Minggu, 02 November 2008

Agama Pemilih Bukan Lagi Penentu Utama


Sabtu, 1 November 2008 | 03:00 WIB

Sejarah pemilu AS selalu mencatat pengaruh penganut agama dan pilihannya terhadap calon presiden. Namun, kini sejarah itu diperkirakan akan berubah. Tidak ada alasan paling kuat bagi pemilih selain menanti tawaran terbaik dari para kandidat presiden soal jalan keluar dari krisis keuangan hebat yang melanda seluruh negeri.

Agama sangat berpengaruh dalam masyarakat AS, di mana delapan dari 10 warganya menyatakan masih percaya pada Tuhan. Hasil jajak pendapat Pusat Penelitian Pew pada musim panas tahun ini menunjukkan bahwa peta pilihan kelompok penganut agama-agama di AS pada pemilu tahun ini masih sama dengan Pemilu 2004. Kala itu, suara kaum Evangelis sangat membantu Presiden George W Bush terpilih untuk yang kedua kalinya.

Namun, kini peta itu berubah. Masalah ekonomi tampaknya lebih menarik perhatian, termasuk dibandingkan dengan persoalan terkait moral yang selama ini memengaruhi suara di kalangan penganut keagamaan di AS. Dengan kata lain, agama pemilih di AS tidak akan terlalu menentukan hasil Pemilu AS atau minimal untuk sekadar memproyeksikan calon pemenang pada pemilu presiden pada 4 November nanti.

Direktur Institute Ray C Bliss dan peneliti senior di Forum Pew di bidang agama dan masyarakat umum, John Green, menyatakan, perhatian semua kelompok religius lebih mengarah pada persoalan ekonomi. Apalagi, kini tak seorang pun dari dua kandidat presiden AS, John McCain dari Partai Republik dan Barack Obama dari Partai Demokrat, sungguh fokus pada masalah-masalah sosial yang biasanya membuat pandangan warga AS terbelah, yakni aborsi, pendidikan sosial, serta perkawinan sesama jenis, terutama kaum gay.

Meskipun demikian, toh sejumlah proyeksi terkait pilihan penganut keagamaan di AS terhadap calon presiden negeri itu tetap dilakukan. Penganut Protestan tetap merupakan mayoritas di AS saat ini, dengan pembagian sekitar 51,3 persen dari lebih dari 305 juta penduduk AS, atau 26,3 persen dari warga usia dewasa menyebut mereka kaum Evangelis, 18,1 persen mengaku sebagai penganut Protestan ”klasik”, serta 6,9 persen termasuk dalam gereja-gereja Protestan kaum kulit hitam.

Suara mengambang

Sementara itu, penganut Katolik, yang diperkirakan jumlahnya 23,9 persen di AS, terus tumbuh dalam jumlah seiring terus bertambahnya jumlah imigran asal Amerika Latin di AS. Sementara penganut Yahudi, yang jumlahnya sekitar 1,7 persen dari total populasi, diperkirakan jumlahnya setara dengan penganut Mormon.

Penganut Evangelis, yang berpegang teguh pada Injil, bersama kaum Mennonite dan Pantekosta, sepakat memberikan suaranya kepada Presiden Bush pada Pemilu 2004. Sekitar 78 persen penganut Evangelis kaum putih memilih Bush. Pemilihan Sarah Palin yang terkenal sangat konservatif sebagai pendamping McCain berpotensi mendongkrak perolehan suara pasangan calon dari Partai Republik itu.

Menurut jajak pendapat, sejak Palin dipilih pada awal September, 48 persen kaum Evangelis menyatakan akan memilih McCain. Dibandingkan dengan sebelum pemilihan Palin, suara kaum Evangelis tidak lebih dari 24 persen. Pada akhir September, menurut jajak pendapat Pew, 69 persen penganut Evangelis kulit putih telah siap memilih McCain. Sementara yang menyatakan pilihannya untuk Obama hanya sekitar 21 persen.

Opini terhadap pilihan antara McCain dan Obama lebih beragam terdapat pada penganut Protestan klasik. Suara mereka terbelah pada dua figur itu, melebihi kondisi yang ada pada pemilu tahun 2000 dan 2004. Ini terutama karena fakta bahwa Obama mengaku menjadi salah satu penganut Protestan klasik.

Jajak pendapat pada akhir September menunjukkan, 44 persen penganut Protestan klasik akan memilih McCain, sementara 43 persen memilih Obama. Namun, faktor Obama yang adalah calon presiden AS kulit hitam pertama dalam sejarah yang dinominasikan oleh salah satu partai besar jelas telah menarik dukungan tak kurang dari 96 persen penganut Protestan kulit hitam.

Kelompok agama yang dapat mengejutkan adalah penganut Katolik, yang sering dideskripsikan sebagai pemilih mengambang.

”Benar sekali jika penganut Katolik memegang peranan krusial dalam pemilihan presiden AS, terutama dalam dua pemilu terakhir. Sebab, mereka membagi suaranya pada sejumlah partai, bahkan memindahkan pilihannya pada satu partai ke partai yang lain,” kata Green.

Dalam sejumlah jajak pendapat, kaum Katolik tampaknya lebih memilih McCain, terutama di kalangan penganut Katolik moderat. Namun, survei menunjukkan bahwa Obama ternyata pun menarik perhatian para penganut Katolik, khususnya dari kaum Hispanik.

Akhir September lalu, merujuk pada hasil jajak pendapat Pew, kaum Katolik lebih banyak memilih McCain (52 persen) daripada Obama (39 persen).

Laporan Center for Aplied Research in Apostolate Universitas Georgetown di Washington, 4 dari 10 kaum Katolik di AS tinggal di New York, California, dan Texas. Sebagaimana terlihat, New York dan California adalah basis Demokrat, sementara Texas condong ke Republik.

Kaum Katolik konservatif diperkirakan akan sejalan dengan kaum Evangelis dalam sejumlah isu, seperti aborsi. Namun, kaum Katolik liberal tampaknya juga mendukung Partai Demokrat, khususnya pada sejumlah isu ekonomi yang diangkat.

Sementara itu, kaum Yahudi, yang secara tradisional mendukung Partai Demokrat, lebih memilih bersikap skeptis atas pemilu AS, tetapi tetap menaruh hormat untuk Obama.(Benny Dwi Koestanto)

Tidak ada komentar: