tag:blogger.com,1999:blog-89957440919775410292024-03-13T07:48:58.892+07:00Pilpres USA 2008Obama Vs Mc CainUnknownnoreply@blogger.comBlogger77125tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-55069749382939907492009-01-24T15:18:00.000+07:002009-01-24T15:19:05.576+07:00Reuni Keluarga Obama di Tilden Street<div id="judulartikelcetak"><br /></div> <div class="txtartikelcetak"> <!--zoom image--> <script language="javascript"> function Big(me) { me.width *= 1.700; me.height *= 1.700; } function Small(me) { me.width /= 1.700; me.height /= 1.700; } </script> <div id="boximartikelcetak1"> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" height="200" width="300"> <tbody><tr> <td> <img src="http://www.kompas.com/data//photo/2009/01/24/3167404p.jpg" onmouseover="Big(this);" onmouseout="Small(this);" height="224" width="300" /> </td> </tr> <tr align="left"> <td> <span class="txfotocetak"> Kompas/Budiarto Shambazy / <a href="http://www.kompasimages.com/" target="_blank">Kompas Images</a> <br />Adik Presiden Barack Obama dari satu ibu, tetapi lain ayah, Maya Soetoro Ng (keempat dari kiri), dan warga Indonesia melakukan reuni di Washington, Kamis (22/1). </span> </td> </tr> </tbody></table> </div> <span class="tglct">Sabtu, 24 Januari 2009 | 01:42 WIB</span> <div id="article_body"><p align="center">Oleh <strong>Budiarto Shambazy</strong></p><p>Rangkaian acara inaugurasi 18-21 Januari amat berarti bagi keluarga besar Lolo Soetoro, lelaki Indonesia yang menikahi Stanley Ann Dunham, ibu kandung Presiden Barack H Obama Junior. Lolo—yang tutup usia tahun 1987—adalah putra ke-9 pasangan Soewarno Martodihardjo-Djoeminah yang dianugerahi sepuluh anak.</p><p>Lolo yang lajang berjumpa dengan Dunham, yang akrab dipanggil ”Tante Ann”, di University of Hawaii, Honolulu, AS. Mereka berdua penerima beasiswa universitas yang berlokasi di bukit Manoa yang hijau. Kala itu, Tante Ann adalah seorang janda yang bersama orangtuanya merawat Obama Jr yang masih balita.</p><p>Tante Ann dan Obama Jr ditelantarkan Barack Hussein Obama Senior, lelaki Kenya yang sepanjang hidupnya menikahi empat perempuan. Setelah menikahi resmi Tante Ann, Obama Senior yang juga penerima beasiswa University of Hawaii melanjutkan studi S-3 ke Harvard University.</p><p>Lolo-Tante Ann yang menikah di Honolulu lalu membawa Obama Jr pindah ke Jakarta pada medio 1960-an. Ketika itu, Lolo, lulusan Fakultas Geografi UGM, bekerja sebagai pegawai negeri di Dinas Topografi Angkatan Darat. Adapun Tante Ann melakukan penelitian tentang pemberdayaan ekonomi perempuan miskin di Jawa Tengah.</p><p>Kondisi ekonomi mereka membaik saat Lolo pindah bekerja sebagai vice president di perusahaan minyak AS, Union Oil. Namun, justru saat itulah terjadi perceraian. Maya, yang kelahiran 1971, tahun 1985 dipindahkan ibunya ke Honolulu untuk menetap bersama Obama Jr di bawah asuhan kakek-nenek.</p><p>Entah kapan Obama Jr terakhir kali berkunjung ke Indonesia, sementara Maya tahun 2002. Di Jakarta, Maya selalu menginap di rumah salah seorang pamannya, Trisulo, yang pensiunan Pertamina, yang tinggal di wilayah Menteng. Trisulo, yang kini berusia 81 tahun, suami dari almarhumah Soewardinah yang adalah kakak Lolo.</p><p>Maya saat kecil akrab dengan dua sepupu perempuannya, Yana Trisulo dan Ami Arnscheidt, karena mereka nyaris seusia. Sayang, Yana tak bisa ikut reuni ke Washington DC bertepatan dengan inaugurasi Presiden Obama karena tak bisa meninggalkan ayahnya yang membutuhkan perawatan khusus.</p><p>Tiga sepupu langsung yang memenuhi undangan Maya reuni keluarga di Washington adalah Ami bersama kakaknya, Haryo Soetendro, dan kakak Yana, Sonny Trisulo. Ami menikah dengan orang Jerman dan menetap di Portstewart, Irlandia Utara, Inggris. Ia membawa pula putranya, Constantine Arnscheidt (13).</p><p>Sonny datang dengan istrinya, Lisa Trisulo, dan tiga anak mereka: Cinta (24), Radit (22), dan Keanu (12). Sementara Yana diwakili oleh suaminya, Muhammad Satriawan Tambunan. Reuni yang melibatkan sembilan keluarga besar Soetoro itu berlangsung di Wisma Indonesia di Tilden Street, Washington DC, dengan tuan rumah Duta Besar RI untuk AS Sudjadnan Parnohadiningrat bersama istrinya, Ibu Nunung.</p><p>Maya datang bersama suaminya, Konrad Ng, warga Kanada keturunan China asal Malaysia dan putri mereka Suleiha. Kedua orangtua Konrad tampak bahagia menikmati reuni ini lengkap dengan makan siang aneka masakan Indonesia.</p><p>Bertemu Maya dan keluarganya tak ubahnya bertemu sesama orang Melayu. Maya masih fasih berbahasa Indonesia dan sesekali menyebut istilah dalam bahasa Jawa karena sering bolak-balik Jakarta-Yogyakarta saat masih kecil. Dan, tentu saja ia juga sering nyeletuk dalam dialek anak Betawi.</p><p>Suara Maya dan Presiden Obama sama-sama berjenis bariton. Mereka juga mewarisi tinggi dan tulang besar ibunya. ”Banyak sekali! Saya 14 tahun di Indonesia,” ujar Maya saat ditanyai apa saja yang ia ingat tentang Indonesia.</p><p>Sebagai pasangan guru (Maya pernah berencana ingin mendirikan sekolah di Indonesia), sosok Maya dan Konrad lebih tampak sebagai pendidik yang terbiasa mengayomi orang.</p><p>Maya kini berperan lebih kurang sebagai ”duta besar” tak resmi yang bertekat membantu kepemimpinan Presiden Obama yang mau merangkul tiap bangsa, golongan, etnis, dan agama di dunia. Ia banyak berbicara soal prinsip-prinsip universalitas yang ingin dipraktikkan kakaknya. Kini di keluarga Presiden Obama dan Maya mengalir darah Kenya, AS, Indonesia, dan China.</p><p>Setelah selama tujuh tahun tak bersua, selama sekitar empat jam 11 anggota keluarga besar Soetoro dari dua generasi bercengkerama, bernostalgia. Selama ini hubungan antarmereka hanya melalui SMS, telepon, dan surat elektronik saja.</p><p>Reuni di Tilden Street akan menjadi ritual rutin karena Maya dan keluarga sebentar lagi pindah ke Washington DC karena Konrad akan diberikan tugas oleh Presiden Obama. Kita tunggu saja.(Budiarto Shambazy, <em>dari Washington DC</em>)</p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-28155841593255391842008-12-08T21:19:00.000+07:002008-12-08T21:21:17.731+07:00Pengaruh Kata-kata Obama dalam Menyedot Dana Kampanye<div class="judulisiberita" style="margin: 5px 0px; text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="width: 300px; float: left; margin-right: 10px; text-align: justify;"> <div style="padding: 0px 0px 5px; width: 298px;"> <div id="loadarea" style="margin-bottom: 5px; width: 298px;"><img src="http://www.kompas.com/data/photo/2008/12/06/002259p.jpg" border="0" width="298" /> </div><br /></div> <!--- video --> <div id="boxpoto" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102);"><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/06/00191847/pengaruh.kata-kata.obama.dalam.menyedot.dana.kampanye" style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-decoration: none;" target="_blank">/</a></div> <div id="boxterkait" style="width: 300px; background-color: rgb(255, 255, 255); margin-bottom: 20px;"> <br /></div> <div style="padding: 0pt;"> </div> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="tanggal">Sabtu, 6 Desember 2008 | 00:19 WIB</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" id="article_body"> <p><strong>Kampanye</strong> kepresidenan Barack Obama telah mengumpulkan dana 104 juta dollar AS dalam waktu beberapa pekan menjelang pemilihan presiden AS. Dana yang terkumpul ini merupakan rekor tertinggi yang tercatat dalam sejarah pengumpulan dana kampanye di AS.</p><p>Obama total telah mengumpulkan hampir 750 juta dollar AS selama perjalanannya menuju tampuk kekuasaan tertinggi di Gedung Putih. Pengeluaran Obama dalam waktu 8 pekan sebelum berlangsung pemilu telah melampaui pengeluaran mantan rivalnya dari partai Republik John McCain. Laporan ini dikeluarkan oleh Komisi Pemilu Federal AS berdasarkan tinjauan selama 15 Oktober hingga 24 November.</p><p>Kubu kampanye Obama menjelaskan lebih dari 1 juta kontributor berpartisipasi dalam donasi selama periode tersebut. Lebih dari separuh kontributor tercatat untuk pertama kali terlibat donasi.</p><p>Selama masa kampanye, lebih dari 3,95 juta kontributor terlibat dalam donasi untuk presiden terpilih AS tersebut. Pengumpulan dana yang diraih oleh kubu Obama tercatat lebih besar yang dicapai nomine 2 partai besar peserta pemilu 4 tahun lalu.</p><p>George W. Bush dan John Kerry mengumpulkan total 653 juta dollar AS pada pemilihan pendahuluan dan kampanye pemilu 2004, termasuk dana pembiayaan publik federal. Pengumpulan dana kampanye akhir menekankan betapa pentingnya strategi kandidat yang digunakan oleh Obama dan McCain untuk mendanai kampanye pemilu mereka.</p><p>McCain menerima dana 84 juta dollar AS dari dana pembayar pajak yang diraihnya lewat sistem pendanaan publik. Sementara Obama bertaruh dalam mengumpulkan dana lebih besar dari uang pribadi.</p><p>Pada kurun 15 Oktober hingga 24 November, McCain menghabiskan 26 juta dollar AS sementara Obama menggunakan dananya hingga 136 juta dollar AS. Saat dana pengeluaran McCain dibatasi hingga 84 juta dollar AS mulai dari bulan September, Obama menghabiskan dana hingga 315 juta dollar AS pada periode yang sama.</p><p>McCain berusaha memperkecil kesenjangan pengeluaran dana dengan bantuan dari Partai Republik yang memompa dana hingga jutaan dollar AS untuk mempromosikan pencalonan mantan pilot angkatan laut AS ini sebagai presiden. Partai Republik telah menghabiskan dana 53 juta dollar AS untuk iklan independen yang ditargetkan terhadap Obama.</p><p>Obama mengakhiri kampanyenya dengan dana yang bersisa hampir 30 juta dollar AS. Obama tercatat masih mempunyai utang pada masa kampanye senilai hampir 600.000 dollar AS.</p><p>Kelihaian Obama dalam memikat hati pendonor merupakan keunggulan karakteristiknya yang menentukan pada masa kampanye. "Obama berhasil membujuk sejumlah besar orang untuk menyampaikan donasi lebih dari sekali," jelas Michael Malbin, direktur eksekutif Campaign Finance Institute.</p><p>Hasil studi yang dikeluarkan oleh institut nonpartisan itu menyebutkan Obama telah mengumpulkan sekitar 26 persen dari total donasi untuk kampanyenya dari pendonor yang menyumbangkan kurang dari 200 dollar AS. Seperti pada kampanye lainnya, Obama bergantung pada pengumpulan dana dari sejumlah pendonor besar, yaitu mereka yang menyumbangkan dana hingga 1.000 dollar AS atau lebih.</p><p>Secara terpisah, para pendonor Obama diminta untuk memberikan donasi ke Hillary Rodham Clinton saat mantan rival Obama itu mengurangi utang kampanyenya sebelum ditunjuk sebagai menteri luar negeri dan peraturan etika federal membatasi pengumpulan dana kampanye istri Bill Clinton ini. Pada awal November, utang Hillary untuk membiayai upaya yang gagal menjadi presiden AS mencapai 7,5 juta dollar AS.</p></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-6290330211902447212008-11-19T05:57:00.000+07:002008-11-19T05:58:15.890+07:00Tim Obama Selidiki Catatan Keuangan Clinton<div class="judulisiberita" style="margin: 5px 0px;"><br /><br /></div> <div style="width: 300px; float: left; margin-right: 10px;"> <div style="padding: 0px 0px 5px; width: 298px;"> <div id="loadarea" style="margin-bottom: 5px; width: 298px;"><img src="http://www.kompas.com/data/photo/2008/11/18/162326p.jpg" border="0" width="298" /> </div> <div id="boxpoto" style="margin-bottom: 0px; text-align: right; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102);"><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/18/09455152/tim.obama.selidiki.catatan.keuangan.clinton........#" style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-decoration: none;">GETTY IMAGES</a></div> <div id="boxtitle" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 11px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(51, 51, 51);">Hillary dan suaminya, Bill Clinton.</div> </div> <!--- video --> <script type="text/javascript" src="http://tv.kompas.com/video/swfobject.js"></script><div id="player"><embed type="application/x-shockwave-flash" src="http://tv.kompas.com/video/mediaplayer.swf" style="" id="mpl" name="mpl" quality="high" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" flashvars="height=225&width=298&file=rtmp://stream.kompas-tv.com:443/default/&image=http://tv.kompas.com/images/stories/081022_l_internasional.jpg&id=081022_l_internasional" width="298" height="225"></embed></div><script type="text/javascript">var so = new SWFObject('http://tv.kompas.com/video/mediaplayer.swf','mpl','298','225','8');so.addParam('allowscriptaccess','always');so.addParam('allowfullscreen','true');so.addVariable('height','225');so.addVariable('width','298');so.addVariable('file','rtmp://stream.kompas-tv.com:443/default/');so.addVariable('image','http://tv.kompas.com/images/stories/081022_l_internasional.jpg');so.addVariable('id','081022_l_internasional');so.write('player');</script><div id="boxpoto" style="margin-bottom: 0px; text-align: right; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102);"><a href="http://www.kompas-tv.com/content/view/7069/2" style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-decoration: none;" target="_blank">Apa Kabar Hillary?/KompasTV</a></div> <div id="boxterkait" style="width: 300px; background-color: rgb(255, 255, 255); margin-bottom: 20px;"> <b class="judulnolead">Artikel Terkait:</b> <ul id="navlist"><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/17/01053929/tokoh.republik.dukung.hillary.jadi.menlu">Tokoh Republik Dukung Hillary Jadi Menlu</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/14/14235679/hillary.masuk.bursa.menlu.obama">Hillary Masuk Bursa Menlu Obama</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/15/03293888/minat.hillary.jadi.presiden.as.semakin.surut">Minat Hillary Jadi Presiden AS Semakin Surut</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/05/09253455/hillary.mccain.hanya.pengekor.bush">Hillary: McCain Hanya Pengekor Bush</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/24/05120721/hillary.tak.ragukan.obama.sebagai.presiden.as">Hillary Tak Ragukan Obama sebagai Presiden AS</a></li></ul> </div> <div style="padding: 0pt;"> </div> <div style="border-top: 1px solid rgb(238, 238, 238); border-bottom: 1px solid rgb(238, 238, 238); padding: 10px 0pt; margin-bottom: 20px; height: 25px;"> <div class="artikelkiriman"> <a href="http://www.surya.co.id/" target="_blank"> <img src="http://www.kompas.com/data/photo/logo/logo_surya.gif" border="0" /> </a> </div> </div> </div> <div class="tanggal">Selasa, 18 November 2008 | 09:45 WIB</div> <p><b>WASHINGTON,SELASA — </b>Para penasihat Presiden AS terpilih Barack Obama mulai mempelajari catatan keuangan dan aktivitas mantan Presiden Bill Clinton. Ini dilakukan terkait prospek istrinya, Hillary Clinton, untuk menduduki posisi menteri luar negeri pada kabinet Obama.</p><p>Sebuah tim pengacara mempelajari organisasi filantropis Clinton, interaksinya dengan pemerintah asing, dan hubungannya dengan perusahaan farmasi, ungkap sumber Partai Demokrat yang dekat dengan Hillary dan Obama.<br /><br />Selama ini Clinton diketahui menggunakan yayasannya dalam upaya memerangi AIDS, kemiskinan, dan perubahan iklim di seluruh dunia. Namun, mantan presiden itu juga menerima honor saat menjadi pembicara atau sumbangan dari pejabat atau pebisnis luar negeri yang punya kepentingan dengan kebijakan Pemerintah AS.<br /><br />Para penasihat Obama kini tengah mendiskusikan yang perlu dilakukan Clinton untuk menghindari konflik kepentingan dengan tugas-tugas Hillary sebagai menlu AS. Hillary dikabarkan sangat tertarik untuk menduduki posisi itu.</p><p>“Itu hambatan pertama dan terpenting. (Bill Clinton) melakukan aktivitas berguna dan tidak ada yang ingin menghentikannya. Namun, harus ada batasan untuk menghindari konflik kepentingan,” beber seorang penasihat senior Obama.</p><p>Dalam sebuah konferensi di Kuwait, Bill Clinton secara terbuka mengakui kemungkinan dipilihnya Hillary sebagai menlu AS. “Jika dia (Obama) memutuskan memilihnya (Hillary), saya rasa Hillary akan menjadi menlu yang hebat. Dia bekerja keras untuk Obama selama masa kampanye dan kami senang Obama menang,” kata Clinton.<br /><br />Obama dan Hillary bertemu pada Kamis pekan lalu. Namun, keduanya menutup mulut rapat-rapat soal isi pembicaraan. Hal itu makin menunjukkan keseriusan dan besarnya peluang Obama memilih Hillary. <b>nytimes/kis</b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-67164051499447178812008-11-19T05:44:00.000+07:002008-11-19T05:56:59.412+07:00<div class="judulisiberita" style="margin: 5px 0px; text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="width: 300px; float: left; margin-right: 10px; text-align: justify;"> <div style="padding: 0px 0px 5px; width: 298px;"> <div id="loadarea" style="margin-bottom: 5px; width: 298px;"><img src="http://www.kompas.com/data/photo/2008/11/19/023933p.jpg" border="0" width="298" /> </div> <div id="boxpoto" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-align: left;"><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/19/02394459/lupakan.persaingan.obama.dan.mccain.rangkul.reformasi#" style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-decoration: none;">(<span style="font-size:78%;">Getty Images/SAUL LOEB)</span></a></div><div style="text-align: left;"> </div><div id="boxtitle" style="margin-bottom: 0px; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(51, 51, 51); text-align: left;font-family:arial;font-size:11px;"><span style="font-size:78%;">Barack Obama (kanan) menerima John McCain di kantor transisinya di Chicago pada 17 November 2008 </span></div> </div> <!--- video --> <div id="boxpoto" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102);"><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/19/02394459/lupakan.persaingan.obama.dan.mccain.rangkul.reformasi" style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-decoration: none;" target="_blank">/</a></div> <div id="boxterkait" style="width: 300px; background-color: rgb(255, 255, 255); margin-bottom: 20px;"> <b class="judulnolead">Artikel Terkait:</b> <ul id="navlist"><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/19/00464033/wawancara.obama.cetak.rekor.penonton">Wawancara Obama Cetak Rekor Penonton</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/18/10484211/indonesia.bisa.mencuri.peluang.kerja.sama.di.era.obama.">Indonesia Bisa "Mencuri" Peluang Kerja Sama di Era Obama </a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/18/09455152/tim.obama.selidiki.catatan.keuangan.clinton........">Tim Obama Selidiki Catatan Keuangan Clinton </a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/18/05585977/obama.dan.mccain.akhiri.permusuhan">Obama dan McCain Akhiri Permusuhan</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/17/02371812/obama.ikuti.cara.lincoln.musuh.pun.dirangkul">Obama Ikuti Cara Lincoln, "Musuh" Pun Dirangkul</a></li></ul> </div> <div style="padding: 0pt;"> </div> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="tanggal">Rabu, 19 November 2008 | 02:39 WIB</div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Presiden terpilih AS Barack Obama mencoba melupakan kegetiran persaingan yang telah dijalaninya bersama mantan rivalnya dari partai Republik, John McCain. Hal itu dilakukan Obama dan McCain dengan mencari persamaan pada sejumlah isu untuk mencapai kerjasama bipartisan yang lebih besar di Washington.<br /><br />John McCain diterima selama 40 menit di markas transisi Obama Senin (17/11) waktu Chicago untuk membahas kemungkinan kolaborasi pada perubahan iklim, pembaharuan imigrasi, Teluk Guantanamo serta sejumlah masalah lainnya. Ini merupakan pertemuan pertama keduanya sejak Obama menundukkan McCain dalam kemenangan mutlak electoral vote pada pemilihan presiden AS 4 November lalu. Kamis (13/11) pekan lalu, Obama mendekati mantan rivalnya dalam merebut posisi capres dari Demokrat, Senator Hillary Rodham Clinton, yang dipertimbangkan untuk ditunjuk sebagai menteri luar negeri.<br /><br />Para ajudan Obama dan McCain menjelaskan belum ada posisi kabinet yang dialokasikan untuk senator Arizona tersebut. Obama sempat menyebutkan rencananya untuk memasukkan sedikitnya satu kader Republik untuk bergabung dengan kabinetnya.<br /><br />Bagi Obama, jalinan hubungan hangat dengan politisi terkenal dan sukses seperti Hillary dan McCain mengarahkan pemerintahannya pada kemungkinan kesiapan untuk menuntaskan krisis ekonomi dan keterlibatan AS di perang Afganistan serta Irak.<br /><br />Sebelum mengikuti pertemuan, Obama menjelaskan ia dan McCain akan membicarakan "cara untuk membina kerjasama dalam mengatasi masalah negara." Seusai mengikuti pertemuan, Obama dan McCain berjanji bekerjasama untuk memperbaharui pemerintahan serta meningkatkan kemitraan bipartisan di Washington.<br /><br />Sementara Hillary yang kembali ke Kongres tanpa prospek dalam waktu dekat untuk meraih jabatan ketua nampak lebih mendambakan jabatan menteri luar negeri di kabinet Obama. Para pejabat transisi menjelaskan Hillary dengan mendapat dukungan dari suaminya yang adalah mantan presiden Bill Clinton berusaha mengikuti sebuah proses uji kompetensi walaupun terdapat beberapa calon untuk mengisi posisi menteri luar negeri.</p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-24885434369056077042008-11-16T09:55:00.000+07:002008-11-16T09:56:01.191+07:00Ayah Obama yang Kontroversial<div style="text-align: justify;" id="judulartikelcetak"><br /><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="txtartikelcetak"> <!--zoom image--> <script language="javascript"> function Big(me) { me.width *= 1.700; me.height *= 1.700; } function Small(me) { me.width /= 1.700; me.height /= 1.700; } </script> <div id="boximartikelcetak1"> <table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" width="300" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" height="200"> <tbody><tr> <td> <img src="http://www.kompas.com/data//photo/2008/11/16/3086357p.jpg" onmouseover="Big(this);" onmouseout="Small(this);" width="300" height="224" /> </td> </tr> <tr align="left"> <td> <span class="txfotocetak"> AP Photo/Mikhail Metzel / <a href="http://www.kompasimages.com/" target="_blank">Kompas <span style="font-size:78%;">Images</span></a> <span style="font-size:78%;"><br />Pengunjung mengamati lukisan karya pelukis Rusia, Farid Bogdalov, Moskwa, Kamis (13/11). Barack Obama dilukiskan berpakaian sebagai Paman Sam (Uncle Sam) yang dipajang di sebuah galeri di Moskwa. </span></span> </td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: left;"> </div></div><div style="text-align: left;"> <span style="font-size:78%;"><span class="tglct">Minggu, 16 November 2008 | 03:00 WIB</span></span></div> <div id="article_body"><p>Simon Saragih</p><p>Di harian Inggris The Daily Mail, edisi 27 Januari 2007, muncul sebuah tulisan berjudul ”A drunk and a bigot- what the US Presidental hopeful HASN’T said about his father...”. Tulisan ini dibuat oleh Sharon Churcher di London, Rob Crilly di Nairobi (Kenya) dan Gill Pringle di Honolulu (AS).</p><p>Dalam bukunya The Dream from My Father, Obama tak menulis lebih rinci soal ayahnya. Tak seromantis isi buku Obama, ayahnya ternyata seorang pemabuk dan poligamis. Rasa ingin tahu soal ayah Obama mencuat setelah Obama sendiri menjadi bakal calon presiden AS. Kemudian ketahuan bahwa Barack Hussein mengabaikan anak dan istrinya. Obama mengatakan hidupnya diwarnai dengan cacian rasialis. Ibunya yang kulit putih dan ayahnya yang kulit hitam membuatnya terombang-ambing dalam dua warna itu.</p><p>Kenyataannya, ibu Barack Obama menceraikan Barack Hussein setelah ketahuan bahwa Barack Hussein mempunyai istri yang ditinggalkan di Kenya. Istri pertamanya sedang mengandung anak kedua saat Barack Hussein berangkat ke AS.</p><p>Menurut harian Daily Mail, Barack Hussein menikah lagi dengan wanita ketiga, yang ditemui justru saat ia masih serumah dengan ibu Barack Obama. Seorang keponakan Barack Hussein kepada harian tersebut mengatakan bahwa poligami adalah bagian dari budaya Afrika. Tak sepenuhnya benar bahwa perceraian orangtua Barack Obama semata-mata karena perbedaan warna kulit, seperti penuturan Obama.</p><p>Barack Hussein memulai hidup dengan keberuntungan karena bisa membaca dan menulis. Namun, ia juga merasakan hidup tidak adil. Ayah dari Barack Hussein, kakek Barack Obama, adalah tukang masak keluarga Inggris di Kenya. Barack Hussein dijuluki anak di keluarga Inggris tersebut.</p><p>Sang kakek mengirim Brack Hussein ke sebuah sekolah misionaris. Akan tetapi, setelah lulus sekolah, Barack Hussein tak dapat pekerjaan dan kembali ke desa beternak kambing di Nyangoma Kogela, desa terpencil dengan jalan rusak serta berbukit-bukit di Kenya Barat.</p><p>Pada usia 18 tahun, Barack Hussein menikahi Kezia. Namun, Barack Hussein tidak lebih tertarik kepada keluarganya ketimbang politik dan ekonomi. Minat besarnya ke politik membuat para pemimpin kemerdekaan Kenya memberi perhatian.</p><p>Kemudian ia didorong mendapatkan beasiswa untuk belajar ekonomi di AS dan kembali ke Kenya setelah kemerdekaan. Pada usia 23 tahun, ia menuju Universitas di Hawaii. Keluarga mengatakan dia mata keranjang dan saat di Honolulu, merayu rekan mahasiswi berusia 18 tahun. Lahirlah Barack Junior pada Agustus 1961.</p><p>Dua tahun kemudian Obama Senior harus pindah lagi karena menerima panggilan belajar di Harvard University, Cambridge. Ia pun meninggalkan Obama dan istrinya.</p><p>Saat itu Ann menjelaskan kepada Obama bahwa ayahnya harus pergi dan hidup terpisah. Beasiswa tidak mencukupi jika mereka ikut, tetapi bukan uang yang dikhawatiran. Obama Junior mengatakan, rasisme dari dua keluarga merusak perkawinan ayah dan ibunya. Di dalam bukunya, Obama mengatakan ibunya, Ann, yang dipanggil Tut, tidak menginginkan menantu kulit hitam, sementara kakek Obama di Kenya tidak menginginkan menantu kulit putih.</p><p>Nyatanya Ann menceraikan suaminya setelah ketahuan sudah menikah. Ann kemudian menikah lagi dengan pria Indonesia, Lolo Soetoro, yang kini sudah almarhum. Obama pun bercerita mengapa Obama pernah tinggal di Jakarta.</p><p>Ayah Obama kembali ke Kenya dan bertemu keluarga dengan dua anak. Ia kemudian bekerja sebagai pegawai pemerintah di pemerintahan Presiden Jomo Kenyatta. Obama Senior kemudian menikah ketiga kalinya sebelum berangkat ke Kenya. Dengan gaji yang besar, mobil mewah, istri ketiganya bernama Ruth, seorang guru kulit putih kelahiran AS, turut bersamanya ke Kenya. Ruth dikenal Obama Senior di Harvard dan menikah justru di saat Obama Senior masih terikat pernikahan dengan Kezia dan Ann. Dia juga sudah punya anak dengan Ruth.</p><p>Ruth akhirnya meninggalkan Obama Senior setelah berkali-kali mabuk yang selalu membuatnya berang dan memukuli Ruth secara brutal. Kebiasaan mabuk membuat Obama Senior akhirnya kehilangan dua kaki karena tabrakan saat mabuk dan pekerjaannya pun lenyap. Obama Senior menikah lagi dengan wanita lain dan punya anak satu lagi dan sering kembali ke rumah sembari mabuk.</p><p>Obama Senior hendak menikahi wanita ini, ketika ia mengalami kecelakaan mobil dan meninggal pada tahun 1982. Saat ini Barack Obama berusia 21 tahun. Said Hussein Obama (40), sepupu Obama, mengatakan kepada The Mail, ”Jelas, Barack Obama sangat terharu setelah mengetahui kisah ayahnya.”</p><p>”Kami meyakinkan Barack bahwa ayahnya adalah seorang yang baik namun saat itu ia sulit mencocokkan hal itu dengan kebiasaan mabuk dan perkawinan poligami,” kata Said.</p><p>”Ayahnya adalah manusia biasa dan tidak bisa diharapkan menjadi sempurna 100 persen. Sepupu saya (Obama) bingung ketika bertemu saudara-saudari dari empat ibu berbeda. Namun, sama seperti Afrika yang merasa aneh dengan kebiasaan Amerika, demikian pula Amerika bingung melihat kebiasaan Afrika,” kata Said.</p><p><strong>Jauh dari teladan</strong></p><p>Jauh dari figur teladan, Obama merasakan keanehan. Namun, di dalam bukunya Barack Obama menuliskan hal-hal baik soal Obama Senior. Misalnya, ia mengatakan bahwa ayahnya kehilangan pekerjaan setelah bergabung dengan kampanye menentang korupsi.</p><p>Salah satu rekan Obama Senior, yang juga sama-sama sering mabuk, Philip Ochieng Ochieng, mengatakan, kejatuhan Obama Senior adalah akibat kebiasaan buruknya. Rekan Obama Senior ini seorang penulis.</p><p>”Meski menyenangkan, murah hati dan pintar luar biasa, Obama Senior juga suka mendikte, kejam. Ia kecanduan minuman beralkohol, jatuh karena kebiasaan pulang ke rumah sembari mabuk setiap malam. Karakter buruk menunjukkan kelemahan dan menyebabkannya kehilangan pekerjaan, jatuh miskin dan semua ini makin mengacaukan kepribadiannya,” kata Ochieng.</p><p>Ochieng mengenang, setelah duduk sembari minum semalaman dengan menenggak minuman beralkohol di Hotel Stanley, terkenal di Nairobi, Obama Senior berang setiap kali Ruth bertanya dari mana saja dia semalaman.</p><p>Ochieng mengenang ucapannya kepada kerabat dekatnya itu. ”Kamu membawa jauh-jauh seorang wanita dan kamu mengacaukan hidupnya. Ini bukan cara kita.” Nasihat ini tidak mempan. Ruth akhirnya menggugat cerai setelah sebuah pemukulan brutal terulang lagi.</p><p>”Obama Senior mengalami kecelakaan parah. Kedua kakinya harus diamputasi dan diganti dengan kaki palsu dari logam. Obama Senior sangat arogan saat mengemudi, terutama ketika sedang mabuk. Saya tidak heran jika ia kecelakaan,” kata Ochieng.</p><p>Ruth menolak berkomentar soal semua itu saat ditanyai di sebuah sekolah di Kenya, tempatnya sekarang mengajar. ”Saya menikah dengan bapaknya Barack Obama selama lebih kurang tujuh tahun, ya, Anda bisa mengatakan Barack Obama adalah anak tiri saya,” kata Ruth.</p><p>”Obama Senior orang yang sulit. Meski saya menikah tujuh tahun dengannya, paling lama bertahan dari semua istrinya, namun ia bukan orang yang selalu berada di dekat saya.”</p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-79280326050268709862008-11-15T06:47:00.001+07:002008-11-15T06:47:33.011+07:00Belajar Mengaku Kalah<p style="text-align: justify;"><strong>Salahuddin Wahid</strong></p><p style="text-align: justify;">Ratusan juta orang di seluruh dunia mengikuti proses Pemilihan Presiden AS 2008 melalui televisi. Mendengar pidato kekalahan McCain, semua takjub. Mengagumi kebesaran jiwanya dan terpesona isi pidato kekalahannya yang menyentuh hati. Substansi pidato itu tidak kalah dibandingkan pidato kemenangan Obama.</p><p style="text-align: justify;">Kata McCain, ”Malam ini amat berbeda dengan malam-malam sebelumnya, tidak ada dalam hati saya, kecuali kecintaan saya kepada negeri ini dan kepada seluruh warga negaranya, apakah mereka mendukung saya atau Senator Obama. Saya mendoakan orang yang sebelumnya adalah lawan saya, semoga berhasil dan menjadi presiden saya.”</p><p style="text-align: justify;"><strong>Al Gore ”versus” Bush</strong></p><p style="text-align: justify;">Penghitungan suara Pilpres 2000 (Wapres Al Gore melawan Bush) amat dramatis. Hasil penghitungan suara secara nasional hampir selesai dan siapa pemenangnya bergantung pada penghitungan suara di Florida, yang gubernurnya adalah adik capres Bush. Suara Bush: 2.909.171, suara Gore: 2.907.387. Selisihnya amat kecil: 1.784 suara.</p><p style="text-align: justify;">Tim kampanyenya berhasil mencegah Al Gore yang sedang dalam perjalanan untuk mengakui kekalahan di depan publik. Mereka berusaha keras agar dapat di lakukan penghitungan ulang di seluruh Florida. Maka, dimulailah proses hukum yang menegangkan, yang memakan waktu beberapa pekan hingga melibatkan MA Florida dan MA Amerika Serikat.</p><p style="text-align: justify;">Pemilihan menggunakan mesin yang ternyata hasil coblosannya sering tidak jelas kalau tidak cukup kuat menekannya. Perdebatan terjadi tentang standar coblosan yang bisa diakui sebagai tanda bahwa si pemilih telah menentukan pilihannya.</p><p style="text-align: justify;">Sempat dilakukan penghitungan ulang untuk sejumlah county dan selisih suara menurun tinggal 327 suara. Terjadi tekanan massa pendukung Bush untuk menghentikan proses penghitungan ulang di sebuah county. Lalu, ada perintah untuk menghentikan penghitungan ulang.</p><p style="text-align: justify;">Tim Al Gore masih tetap ingin berjuang. Al Gore menelepon ketua tim untuk menghentikan perjuangan itu. Salah satu kalimat Al Gore amat menarik: ”Kalaupun aku menang (dalam penghitungan suara), rasanya aku tidak menang (dalam pengertian lebih luas). Ayahku mengatakan bahwa kekalahan dan kemenangan itu dibutuhkan untuk memuliakan jiwa kita.”</p><p style="text-align: justify;">Lalu, Al Gore tampil dalam acara TV bersama Bush yang ada di tempat lain untuk mengakui kekalahan dan menyampaikan selamat kepada Bush. Tidak ada protes atau demo pendukung Al Gore. Ternyata Al Gore betul, dia menerima hadiah Nobel, sedangkan Bush dianggap sebagai salah satu Presiden AS terburuk.</p><p style="text-align: justify;"><strong>Jesse Owens dan Hitler</strong></p><p style="text-align: justify;">Ada kisah menarik pada Olimpiade 1936 di Berlin tentang Jesse Owens, atlet terbesar AS berkulit hitam, pemegang rekor dunia untuk lari 100 meter dan 200 meter. Jerman mempunyai atlet hebat yang bisa menjadi saingan berat Jesse Owens.</p><p style="text-align: justify;">Pertarungan antara atlet Jerman dan Owens akan menjadi atraksi paling bergengsi. Karena itu, Hitler memompa semangat atlet Jerman itu. Hitler yang rasis menyatakan, Owens seorang negro yang tidak sepadan dengan atlet Jerman yang berdarah Aria, ras terunggul di dunia. Dia mengatur agar penonton mendukung si atlet Jerman dengan menyoraki Owens agar emosinya terganggu dan kalah.</p><p style="text-align: justify;">Ternyata Owens tampil sebagai juara. Hitler tidak dapat menerima kekalahan itu dan tidak bersedia memberikan selamat kepada Owens. Si atlet Jerman yang kalah ternyata bukan rasis dan punya sportivitas tinggi. Dia berani menghampiri dan memberikan selamat kepada Owens di depan Hitler dan puluhan ribu penonton.</p><p style="text-align: justify;"><strong>Kondisi Indonesia</strong></p><p style="text-align: justify;">Bandingkan tiga hal di bagian awal tulisan ini dengan apa yang terjadi di Indonesia. Pidato kekalahan memang belum menjadi tradisi di sini. Namun, mengucapkan selamat meski tidak langsung bertemu, cukup dengan telepon atau melalui pers, sudah merupakan suatu teladan yang baik bagi masyarakat.</p><p style="text-align: justify;">Saya tidak tahu apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah sempat bertemu dan berjabat tangan dengan Megawati Soekarnoputri pasca-Pilpres 2004. Namun, kita tahu, Taufik Kiemas telah menjalin komunikasi langsung dengan Presiden Yudhoyono. Pak Habibie, tanpa beban datang ke Istana menemui Presiden Yudhoyono. Gus Dur menghadiri upacara peringatan 17 Agustus 2008 dan bersilaturahim Idul Fitri ke Istana Merdeka.</p><p style="text-align: justify;">Yang paling parah adalah terjadinya konflik fisik di antara pendukung pasangan calon gubernur di Maluku Utara (Malut). Tak terdengar adanya upaya dari kedua cagub untuk meredam emosi para pendukung. Meski menganggap tidak sah penetapan dan pelantikan Gubernur Malut oleh Mendagri, akan baik jika pihak yang kalah dengan legowo menerima kekalahan dan mengucapkan selamat kepada pemenang. Setelah itu melakukan rekonsiliasi di antara kedua kelompok pendukung.</p><p style="text-align: justify;"><strong>Menanamkan kesadaran</strong></p><p style="text-align: justify;">Kisah Owens dan Al Gore saya dapatkan melalui film. Perlu digali dan disosialisasikan kisah tentang mereka yang kalah bertanding dalam bidang apa pun (politik, olahraga, dan ilmu) yang menunjukkan bagaimana cara menjadi pihak yang kalah secara terhormat, terutama di Indonesia.</p><p style="text-align: justify;">Adang Daradjatun berani mengakui kekalahannya dalam pemilihan gubernur DKI di depan pers. Seusai menghadiri sidang untuk mendengarkan pembacaan putusan penolakan MK terhadap gugatan pasangan Wiranto-Wahid tentang hasil penghitungan suara KPU, di depan wartawan saya menyampaikan selamat kepada pasangan SBY-JK dan Mega-Hasyim. Tentu masih banyak lagi contoh lainnya.</p><p style="text-align: justify;">Sejak kecil perlu ditanamkan kesadaran, jika sudah kalah dan mengaku kalah, itu terhormat, tidak memalukan atau mencemarkan nama baik. Tindakan itu justru menunjukkan kebesaran jiwa, kedewasaan, dan sikap ksatria. Bayangkan apa jadinya jika Al Gore tetap ngotot dan tidak mau mengaku kalah.</p><p style="text-align: justify;">Baik sekali jika dalam Pilpres 2009, capres yang kalah menyampaikan pidato kekalahan. Lalu, tradisi itu diikuti cagub dan cabup. Namun, tradisi itu perlu diikuti proses pemilihan calon yang pertimbangan utamanya bukan uang dan pelaksanaan pemilihannya bersih dan jurdil. Tanpa itu, pengakuan kalah kurang bermakna.</p><p style="text-align: justify;"><em><strong>Salahuddin Wahid</strong> Pengasuh Pesantren Tebuireng</em></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-65800811066788043242008-11-14T12:56:00.000+07:002008-11-14T12:57:25.741+07:00’Sinyo’ Hitam di Gedung Putih<div style="text-align: justify;" class="block-content"><span style="font-weight: bold;"><br /></span> <div class="news-content"><p>MATAHARI terbit kembali di Amerika. Setidaknya itulah yang dirasakan para pendukung Barack Obama setelah mendengar kemenangan kandidat Partai Demokrat itu dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat pekan lalu. Maklum, mereka merasa kepemimpinan George Walker Bush selama delapan tahun terakhir ini telah membawa negaranya ke dalam malam yang pekat. Amerika menginvasi Afganistan dan Irak, memenjarakan ribuan orang tanpa pengadilan di Guantanamo, dan menerbitkan undang-undang antiteroris yang represif. </p><p>Mulanya adalah serangan teroris ke menara kembar di New York, 11 September 2001. Belum lagi asap menghilang dari reruntuhan bangunan, suara marah dan semangat dendam keras berkumandang dari Gedung Putih. Perang terhadap teroris digelindingkan ke seluruh penjuru bumi dan dunia dipaksa memilih: ikut Washington atau akan dianggap sebagai lawan. Simpati dunia yang sempat membanjir begitu gedung World Trade Center roboh pun pelan-pelan berubah menjadi kekesalan. Popularitas Amerika melorot dan kaum antidemokrasi di seluruh bumi berteriak lantang: demokrasi telah gagal! </p><p>Kini rakyat Amerika membuktikan betapa kelirunya pernyataan itu. Di negara demokrasi, pengendali kekuasaan yang dianggap salah dapat diganti dalam sebuah proses yang damai. Tak cuma tanpa kekerasan, tapi juga dapat berlangsung seru, menegangkan, dan amat inspiratif. Bagaimana tidak, seorang anak yang ayahnya beragama Islam dan berasal dari Kenya, yang sempat dibesarkan di Menteng Dalam, Jakarta, dapat terpilih menjadi orang nomor satu di negara terkuat di dunia. Kejadian ini membuktikan bahwa Amerika tetaplah sebuah tanah bebas, tempat mimpi mungkin dikejar dan diwujudkan. </p><p>Paling tidak mimpi Dr Martin Luther King yang tewas ditembak 41 tahun silam kini menjadi kenyataan. Pejuang persamaan hak bagi kulit berwarna ini dibunuh karena mimpinya mengganggu kenyamanan kelompok masyarakat negaranya yang rasis. Rasisme yang menyebabkan hukum Virginia mengkriminalkan perkawinan berbeda warna kulit hingga Mahkamah Agung menyatakan hukum ini melanggar konstitusi pada 1967. Rasisme yang kini kelihatannya tinggal menjadi reruntuhan sejarah. Buktinya, Barack Obama juga menang suara di negara bagian yang pernah memimpin pemberontakan bersenjata terhadap Washington karena menolak kebijakan Presiden Abraham Lincoln menghapus perbudakan ini. </p><p>Amerika rupanya sedang berubah drastis. Perubahan yang tak terelakkan karena sistem yang berjalan selama ini ternyata membuahkan tiga krisis besar: perang di dua negara, krisis keuangan, dan guncangan perubahan iklim bumi. Obama menjanjikan untuk menyelesaikan perang, mengatasi krisis ekonomi, dan menanggulangi masalah lingkungan global ini melalui aliansi dengan negara-negara lain, tak lagi menempuh jalan Presiden Bush yang gemar melakukan kebijakan unilateral. </p><p>Pilihan Obama ini perlu kita sambut dengan tangan terbuka. Kemenangan pria yang pernah bersekolah di sekolah dasar negeri di Indonesia ini menunjukkan rakyat Amerika memilih sikap terbuka dan rendah hati dalam menghadapi tantangan masa depan. Sebuah pilihan yang tak mudah karena biasanya dorongan untuk menutup diri dan bercuriga kepada pihak asing amat terasa di saat krisis sedang melanda. Ini jelas menunjukkan bahwa rakyat banyak lebih cerdas ketimbang anggapan mencibir yang kerap disuarakan segelintir kelompok elite terdidik. </p><p>Buktinya, lebih dari tiga juta warga memberi sumbangan semampu mereka kepada Obama sehingga ketergantungan alumnus Universitas Harvard ini pada sumbangan konglomerat, yang biasanya merupakan penyumbang utama kandidat pertarungan politik, tak terbentuk. Jutaan orang yang biasanya kurang peduli untuk memilih pun kali ini rela antre berjam-jam untuk menggunakan hak suara mereka. Mereka ingin Amerika kembali pada khitahnya: sebuah pemerintahan yang dibentuk untuk kepentingan rakyat, oleh rakyat. </p><p>Keyakinan warga Amerika atas sistem demokrasi ini mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi warga dunia, terutama rakyat Indonesia. Kita seolah diingatkan kembali bahwa prinsip dasar sistem demokrasi adalah kepercayaan bahwa rakyat yang bebas itu menghasilkan pemikiran kolektif yang cerdas. Bahwa hanya dalam kondisi setiap warga bebas mengutarakan pendapat dan ekspresi, pasar bebas politik akan menghasilkan gagasan terbaik untuk menghadapi tantangan bangsa. Justru tugas negara adalah memastikan bahwa pasar bebas gagasan ini terjaga dari intervensi kelompok yang gemar memaksakan aspirasi mereka dengan kekuatan nonkon-stitusional. </p><p>Keberhasilan Amerika dan banyak negara maju lainnya dalam menyejahterakan bangsa mereka adalah bukti empiris ampuhnya sistem demokrasi. Sejarah menunjukkan banyak bangsa yang sempat jaya di masa lalu akhirnya menjadi merana karena ketidakmampuan rezim penguasanya menghadapi perubahan zaman. Sebaliknya, sistem demokrasi yang merawat kebinekaannya seperti di banyak negara maju saat ini terbukti mempunyai kemampuan untuk selalu mengadaptasi diri menghadapi berubahnya zaman. Soalnya, bangsa yang demokratis selalu dapat mengganti pemimpinnya secara damai dan teratur agar selalu sesuai dengan tantangan yang baru.