Sabtu, 08 November 2008

Fenomena Politik



OBAMA SETELAH KONVENSI DEMOKRAT
Sabtu, 8 November 2008 | 01:45 WIB

Simon Saragih

Bagaimana kisah Obama hingga ia terkenal dan bahkan kemudian ia disebutkan sebagai tokoh fenomenal. John S Jackson dari Southern Illinois University, Carbondale, Illinois, melukiskannya dalam makalah berjudul ”The Making Of A Senator: Barack Obama and the 2004 Illinois Senate Race” pada Agustus 2006.

Ia menyebutkan, dalam pemilihan Senat AS tahun 2004 di Illinois, Obama sudah menjadi bagian dari sejarah penting politik AS. Proses pemilihan Senat di Illinois itu sendiri sudah menjadi tonggak penting karier politik Obama.

Proses pemilihan senat di Illinois ini disetarakan oleh Jackson seperti mengulang fenomena pemilihan Senat Illinois yang pernah terjadi tahun 1858 ketika Stephen Douglas mengalahkan Abraham Lincoln. Obama pun sempat kalah pada pemilu senat sebelumnya di Illinois.

Pemilihan di senat itu menjadi bagian dari karier politik bagi siapa saja menuju kepemimpinan nasional.

Walau Lincoln kalah dalam pemilihan sebagai Senat, pidato-pidato Lincoln serta debat-debat yang dia ajukan pada Douglas membuatnya menjadi politisi kondang hingga tingkat nasional. Lincoln mempertanyakan perbudakan dan masa depan persatuan. Lincoln dari Partai Republik tak pelak lagi menjadi perhatian nasional.

Pada pemilihan Senat tahun 1860, Lincoln menjadi kandidat terdepan Partai Republik. Kekalahan dari Douglas tak menenggelamkan pamor Lincoln, yang kemudian menjadi presiden.

Di zaman modern, Obama seperti mengulangi fenomena Lincoln itu. Obama bukan satu-satunya senator, dan bahkan ia tergolong baru. Namun, Obama kemudian menjadi seorang pembicara, yang pidatonya dinantikan.

Pidatonya melampaui horizon sebagai seorang senator yang baru terpilih pertama kali. Di zaman modern ini Obama adalah pria kulit hitam pertama yang terpilih sebagai senator AS, yang mewakili negara bagian, sejak Edward Brooke (Republik) terpilih sebagai senator AS mewakili Negara Bagian Massachusetts tahun 1966.

Di tingkat Negara Bagian Illinois, ia adalah warga Amerika Afrika yang kedua terpilih sebagai senator setelah Senator Carol Moseley Braun (terpilih tahun 1992).

Baru ada lima kulit hitam yang menjadi senator di AS, tingkat negara bagian ataupun nasional, mereka adalah Hiram Rhodes Revels (1870-1871), Blanche Bruce (1875-1881), Brooke (1967-1979), Braun, dan Obama.

Obama adalah salah satu dari senator keturunan Afrika yang paling populer dalam sejarah AS. Namun, fenomena Obama bukan saja karena ia politisi Amerika Afrika. Lebih dari itu dan ia menjadi figur politik kaliber nasional karena kemampuan pribadinya.

Talenta ini terpatri ketika ia berpidato pada Konvensi Nasional Partai Demokrat di Boston pada Juli 2004.

Berikut petikan pidato Obama yang disampaikan untuk mengantar John F Kerry sebagai capres Demokrat pada pemilu 2004.

”Mewakili Negara Bagian Illinois yang besar, perlintasan negara, tanah kelahiran Lincoln, izinkan saya menyatakan rasa terhormat karena diberi kesempatan berbicara pada konvensi ini. Malam ini adalah kehormatan khusus bagi saya, mari bicara terus terang. Kehadiran saya di panggung ini sesuatu yang hampir mustahil. Ayah saya adalah mahasiswa asing, yang lahir dan tumbuh di sebuah desa kecil di Kenya. Ia tumbuh sebagai peternak kambing, pergi ke sekolah tanpa alas kaki. Ayahnya (kakek saya) adalah seorang pemasak, pembantu di sebuah keluarga misionaris.

”Namun, kakek saya menaruh impian lebih besar pada putranya. Dengan kerja keras dan ketekunan, ayah saya dapat beasiswa untuk belajar di tanah impian, Amerika Serikat, lahan kebebasan dan kesempatan bagi banyak orang yang tak pernah terjadi sebelumnya. Saat belajar di sini, ayah bertemu ibu saya. Ibu lahir di sebuah kota di sebuah sudut dunia, di Kansas.

”Kakek saya dari pihak ibu bekerja di perusahaan minyak dan pertanian saat depresi ekonomi besar AS. Setelah serangan Pearl Harbor, ia maju berperang, bergabung dengan tentara dan berpetualang hingga Eropa. Di kampung, nenek saya dari pihak ibu mengurus bayi dan bekerja di perusahaan perakit bom. Setelah perang, mereka mempelajari GI Bill, dan membeli rumah lewat FHA, dan pindah ke Barat meraih kesempatan.

”Mereka juga punya impian besar pada putrinya, sebuah impian yang lazim, awal dari lahirnya dua benua. Orangtua saya berbagi tidak saja sebuah cinta yang terlarang, mereka juga berbagi dua aliran kepercayaan yang dimungkinkan terjadi di negara ini. Mereka memberi saya nama Afrika, Barack atau ’teberkati’, karena mereka percaya bahwa di bumi Amerika yang toleran, nama bukan hambatan menuju sukses. Mereka membayangkan saya belajar di sekolah terbaik, meski mereka tidak kaya, karena di bumi Amerika yang murah hati, Anda tak perlu menjadi kaya untuk meraih impian. Mereka sudah tidak ada. Namun, saya tahu, pada malam ini, mereka bangga menyaksikan saya.

”Di sini saya berdiri sembari bersyukur pada latar belakang saya yang diwarnai keanekaragaman, dan saya juga sadar bahwa mimpi-mimpi orangtua saya kini diharapkan akan terjadi pada dua putri tercinta saya. Saya berdiri di sini sembari menyadari bahwa kisah hidup saya merupakan bagian dari kisah besar Amerika, dan saya berutang budi pada mereka semua yang pernah singgah dalam kehidupan saya, dan juga pada kenyataan bahwa tak ada negara di bumi ini, di mana kisah hidup saya bisa eksis, kecuali AS.

”Malam ini, kita berkumpul untuk menegaskan kebesaran negara kita, bukan saja karena gedung-gedung pencakar langit, atau kekuatan militer, atau besaran ekonomi. Kebanggaan kita berpijak pada premis sederhana, tercipta dua ratus tahun lalu, bahwa semua pria lahir dengan kesempatan setara. Kita memegang keyakinan ini … di antaranya adalah kehidupan, kemerdekaan dan pengejaran kebahagiaan.

”Ini sungguh sebuah Amerika yang genius, dengan sebuah keyakinan dalam mimpi-mimpi sederhana warganya, dan percaya pada keajaiban-keajaiban kecil. Kita harus bisa membuat anak-anak kita aman di malam hari dan sadar bahwa mereka memiliki cukup makanan, pakaian, dan bebas dari ancaman. Di negara ini kita bisa mengutarakan apa yang kita pikirkan, menulis apa yang kita mau, tanpa khawatir pintu kita digedor-gedor.

”Di AS, kita bisa memiliki ide dan memulai bisnis tanpa harus menyuap atau menyewa pengawal. Bahwa kita bisa berpartisipasi dalam proses politik tanpa takut harus membalas budi dan bahwa suara yang memilih kita benar-benar dihitung.

”Tahun ini, pada pemilu, kita diminta menegaskan kembali nilai-nilai dan komitmen kita, memegangnya teguh … demi masa depan generasi kita. Rekan-rekan kita, Demokrat, Republik, independen, saya berpesan kepada Anda, kita masih harus bekerja keras. Banyak yang harus dikerjakan bagi para pekerja kita….”

Itulah salah satu masa paling memukau bagi Obama. Pidato dipuji banyak kalangan. Sejak itu dia tampil di mana-mana dan mendorongnya menjadi calon presiden AS 2008. Dan, dia berhasil.

Tidak ada komentar: