23.00, kubu McCain sudah berhenti bicara soal Obama. Televisi CNN juga memberitakan bahwa markas kubu McCain di Phoenix, Arizona, sudah bersikap pasrah dan hanya memainkan musik. Di televisi terlihat Cindy McCain mengusap kepala suaminya, John McCain, yang gelisah.

Sebagai daerah yang dinamakan medan pertempuran, McCain sudah mustahil menang setelah Obama meraih kemenangan di Ohio, Florida, dan Pennsylvania seperti hasil dari quick count. Ini adalah tiga negara bagian yang menjadi andalan McCain untuk mengubah peruntungan Obama. Masalahnya, negara bagian lain tidak akan bisa diraih McCain karena secara tradisional menjadi milik Demokrat, seperti Oregon, California, Washington. Kubu McCain juga mustahil mengubah peruntungan di negara bagian di timur laut AS yang milik Obama.

Karena itulah, begitu jajak pendapat di negara bagian yang disebut medan pertempuran itu muncul, berakhirlah nasib McCain, yang kemudian muncul dan menyatakan kalah. (Simon Saragih, dari AS)

McCain: Obama Kini Presiden


Kita Semua Sesama Warga Amerika Serikat

AP PHOTO/JAE C. HONG / Kompas Images
Presiden AS terpilih Barack Obama, istrinya Michelle Obama, serta putrinya, Malia (7) dan Sasha (10), Selasa (4/11) malam, melambaikan tangan ke pendukungnya di Chicago, Illinois
Kamis, 6 November 2008 | 03:00 WIB

Simon saragih

Boston, Kompas - Hanya sekitar 30 menit setelah Barack Obama dinyatakan sebagai pemenang, Senator John McCain langsung memberi pidato pengakuan kalah. McCain sekaligus memberi ucapan selamat kepada Barack Obama yang dia sebut sebagai saingannya, tetapi kini telah menjadi presidennya.

”Terima kasih telah datang di sore hari yang indah di Arizona ini. Kita sudah mengakhiri pertarungan panjang. Amerika sudah berbicara dan nada bicara mereka sudah jelas. Beberapa saat lalu, saya merasa terhormat untuk memberi ucapan selamat kepada Obama,” kata McCain di depan pendukungnya di Phoenix, Arizona, Selasa (4/11). Dia didampingi istrinya, Cindy McCain, serta Gubernur Alaska Sarah Palin dan suaminya, Todd.

Mendadak suara protes muncul dari pendukung yang mengeluarkan suara menggerutu setelah mendengar McCain memberi ucapan selamat kepada Obama. McCain memohon agar pendukungnya tenang. ”Saya memberi ucapan selamat kepadanya karena telah dipilih menjadi Presiden AS, negara yang kami berdua cintai,” ujar McCain

”Dalam kontes yang lama dan sulit ini, suksesnya itu membuat saya harus memberi salut kepadanya dan juga daya tahannya. Dia meraih itu karena memberi inspirasi dan harapan bagi rakyat AS, sesuatu yang pernah diragukan akan berdampak besar pada pemilu ini. Ini adalah sesuatu yang saya kagumi dan saluti,” kata McCain.

Menurut McCain, pemilu kali ini adalah pemilu historis dan disadari dampaknya bagi keturunan Afrika Amerika. Kebanggaan khusus sudah pasti akan menjadi milik mereka.

”Saya selalu percaya bahwa Amerika memberi kesempatan kepada kita semua untuk diraih. Senator Obama juga percaya itu. Namun, kita berdua mengakui bahwa meski kita bisa melewati ketidakadilan pada masa lampau, yang pernah mencoreng reputasi negara kita, kita harus mengakui bahwa sejumlah warga Amerika pernah terhalang untuk mendapatkan hak penuh sebagai warga. Kenangan soal itu masih punya kekuatan untuk menorehkan luka,” kata McCain.

McCain (72) juga menyinggung kejadian satu abad lalu saat Presiden Theodore Roosevelt mengundang Booker T Washington, seorang tokoh kulit hitam, untuk bersantap di Gedung Putih telah membuat marah beberapa pihak. Menurut McCain, Amerika sekarang adalah tempat di mana kekejaman masa lalu sudah pudar. Ini tidak pelak lagi telah dibuktikan dengan terpilihnya seorang keturunan Afrika Amerika sebagai Presiden AS.

McCain juga memuji Obama dan ikut merasakan kepedihan Senator Illinois itu atas meninggalnya Madelyn Dunham, nenek Obama dari pihak ibu. ”Senator Obama telah meraih hal terbesar bagi dirinya dan juga bagi negara. Saya memujinya untuk itu dan saya menawarkan simpati setulusnya bahwa neneknya tidak bisa melihatnya hari ini,” kata McCain soal nenek Obama yang meninggal hari Minggu (2/11) lalu.

Semua warga AS

McCain mengaku, dia dan Obama memiliki perbedaan, tetapi ternyata dia menang. Tidak diragukan lagi, perbedaan itu akan tetap ada. Kini Amerika dalam keadaan sulit. ”Tetapi, saya menawarkan kepadanya segala kemampuan saya membantu dia memimpin kita menghadapi tantangan besar yang ada. Saya meminta semua warga pendukung saya untuk bergabung dengan saya, tidak saja memberi ucapan selamat, tetapi juga menawarkan presiden kita berikutnya keinginan tulus untuk menemukan jalan bersama, mencari kompromi demi menjembatani perbedaan besar kita dan membantu pemulihan kemakmuran kita dan cucu kita,” kata McCain.

Dikatakan, ”Apa pun perbedaan yang ada, kita tetap sesama warga Amerika”. Diakui McCain, secara alamiah dia kecewa. ”Namun, besok hari kita harus beranjak dan bekerja sama menggerakkan negara kita. Kita berjuang keras sebisa mungkin. Dan, walau kita merasakan ada kekurangan, ini adalah kegagalan saya, bukan kegagalan Anda,” kata McCain. Pendukung McCain menyambutnya dengan teriakan, ”Tidak….”

”Saya sangat bersyukur kepada Anda atas dukungan yang Anda lakukan kepada saya. Saya ingin agar hasil pemilu tidak seperti ini, wahai sahabatku,” kata McCain yang dijawab pendukungnya dengan teriakan bahwa mereka juga tak menginginkan hasil ini.

”Sejak awal jalan begitu sulit, tetapi dukungan dan persahabatan Anda tak ada pernah pudar. Saya tak bisa mengutarakan betapa saya berutang budi kepada Anda. Saya berterima kasih kepada istri saya, Cindy, anak-anak saya, ibu saya, dan keluarga saya, rekan-rekan yang mendampingi saya dalam suasana kampanye yang kadang menggembirakan sekaligus mengecewakan. Saya adalah orang yang selalu beruntung dan ini tidak akan terjadi tanpa cinta dan semangat Anda semua kepada saya.”