</p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-86223693041676701272008-11-14T12:54:00.000+07:002008-11-14T12:55:22.553+07:00Barack Obama dan Kekuasaan Amerika<div style="text-align: justify;" class="block-content"><span style="font-weight: bold;"><br /></span> <div class="news-content"><p><span style="color:#ff9900;"><b>Joseph S. Nye</b></span> </p><li><i>Guru besar Harvard Kennedy School of Government dan bekas Asisten Menteri Pertahanan Amerika Serikat.</i> <p>DARI sejumlah tantangan awal yang dihadapi Presiden Barack Obama, </p><p>krisis finansial adalah yang utama. Krisis ini telah melahirkan keraguan akan kekuatan Amerika Serikat di masa depan. Far Eastern Economic Review menulis, gejolak di Wall Street menimbulkan pergeseran tektonis global: awal keruntuhan kekuasaan Amerika. Presiden Rusia Dmitri Medvedev melihat krisis ini sebagai tanda pungkasnya kepemimpinan global Amerika. Presiden Venezuela Hugo Chavez menyatakan kini Beijing jauh lebih relevan ketimbang New York. </p><p>Dolar—simbol kekuasaan keuangan Amerika—sejatinya menguat sebagaimana disampaikan Kenneth Rogoff. Guru besar ekonomi Harvard dan mantan ekonom Dana Moneter Internasional (IMF) ini menyatakan, ”Ironis bahwa ketika ekonomi kita centang-perenang, banyak orang asing ingin menyetorkan uang mereka ke negara kita. Mereka bingung hendak ke mana. Mereka lebih percaya pada kemampuan kita menyelesaikan soal, sedangkan kita sendiri belum yakin.” </p><p>Orang bilang, bila Amerika bersin, dunia sakit pilek. Akhir-akhir ini banyak yang mengklaim bahwa kebangkitan Cina serta negara-negara minyak telah menyelamatkan Amerika. Tapi manakala Amerika terkena flu finansial, yang lain segera saja terjangkit. Para pemimpin dunia beralih dari schadenfreude (rasa girang karena orang lain tertimpa bencana—Red.) kepada rasa takut serta jaminan surat utang Amerika. </p><p>Krisis sering menggugurkan kebijaksanaan konvensional. Dan krisis yang satu ini menunjukkan kekuatan ekonomi Amerika tetap meyakinkan. Kinerja buruk Wall Street dan para regulatornya membuat Amerika membayar mahal. Namun pukulan tidak akan begitu fatal (tidak seperti Jepang pada 1990-an) jika Amerika berhasil mencegah kerugian serta membatasi kerusakan. Forum Ekonomi Dunia masih menempatkan ekonomi Amerika pada posisi paling kompetitif. Ini berkat kelenturan pasar tenaga kerjanya, pendidikan tinggi, stabilitas politik, serta keterbukaannya terhadap inovasi. </p><p>Pertanyaan lebih mendasar adalah tentang kekuatan jangka panjang negara ini. Dewan Intelijen Nasional Amerika tengah menyiapkan prakiraan baru untuk 2025. Dewan memproyeksikan kedigdayaan Amerika—dengan militer sebagai kunci utama—bakal jauh menurun di tengah dunia yang kian kompetitif. </p><p>Kekuasaan selalu bergantung pada konteks. Dalam dunia dewasa ini, kekuasaan disalurkan melalui satu pola yang mencerminkan permainan catur tiga dimensi nan kompleks. Di puncak papan catur, ada kekuasaan militer yang cenderung bersifat unipolar. Di tengah papan catur terbentang kekuasaan ekonomi multipolar. Amerika, Eropa, Jepang, dan Cina menjadi pemain utamanya sembari para pemain lain juga terus menguat. </p><p>Di dasar papan catur terdapat bidang hubungan transnasional yang melintas batas kontrol pemerintah. Ia mencakup berbagai unsur: bankir yang mentransfer uang dalam jumlah melebihi anggaran pendapatan belanja negara, teroris, dan para hacker di Internet. Ia juga mencakup tantangan-tantangan baru berupa pandemi dan perubahan iklim. Di dasar papan catur, kekuasaan benar-benar menyebar. Jadi omong kosong belaka bila kita berbicara tentang unipolaritas, multipolaritas, atau hegemoni. </p><p>Di bidang politik antarnegara, faktor terpenting adalah ”kembalinya Asia”—proses yang masih terus berlangsung. Pada 1750, Asia memiliki tiga perlima penduduk dunia dan tiga perlima ekonomi dunia. Pada 1900, setelah Revolusi Industri di Eropa dan Amerika, kekuatan ekonomi Asia turun menjadi seperlima ekonomi dunia. Namun Asia diperkirakan kembali mengukir suksesnya yang bersejarah pada 2040. </p><p>Kebangkitan Cina dan India bisa jadi menciptakan instabilitas, tapi ini soal preseden. Kita belajar dari sejarah betapa kebijakan mempengaruhi hasil. Satu abad lalu, Inggris mampu mengelola kebangkitan Amerika tanpa konflik. Tapi dunia gagal menghadapi kekuatan Jerman yang malah meletuskan dua perang dunia. Kekuatan aktor-aktor yang bukan negara juga perlu ditata. Penyakit pandemik yang disebarkan burung dapat membunuh lebih banyak manusia dibanding jumlah yang tewas dalam Perang Dunia I dan II. </p><p>Kian banyak isu dan problem yang tak terkontrol—bahkan oleh negara paling berkuasa—merupakan tantangan bagi Barack Obama. Meski Amerika dapat mengelola kekuatannya dengan baik menurut ukuran tradisional, ukuran-ukuran itu gagal menangkap apa yang didefinisikan politik dunia yang—karena revolusi dan globalisasi informasi—terus berubah. Karena itu menghalangi orang Amerika mencapai semua tujuan internasionalnya melalui usaha sendiri. </p><p>Stabilitas finansial internasional menjadi perihal vital kesejahteraan Amerika. Tapi Amerika memerlukan kerja sama dengan pihak lain untuk menjamin hal ini. Dalam sebuah dunia dengan batas negara kian longgar bagi segala sesuatu—dari narkoba hingga terorisme—Amerika harus memobilisasi koalisi internasional dan menyampaikan ancaman serta tantangan yang mesti dihadapi bersama-sama. </p><p>Sebagai kekuatan ekonomi terbesar dunia, kepemimpinan Amerika tetaplah penting. Problem kekuatan Amerika dalam krisis finansial ini bukanlah pada kemundurannya, melainkan perwujudannya, yakni bahwa negara paling digdaya sekalipun tak dapat mencapai tujuannya tanpa bantuan negara-negara lain. </p><p>Syukurlah Barack Obama memahami hal itu.</p></li></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-31967828166344717912008-11-14T12:53:00.001+07:002008-11-14T12:53:57.776+07:00MALAM BERSEJARAH OBAMA<div style="text-align: justify;" class="block-content"><span style="font-weight: bold;"><br /></span> <div class="news-abstract">Barack Obama terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-44. Ia punya tim sukses tangguh, kampanye yang meyakinkan, penggalangan dana yang unik. Dan ia membidik dengan tepat para pemilih muda.</div> <div class="news-content"><div class="news-img"><img src="http://majalah.tempointeraktif.com/images.php?width=130&pic=http://mbmfoto.tempointeraktif.com/1407/head1138.jpg" /></div><p>HARI itu pekan ketiga September. Para pekerja kantoran baru saja kembali dari makan siang ke tempat kerja mereka dengan tergesa. John McCain, kandidat Presiden Amerika Serikat dari kubu Republik, sedang berbicara di podium Balai Sidang di Jacksonville, Florida. </p><p>Hari itu pula, Lehman Brothers rontok. Krisis finansial sudah menyentuh pelupuk mata. Namun, di atas panggung McCain terus meyakinkan kelimun orang dengan optimistis. ”Dasar ekonomi kita kuat. Jangan khawatir,” dia berseru. </p><p>Dan hari itu, di kantor pusat kampanye Partai Demokrat di Chicago, staf kampanye Barack Obama menyaksikan pidato McCain. Lalu bergegas menelepon Dan Pfeiffer, direktur komunikasi tim sukses Obama. Ucapan McCain di atas podium Kota Jacksonville bisa jadi senjata karena menunjukkan betapa tidak pekanya kubu Republik. </p><p>”McCain bilang apa?” Pfeiffer bertanya di ujung telepon. Obama, yang baru saja kembali dari kampanye di Colorado, ikut nimbrung. Sebelum matahari tenggelam, tim kampanye Obama sudah siap dengan propaganda yang berisi video pidato McCain. Video itu terus membayangi dan menjadi mimpi buruk pihak Republik. </p><p>Selasa malam pekan lalu (Rabu siang waktu Indonesia), mimpi buruk itu jadi kenyataan. Barack Obama memenangi pemilu Amerika Serikat dengan perbedaan electoral votes yang mencolok: 364:162. Presiden baru Amerika lahir di Grant Park, Chicago, malam itu—presiden yang, kata Obama sendiri, ”Wajahnya belum pernah Anda lihat di atas uang dolar Anda selama ini.” </p><p>Nicolaus Teguh Budi Harjanto, mahasiswa program doktoral di Northern Illinois, Chicago, menyebut malam itu sebagai pesta rakyat yang amat meriah. Lebih dari seratus ribu orang menjadi saksi malam bersejarah. Semuanya tumpah-ruah dalam kegembiraan. </p><p>Teguh mencatat tak hanya orang Amerika yang larut dalam perhelatan. ”Ada yang jauh-jauh terbang dari Polandia,” katanya. Teguh melihat orang-orang Afrika-Amerika memekikkan yel ”My Black President” berulang kali. Keriuhan mencapai puncaknya ketika sirene pasukan keamanan berbunyi dan Obama naik panggung menyampaikan pidato kemenangan. Chicago terjaga sampai pagi. </p><p>Inilah babak baru sejarah Amerika. Seorang presiden yang menjanjikan perubahan pada 20 Januari nanti. Dari tangan George W. Bush, dia akan menerima Amerika yang tengah remuk-redam. Sembari berjanji memandu negeri itu keluar dari kehancuran ekonomi, dan trauma perang serta perselisihan di negeri-negeri timur jauh. Obama menjadi presiden kulit hitam pertama sejak Amerika merdeka 232 tahun silam. Kini 47 tahun, dia menjadi presiden kelima termuda dalam sejarah Amerika. </p><p>Apa yang membuat orang yakin bahwa Obamalah pemimpin yang ditunggu? Dua tahun lalu, ia hanya setitik pijar dalam radar politik Amerika. Latar belakangnya bagai pungguk dan bulan dibanding para pangeran politik Amerika yang lahir dari klan-klan terkemuka: Bush, Kennedy, Adams, Roosevelt. Obama lahir dari keluarga yang amat biasa, tumbuh tanpa figur ayah, dan bersandar pada asuhan neneknya. </p><p>Toh namanya terkerek dalam waktu singkat. Kepandaian memilih isu perubahan adalah keunggulan utama dia. Jejak multikulturalnya menebalkan keunggulan itu. Dengan ayah kandung kulit hitam dari Kenya, ibu kulit putih berdarah Indian Cherokee, ayah tiri berkulit sawo matang, adik ipar berdarah Cina-Kanada, Obama menawarkan jawaban Amerika terhadap dunia yang memandang negeri itu dengan cemas hati. ”Ia berbicara tentang perubahan dan kemungkinan dalam keberagaman. Saya pikir itulah yang membuat Barack diterima banyak orang,” ujar adik seibu Obama, Maya Soetoro-Ng, dalam wawancaranya dengan Tempo pekan lalu. </p><p>Faktor ”bukan siapa-siapa” juga menguntungkan Obama. Ia merupakan gambaran ideal Amerika kelas menengah. Punya rumah yang pantas, keluarga harmonis, pekerjaan bagus, dan pekerja keras. Dia kontras menarik dari kehidupan McCain yang mirip opera sabun. Setelah kembali dari Perang Vietnam, McCain bercerai dari istrinya, Carol. Lalu menikahi Cindy Hensley yang memiliki kekayaan lebih dari US$ 300 juta (Rp 3 triliun lebih). Dia putri tunggal keluarga Hensley, hartawan dan konglomerat bir Amerika. </p><p>Kelebihan lain Obama adalah memiliki tim kampanye yang andal dan cerdas. Sebagian besar mereka adalah orang muda. Inilah tim yang dalam pidato kemenangan Obama di Grant Park disebut ”tim yang paling hebat dalam sejarah Amerika”. </p><p>Tim kampanye ini, misalnya, menyerbu 218 juta pengguna Internet—dari 303 juta penduduk—di Amerika. Separuh pengguna Internet adalah orang muda. Obama mengangkat Chris Hughes, 24 tahun, sebagai manajer kampanye web, untuk menaklukkan para pemilih belia dari ranah maya. Di bawah pendiri situs jejaring sosial Facebook ini, tim kampanye Obama merambatkan pengaruh dengan cepat. Hughes mengerahkan situs pertemanan macam MySpace, Twitter, Facebook, dan Plurk. Dan menjadi mesin penyebar pesan Obama paling ampuh. </p><p>Di bawah Hughes, Obama sukses merangkul lebih dari 1,7 juta sahabat di Facebook dan 510 ribu teman di MySpace. Jumlah ini sepuluh kali lipat dari teman maya McCain. Lewat Internet pula Obama berhasil menggalang sebagian besar dana kampanye yang bernilai total US$ 659,7 juta (Rp 6,9 triliun). Ia berhasil membujuk lebih dari tiga juta pengguna komputer untuk menyumbang. Jumlah ini hampir tiga kali lipat dana kampanye McCain dan mengalahkan dana yang dapat dihimpun dua kandidat presiden pada 2004. </p><p>Agresivitas tim Obama juga tampak dari pemasangan iklan di media-media yang tak lazim digunakan sebelumnya. Mereka melekatkan wajah dan pesannya di bermacam game video online. Tim ini jeli melihat bahwa 70 persen pemilih berusia 18-30 tahun ternyata menyukai game online. </p><p>Hasilnya, Obama berhasil mengajak 24 juta pemilih berusia 18-24 tahun, atau 54,5 persen orang muda—yang berhak memilih—ke tempat pemungutan suara. Ini jumlah pemilih muda terbanyak sepanjang sejarah Amerika. ”Saya kaget betapa efektifnya Internet meraih rakyat, baik dalam hal finansial maupun organisasi,” katanya. ”Ini salah satu kejutan terbesar dalam kampanye ini,” Obama menambahkan. </p><p>Di luar Internet, Obama memiliki David Plouffe, 40 tahun, manajer kampanye yang hebat. Dia mendesain mesin kampanye yang menghubungkan setiap orang di daftar pemilih dan membiarkan mereka bekerja. Dengan jaringan berlapis mirip multilevel marketing, orang-orang yang bersimpati pada Obama siap menggunakan komputer pribadi mereka untuk berkampanye. Mereka memanfaatkan fasilitas telepon gratis pada malam hari dan akhir pekan dari jaringan telepon seluler. Tujuannya, mengorganisasi kampanye dari tingkat paling bawah. </p><p>”Mereka punya alat dan mereka membangun jaringan sendiri,” kata Joe Trippi, juru kampanye kandidat Howard Dean, yang pada 2004 memusatkan perhatian pada pemilih muda. Ia terkesima melihat anak-anak muda yang menjadi tulang punggung kampanye Obama. ”Kampanye Dean bagaikan Wright bersaudara yang menemukan kapal terbang. Empat tahun kemudian sudah berkembang sepesat roket Apollo,” Trippi mengumpamakan. </p><p>Obama sendiri lihai meyakinkan orang agar mau melongok program-programnya. Sebagai bekas penggiat komunitas gereja, dia punya pengalaman mengetuk dari pintu ke pintu. Dalam sebuah conference call dengan 400 pemimpin sukarelawan pendukungnya, ia memberikan tip begini: ”Jangan minum. Jangan hanya bicara, tapi simaklah yang banyak,” katanya. </p><p>Senator Illinois itu juga mahir melihat kemungkinan munculnya konflik yang akan menyulitkannya. Itu tampak ketika Obama melepas salah seorang penasihat kampanyenya, Mazen Asbahi, yang tadinya diharapkan bisa menghimpun pemilih muslim. Asbahi mundur setelah muncul laporan bahwa ia pernah bekerja sama dengan seorang imam yang punya hubungan dengan organisasi Ikhwanul Muslimin. </p><p>Dengan tim yang kuat, Obama berkeliling Amerika. Berbeda dengan strategi tim kampanye John Kerry yang memantapkan kampanye di basis tradisional Partai Demokrat, Obama justru lebih banyak pergi ke kandang lawan. ”Ia harus merebut suara di basis Republik. Tak perlu banyak, cukup menaklukkan Virginia dan Ohio, pertarungan selesai,” kata David Axelrod, 53 tahun, sang kepala strategi. </p><p>Axelrod benar. Perolehan suara Obama di ”wilayah angker” yang dikenal dengan istilah battleground itu jauh melampaui perkiraan. Dari delapan battleground yang selama puluhan tahun dimenangkan Republik, Obama merebut enam wilayah, termasuk Ohio, Virginia, Pennsylvania, Missouri, dan Florida. </p><p>Selama 18 bulan masa kampanye, Obama membuktikan timnya tetap solid: tak ada krisis keuangan atau pergantian strategi, tak ada konflik internal. Bahkan slogan kampanye ”Perubahan yang Kita Percaya” tak berubah sejak awal. </p><p>Satu-satunya ”badai” adalah ketika AP mempublikasikan sebuah laporan hanya beberapa hari sebelum pemilu. Dalam investigasi itu diberitakan Zeituni Onyango, bibi Obama di Kenya, dulu masuk ke Amerika secara ilegal. Berita ini dimanfaatkan kubu McCain untuk membalikkan hasil polling. Dalam sehari keunggulan 10 poin atas McCain merosot menjadi 8 poin. </p><p>Markas kampanye Obama di Chicago tegang. Valerie Jarret, 51 tahun, penasihat dan sahabat baik Michelle dan Obama, dipanggil. Dia dikenal sebagai ”orang yang selalu jujur dan mengatakan apa yang ada di pikirannya”. Jarret segera menelepon Obama agar bicara jujur. Dengan terbuka, sang senator mengungkapkan bahwa ia sama sekali tak tahu bibinya masuk ke Amerika secara ilegal. ”Walaupun saya sayang padanya, silakan ia dideportasi jika melanggar hukum,” ucap Obama. </p><p>Ketegasan dan kejujuran Obama inilah yang kemudian ”dijual” kembali ke publik. Alhasil, popularitas Obama kembali terdongkrak. </p><p>Pada hari pemilihan, Obama membuktikan ia merupakan orang yang tepat untuk memimpin Amerika. Dari 133,3 juta pemilih—atau 62,5 persen penduduk yang berhak memilih—ia menangguk 53 persen suara (popular votes). Dalam hitungan electoral college ia meraih 364 dari total 538 electoral votes. Obama menang telak. </p><p>Di Grant Park Chicago, Selasa pekan lalu, dunia menyaksikan suatu malam bersejarah bagi Obama dan Amerika. </p><p><b>Angela Dewi, Yos Rizal (AFP, AP, BBC, CNN, Chicago Tribune, The Washington Post)</b></p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-66390721055659600602008-11-14T12:50:00.000+07:002008-11-14T12:51:14.160+07:00Obama, 2008<div style="text-align: justify;" class="block-content"> <div class="news-content"><blockquote><i>Weep no more, my lady,<br />Oh weep no more today</i></blockquote> <p>Kau kembali ke pojok yang agak diterangi matahari di kerimbunan hutan itu. Kau kembali dengan mesin waktu yang tak sempurna, tapi masih kau dengar kor itu, My Old Kentucky Home, lagu murung yang bertahun-tahun terdengar sampai jauh lepas dari Sungai Mississippi, sejak Stephen Foster menulisnya. Itu tahun 1853. Budak belian hitam yang mencoba jeda dari terik dan jerih ladang tembakau. Sebuah selingan sederhana dari rutin panjang yang tak pernah dinamai "Penghisapan". Sebuah sudut hutan yang jadi majelis tersembunyi. Sebuah ruang buat orang-orang yang dirantai dan dinista untuk berkumpul dan bertanya: apa sebenarnya semua ini? </p><p>Kau tak tahu kapan kau datang. Tapi dengan mesin waktu yang tak sempurna kau lihat seorang perempuan tua berbicara di depan majelis itu, di depan jemaat yang takut menyebut nama Tuhan. Ia mengingatkan kamu kepada Baby Suggs dalam Beloved Toni Morrison. Kau dengar ia berbicara tentang sesuatu yang menakjubkan tapi diabaikan, sesuatu yang biasa tapi tak terduga-duga: daging, jangat, tulang, sendi yang sanggup menanggung pukulan dan dera perbudakan, kelenjar yang menitikkan air mata, jantung yang sesak sebelum tangis, tubuh yang menyembuhkan lukanya sendiri, badan yang dari kepedihan bisa menyanyi, menari, menyanyi. </p><p>Saudara-saudaraku, tubuh kita bisa mengejutkan kita. Kadang-kadang dengan kegagahan. Kadang-kadang dengan keindahan. Semuanya terbatas, tapi dengan itu kita menggapai yang tak terhingga. Semuanya fana, tapi tiap kali memberi arti yang kekal. Maka jangan menangis lagi. </p><p>Kau lihat orang-orang terpekur. Kau mungkin tak tahu kenapa: mereka ingin percaya. Tapi mereka juga mendengar, konon di atas tubuh bertahta Takdir. Yang tetap. Yang tegar. Yang lurus dan terang-benderang. Yang tangan-tangannya menebarkan daya tersendiri, merasuki ke otak, setitik demi setitik. </p><p>Otak itulah yang kemudian memproduksi alasan. Telah lahir penjelasan yang gamblang, bahwa ada nasib yang memasang pigmen dalam kulit. Pigmen kita membuat hakikat kita. Ada orang hitam, ada kulit "negro", ada juga yang "putih". Warna-warna itulah yang mengarahkan sejarah. Identitas adalah nujum. Ada esensi sebelum eksistensi. </p><p>Tapi benarkah Takdir merancang semuanya? Di majelis hutan Mississipi itu, suara perempuan tua itu merendah: "Saudara-saudaraku, kegelapan menyertai kita." </p><p>"Kegelapan di balik pori-pori, di ceruk sel darah merah dan getah bening. Kegelapan dalam suara serak, dalam lagu Old Black Joe yang memberat menjelang ajal. Kegelapan Maut, kegelapan kata-kata Tuhan yang tak selamanya kita mengerti, kegelapan yang mengelak dari Takdir yang makin lama makin putih. </p><p>"Kegelapan yang membiarkan kita tak punya nama, yang menampik nama bila nama adalah daftar milik yang jelas dari tuan-tuan kita. Kegelapan hutan ini yang teduh. Kegelapan yang melindungi kita dari Kebengisan." </p><blockquote><i>Blood on the leaves<br />And blood at the root<br />Black bodies swinging<br />In the southern breeze <br />Strange fruits hanging<br />From the poplar trees</i></blockquote> <p>Kebengisan itu tak pernah kau lihat. Mesin-waktumu yang tak sempurna hanya menemukan potret tubuh George Hughes yang digantung di dahan pohon. Tak hanya digantung. Ia dibakar. Ini Sherman, Texas, 1930. </p><p>Kau bisa baca di perpustakaan kota itu: "negro" buruh tani ini ditangkap dengan tuduhan membunuh majikannya dan memperkosa istri si tuan. Di kampung kecil yang jarang dihuni itu, bisik-bisik beredar: Hughes adalah "hewan yang tahu betul apa yang dimauinya". </p><p>Para petani kulit-putih yang tinggal di dusun itu telah lama bringas, dan kini punya alasan buat lebih bringas. Mereka yang selamanya takut, curiga, dan benci kepada makhluk dengan pigmen berbeda itu kini punya dalih. Mereka serbu gedung pengadilan tempat Hughes ditahan. Mereka bakar. Hughes mereka seret ke luar dan mereka lemparkan ke atas truk. Polisi tak berbuat apa-apa - malah membantu mengatur lalulintas. Di sebuah lapangan dekat tempat tinggal orang hitam, Hughes diikat dan dikerek ke atas sebuah pohon. Api besar dinyalakan. </p><p>Dalam sebuah potret kau lihat: Hughes yang tinggal arang, terpentang, bergayut, pada pokok yang rendah. </p><p>Orosco mengabadikan adegan itu dalam sebuah litograf dari tahun 1934, <i>Negros Colgados</i>. Lihat, tak cuma satu "negro". Tubuh-tubuh yang dibunuh itu begelantungan seperti puluhan buah yang aneh. Billie Holiday mengungkapkannya dalam <i>Strange Fruits</i>: suaranya setengah serak, dengan pilu yang seakan-akan telah jadi napas: <i>Darah pada daun/ darah pada akar/ Jasad hitam yang terayun-ayun/di angin selatan/ buah ganjil yang tergantung/ di pohon poplar.</i> </p><p>Ada sesuatu yang lain pada lagu itu, yang mula-mula tampak pada litograf Orosco: pohon dan dahan itu - tak dihiasi daun-daun -- seakan-akan menegaskan kekuatan yang lurus, lugas, tegak. Juga ia tempat pameran yang meyakinkan. Tak sengaja Orosco mengingatkan kita bahwa sebuah negeri, sebuah tata, adalah bangunan yang kuat karena ia memamerkan sesuatu yang lurus dan sekaligus mengancam. Dengan kata lain: kebengisan. </p><p>Kebengisan itu sering ditutupi dengan kata-kata: "utuh", "harmonis", "mufakat", seakan-akan sesuatu yang mulia telah diraih. Seakan-akan tak ada pergulatan politik di baliknya. Seakan-akan yang ada hanya arsitektur Tuhan. Tapi nyanyian Billie Holiday mengungkapkan kontradiksi-kontradiksi yang disembunyikan: ia berbisik tentang daerah pedalaman Selatan Amerika yang punya sejarah yang gagah, <i>the gallant South</i>, tapi ia segera menyebut wajah kesakitan orang-orang hitam yang tercekik. Ia menyebut "harum segar manis kembang magnolia", tapi di baris berikutnya "bau jangat terbakar yang terhidu tiba-tiba". </p><p>Tiap tata dibentuk dengan taksonomi: "putih", "hitam", "borjuis", "proletar", "asli", "tak-asli", "mayoritas", "minoritas". Tiap taksonomi dimulai dengan kepalsuan dan pemaksaan. </p><p>Tapi itu berarti ini tak ada tangan Takdir yang merancang. Tak ada hakikat sebelum apa yang diperbuat. Tak ada esensi sebelum eksistensi. Pembagian, apalagi pemisahan rasial, sepenuhnya hasil sebuah proses politik. Si "hitam" bukan jadi "hitam" karena ia diciptakan "hitam", melainkan karena ia distempel dan disensus dan dikelompokkan ke dalam kategori "hitam". Sejarah "hitam" dan "putih" adalah riwayat pergelutan, terkadang dengan pertempuran, terkadang dengan teriak mengajak maju, serempak, berbaris, 1000 pekik dari pita suara yang panas. </p><blockquote><i>Yes, we can<br />Yes, we can</i></blockquote> <p>Kau dengar suara itu di kerumunan manusia di Grant Park, Chicago, 4 November 2008 malam. Ya, kita dapat. Ya, kita sanggup. Kita - kata orang-orang itu -- sanggup membuat seorang Amerika dengan nama yang aneh dipilih jadi presiden dengan dukungan yang meyakinkan. Kita sanggup mengubah warisan sejarah yang telah memicu Perang Saudara di abad ke-19. Kita sanggup mengguncang pohon tempat kebengisan dipajang seakan-akan sebuah struktur yang cantik. </p><p>Tapi ini bukan hanya cerita kemenangan seorang yang bisa melintasi taksonomi "hitam-putih". Ini terutama cerita kemenangan dari pengertian lain tentang "politik". Sebab yang datang bersama Obama bukanlah politik sebagai kiat untuk mendapatkan yang-mungkin. Di tahun 2008 ini, di Amerika Serikat kita justru menyaksikan "politik" sebagai hasrat, setengah nekad, untuk menggayuh yang-tak-mungkin. </p><p>Yang-tak-mungkin memang akan selamanya tak-mungkin. Tapi yang-mustahil itu jadi berarti karena ia memanggil terus menerus, dan ia membuat kita merasakan sesuatu yang tak terhingga - yang agaknya menyebabkan jutaan orang bersedia antri berjam-jam untuk memilih dan mengubah sejarah: mereka menyebutnya Keadilan, atau Kemerdekaan, atau nama lain yang menggugah hati. Seperti cinta yang terbata-bata tapi tulus. Seperti sajak yang hanya satu bait tapi menggetarkan. </p><p>Seperti tubuh-tubuh yang kau lihat menyanyi di hutan itu. </p><blockquote><i>Weep no more, my lady,<br />Oh, weep no more today.</i></blockquote> <p><b><i>Goenawan Mohamad</i></b></p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-8330061197176057022008-11-14T12:48:00.000+07:002008-11-14T12:49:35.695+07:00Keberagaman Membentuk Wataknya<div style="text-align: justify;" class="block-content"><h1><span style="font-weight: bold;font-size:130%;color:#ff9900;" >Maya Soetoro-Ng:</span><br /><br /></h1> <div class="news-content"><p>KETIKA dunia larut dalam kemenangan Barack Hussein Obama Jr. dalam pemilihan umum Presiden Amerika Serikat, pekan lalu, sekitar 7.000 ribu kilometer dari Chicago, seorang perempuan berambut panjang hitam legam ikut berbagi kebahagiaan. Dialah Maya Kassandra Soetoro-Ng, adik seibu Obama. </p><p>Malam itu, di apartemen seluas 600 meter persegi di Jalan Beretania, Honolulu, Hawaii, Maya sebetulnya sedang sibuk menyiapkan proses pemakaman nenek mereka, Madelyn Dunham. Sang nenek, yang mereka panggil ”Toot”, wafat tepat sehari sebelum Obama menang. </p><p>Lebih muda sembilan tahun daripada sang abang, Maya lahir di Jakarta, 38 tahun silam, dari pasangan Stanley Ann Dunham dan pria Indonesia bernama Lolo Soetoro. Keduanya menikah di Hawaii, setelah Ann Dunham bercerai dengan ayah Obama. </p><p>Meski mereka berbeda ayah, Maya sangat dekat dan selalu berbagi cerita dengan sang abang. Ketika Obama memutuskan ikut bertarung dalam konvensi Partai Demokrat, Maya rela meninggalkan pekerjaannya sebagai pengajar di sebuah sekolah putri di Honolulu dan dosen kuliah malam di University of Hawaii di Manoa. </p><p>Dalam berbagai kampanye di depan pendukung Obama, Maya tampil ”mempromosikan” sang abang. Bukan dalam bentuk janji politik, melainkan lebih banyak berkisah tentang masa kecil dan remaja yang ia lalui bersama sang abang. </p><p>Media yang ingin tahu masa lampau Obama mulai memperhatikan Maya. Tidak mengherankan jika kemudian ibu seorang putri kecil bernama Suhaila, dari pernikahannya dengan Konrad Ng, ini ikut terkerek namanya. </p><p>Rabu pagi waktu setempat, setelah pesta kemenangan itu, di sela perkabungannya, wartawan Tempo, Angela Dewi, mewawancarai Maya lewat saluran telepon internasional. Percakapan terputus beberapa kali karena Maya sangat sibuk menyiapkan proses pemakaman. Meski suaranya terdengar terburu-buru dan bernada murung, Maya menjawab pertanyaan—dalam bahasa Indonesia bercampur Inggris—dengan ramah. </p><p><b>Selamat atas kemenangan abang Anda dan ikut berdukacita atas kepergian nenek Anda.</b> </p><blockquote>Terima kasih. Kami memang sedang dalam suasana perkabungan. Saya tidak bisa bercerita bagaimana perasaan saya saat ini.</blockquote> <p><b>Anda tidak berada di dekat abang Anda ketika kemenangannya diumumkan....</b> </p><blockquote>Saya ikut berbagi kebahagiaan atas kemenangan Barack Obama. Tapi, sekali lagi, kami berada dalam suasana duka....</blockquote> <p><b>Seberapa besar arti Obama buat Anda?</b> </p><blockquote>Sejak kecil kami sangat dekat, karena kami tumbuh tanpa keluarga yang lengkap. Barack Obama menjadi pengganti ayah bagi saya. Dia melindungi, bossy, tapi sayang kepada saya. Saya ingat dia suka mengolok-olok jika saya tidak bisa mengerjakan tugas sekolah. Dia bilang saya harus punya tujuan hidup dan pencapaian yang tinggi.</blockquote> <p><b>Anda berbeda usia cukup jauh dengannya.…</b> </p><blockquote>Sembilan tahun. Jadi banyak sekali yang saya pelajari dari dia. Bagaimana dia menghadapi masalah, bagaimana dia menyelesaikannya. Dia mengajarkan kepada saya bagaimana menjalani kehidupan.</blockquote> <blockquote>(Dalam satu artikel mengenai kedekatan Maya dan Obama, majalah Time menulis bagaimana Obama mengenalkan dunia kepada Maya. Ia membelikan Maya kaset jazz dan blues, mengajak Maya menonton dan membelikan novel. Tidak mengherankan jika kemudian mereka punya selera yang sama terhadap musik, sastra, dan filsafat. Kantor berita AFP juga pernah menulis, ketika ayah Maya wafat pada 1987, Obama membantunya memulihkan perasaan. Kasih sayang Obama kepada sang adik juga tampak dalam kalimat di bukunya, Dreams from My Father. Obama menulis kesannya tentang sang adik, yang berdiri di sampingnya ketika Obama menikah, pada 1992. ”Aku menatap ke arah adik kecilku dan melihat seorang perempuan yang tumbuh dewasa, cantik, dan bijaksana serta terlihat seperti perempuan bangsawan Latin dengan kulitnya yang selembut minyak zaitun dan rambut panjangnya yang hitam terurai.”) </blockquote> <p><b>Apa yang paling berkesan dalam diri abang Anda?</b> </p><blockquote>Dia punya perpaduan yang unik antara sikap independen, penuh percaya diri, empatik, dan melankolis. </blockquote> <p><b>Barangkali karena dia dibesarkan di tengah banyak perempuan?</b> </p><blockquote>Saya rasa begitu. Ibu, Nenek, dan saudara-saudara perempuan lainnya membawa pengaruh pada pembentukan watak penuh perhatian yang dimiliki abang saya. </blockquote> <p><b>Bagaimana dengan pengaruh ibu Anda?</b> </p><blockquote>Ibu kami adalah perempuan yang sibuk, independen, tapi penuh perhatian dan selalu memastikan semuanya baik-baik saja. Saya pikir abang saya mewarisi banyak karakter ibu kami, meski dalam beberapa tahun masa kecilnya Obama lebih banyak menghabiskannya bersama Nenek. Saya pikir abang saya juga mewarisi dari ibu jiwa sosial dan kemampuan merangkul banyak orang. </blockquote> <blockquote>(Beberapa media pernah menulis reaksi tenang Stanley Ann Dunham ketika tahu Obama lebih banyak menyinggung sang ayah dalam bukunya, Dreams from My Father. Perempuan yang meninggal pada 1995 ini hanya berkomentar, ”Memang seharusnya begitu.”)</blockquote> <p><b>Abang Anda banyak menghabiskan waktu remajanya di Hawaii. Apa pengaruhnya bagi dia?</b> </p><blockquote>Kami tinggal bersama di Honolulu dari 1973 hingga 1976. Ketika Obama tinggal bersama Kakek dan Nenek, saya sering berkunjung sampai akhirnya dia tamat dari Punahou School pada 1979 dan pindah ke mainland untuk melanjutkan kuliah. Keberagaman di Hawaii juga membentuk wataknya. </blockquote> <p><b>Bagaimana dengan pengaruh masa kecil di Indonesia?</b> </p><blockquote>Abang saya melewatkan sebagian masa kecil dan perkenalannya dengan dunia luar di Jakarta. Saya rasa abang saya mulai memiliki konsep tentang jiwa sosial dan kemiskinan serta jurang antarkelas ketika kami tinggal di Jakarta. Abang saya berbaur dengan teman-temannya dari bermacam kelas, dan itu sangat baik untuk membentuk karakter.</blockquote> <blockquote>(Dalam bukunya yang lain, Audacity of Hope, Obama berkisah bahwa meski ibu mereka seorang ekspatriat, kehidupan mereka pada akhir 1960-an hingga awal 1970-an itu sesungguhnya mirip orang kebanyakan. Jakarta saat itu dalam keadaan kacau. Listrik sulit, jalan tak beraspal. Indonesia baru berganti rezim dari Soekarno ke Soeharto. Setelah keuangan Lolo Soetoro membaik dan mereka pindah rumah ke Matraman Dalam, tetap saja keluarga Soetoro tidak mampu menyekolahkan Obama ke sekolah asing yang mentereng. Tidak mengherankan jika kemudian Obama lebih banyak bergaul dengan anak kampung.)</blockquote> <p><b>Banyak media Barat yang berusaha mengaitkan kehidupan masa kecil abang Anda di Jakarta dengan Islam.</b> </p><blockquote>Saya gusar dan frustrasi. It is terrible. Sering saya sampaikan bahwa keluarga kami tumbuh di tengah budaya Islam karena kedua ayah kami berlatar belakang Islam, tapi itu kemudian diartikan sepotong-sepotong. Saya percaya di tempat-tempat lainnya, juga di Indonesia, ada banyak berita lain yang mematahkan hal-hal semacam itu. </blockquote> <p><b>Abang Anda takut menyinggung-nyinggung Islam karena itu akan jadi kampanye buruk bagi dirinya?</b> </p><blockquote>Tidak sama sekali. Kami tidak takut. Saya tidak ingin menolak Islam dalam bagian kehidupan keluarga kami. Saya pikir sangat bijak jika kita mencoba memahami Islam, pemahaman yang lebih baik. Namun, pada saat yang sama, ada ketidakadilan yang dilekatkan pada Barack Obama. </blockquote> <p><b>Anda dan abang Anda dikenalkan pada budaya Islam?</b> </p><blockquote>Seingat saya, abang saya pernah memakai sarung dan bermain dengan anak-anak di masjid. Ketika kecil, saya juga pernah membaca Quran. Setiap pagi kami mendengar azan. Ibu bilang azan itu indah. Tapi, secara falsafah, saya adalah orang Buddha dan abang saya kristiani. </blockquote> <p><b>Ibu Anda?</b> </p><blockquote>Ibu saya agnostik, ia menganggap semua agama membawa kebaikan yang sama. </blockquote> <p><b>Anda bahagia tumbuh di tengah keluarga yang beragam seperti itu? </b> </p><blockquote>Saya pikir itulah yang membuat Barack Obama diterima oleh banyak orang. Ia bicara tentang perubahan dan sebuah kemungkinan dalam keberagaman. Kami berada dalam keberagaman itu. Kami tahu bagaimana rasanya.</blockquote> <p><b>Abang Anda tidak keberatan disebut Afro?</b> </p><blockquote>(Maya tertawa perlahan) Dia suka disebut hitam. Bukan bentuk penghinaan. Dia menikmati panggilan itu. </blockquote> <p><b>Kalau Anda? Anda merasa lebih Indonesia atau kulit putih?</b> </p><blockquote>Saya hibrida.… Saya separuh Asia dan separuh Amerika. Saya juga menikmati itu. Saya pikir anak saya juga akan merasakan hal yang sama. Sebuah hibrida tidak bisa dilihat dari satu sisi. (Maya menikah dengan pria Cina-Kanada, seorang profesor di University of Hawaii.)</blockquote> <p><b>Ini pertanyaan yang diajukan banyak orang: abang Anda bisa bicara dalam bahasa Indonesia?</b> </p><blockquote>Oh, di depan orang ramai dia tidak percaya diri. Tapi, dengan saya, dia suka berguyon. Dia suka bilang, ”Maya sini, Maya sini.…” Bicaranya halus....</blockquote> <p><b>Abang Anda pernah bicara soal Indonesia beberapa tahun terakhir?</b> </p><blockquote>Seingat saya, dia terakhir kali ke Jakarta pada 1991 untuk menyusun bukunya. Ia bilang banyak perubahan. Saya pikir dia punya kesan yang mendalam pada kunjungan itu. Dia pernah bercerita bahwa ia mengkhawatirkan Indonesia.</blockquote> <blockquote>(Sebuah bagian dalam Audacity of Hope yang berkisah tentang Indonesia juga menyebut bagaimana Obama ingin mengajak istri dan anak-anaknya melihat Bali, tapi khawatir suasananya sudah tidak sama lagi dengan kenangan tentang Bali yang ia kunjungi ketika masih kecil.)</blockquote> <p><b>Bagaimana Anda melihat hubungan abang Anda dengan Michelle?</b> </p><blockquote>Saya mengagumi hubungan mereka yang hangat dan kuat. Saya rasa abang saya menemukan akar tempat ia melekat di Chicago dengan pernikahannya ini. Ini menyenangkan mengingat bagaimana kami menjalani kehidupan di tengah latar belakang yang beragam.</blockquote> <p><b>Anda kini menjadi bagian dari keluarga paling penting di Amerika. Ada yang berubah?</b> </p><blockquote>Saya penduduk Hawaii dan saya seorang guru sekolah. Tapi saya akan melakukan semua yang saya mampu untuk membantu abang saya.</blockquote> <p><b>Presiden Amerika Serikat seperti apa yang Anda lihat dalam diri abang Anda?</b> </p><blockquote>Ibu saya pernah bilang, kamu bisa jadi apa saja yang kamu inginkan. Tapi seriuslah dengan semuanya. Saya pikir ia akan berdiri di depan kita semua sebagai presiden yang punya pengalaman dan tumbuh dalam lingkungan yang beragam. Ia memahami apa yang tidak diketahui orang-orang Amerika kebanyakan. Sebagai Presiden Amerika Serikat, perubahan seperti yang dibawa Barack Obama adalah sebuah mimpi yang mustahil di masa lampau. Saya pikir kami beruntung. </blockquote></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-9029574614649940952008-11-14T12:46:00.000+07:002008-11-14T12:48:04.101+07:00Sang Presiden dari Menteng Dalam<div style="text-align: justify;"><br /><span style="font-weight: bold;">Barack Obama sudah bercita-cita jadi presiden sejak tinggal di Jakarta.</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Karakternya terbentuk oleh didikan keras sang ibu.</span><br /><br />IA cuma pegawai rendahan. Pekerjaannya saban pagi adalah menyiapkan proyektor dan LCD di ruang kelas PPM Institute of Management, di kawasan Menteng, Jakarta. Tapi Rabu siang pekan lalu, Saman, anggota staf bagian umum lembaga pendidikan itu, mendadak menjadi selebritas.<br /><br />Saat Barack Obama disebut sebagai Presiden Amerika terpilih untuk periode 2009-2013 pada siang itu (atau Selasa malam di Chicago, Amerika Serikat), teman-teman sekantor Saman langsung menyerbunya. ”Selamat, Pak,” kata seseorang yang menyalaminya di lift. ”Kalau enggak ada Bapak, Obama tak akan jadi presiden,” ucap yang lain.<br /><br />Obama bagi pria 58 tahun asal Gunung Kidul itu memang bukan nama yang asing. Ia bagian dari kehidupan masa lalu Saman. Saat itu, 38 tahun silam, Saman mendapat tugas dari ibu Obama, Stanley Ann Dunham, untuk ”mengikuti Barry ke mana pun dia pergi”. Barry adalah nama panggilan Obama kecil.<br /><br />Keluarga Barry ketika itu belum lama pindah dari Jalan KH Ramli Nomor 16, Menteng Dalam, Jakarta, ke Jalan Taman Matraman Barat Nomor 22. Barry tinggal bersama Ann, Lolo Soetoro—ayah tirinya—dan adiknya, Maya Kassandra Soetoro, serta tiga pembantu yang lain. Lolo bekerja pada bagian topografi TNI Angkatan Darat, sebelum pada 1972 pindah kerja ke Union Oil, perusahaan minyak Amerika yang kelak berganti nama menjadi Unocal (terakhir Chevron).<br /><br />Saman masih ingat pada 1970 itu ia kerap mengantar Barry ke Sekolah Dasar 01 Besuki (sekarang SD Menteng 1) menggunakan sepeda ontel. Ia bertugas mengantar bila Barry tak ikut mobil jemputan ibunya, yang bekerja sebagai guru bahasa Inggris di PPM (yang waktu itu berlokasi) di Budi Kemuliaan, Jakarta. Di jalan itulah, atau saat bermain, teman-teman Barry kerap meledeknya dengan panggilan ”Negro, Negro”. Obama membalas ejekan itu dengan teriakan ”Huuu… kampungan!”<br /><br />”Barry sudah mulai lancar berbahasa Indonesia dan sudah bisa bilang lu-gue,” ujar Saman kepada Tempo.<br /><br />Obama bersekolah di Jakarta dari 1968 hingga akhir 1971. Ia belajar di SD Fransiskus Strada Asisi (sekarang SD Katolik Fransiskus Asisi) sejak 1968 hingga awal 1970. Selanjutnya, ia pindah ke SD 01 Besuki saat kelas III hingga kelas IV. Ia kemudian melanjutkan pendidikan dasarnya di Hawaii.<br /><br />Sebelum Obama berangkat ke sekolah, Ann biasanya memberinya tugas belajar. Tugas itu harus diselesaikan sebelum sang ibu pulang kerja. ”Kalau Barry tak menyelesaikan tugas yang diberikan ibunya, dia akan dikunci di dalam kamar,” kata Saman.<br /><br />Dengan disiplin keras inilah Ann mendidik Barry. Saat tinggal di Menteng Dalam, misalnya, Obama harus menimba air sumur sendiri. Sang anak pun tak boleh menolak menu makan yang disuguhkan. Nucky Nugroho, 53 tahun, bercerita pernah melihat Obama, Lolo, dan Ann makan nasi dengan hanya berlaukkan ikan asin dan sambal. ”Saya sebenarnya kasihan melihatnya. Tapi Barry makan makanan sederhana itu dengan lahap,” ujar pengusaha batu bara yang kini tinggal di Cirebon itu seraya terkekeh. Nucky adalah anak Trisulo, mantan pejabat Pertamina. Istri Trisulo merupakan kakak kandung Lolo.<br /><br />Mungkin lantaran masih belum kenyang, Barry bertandang ke rumah temannya. Keluarga Askiar dari Padang, tetangganya di Menteng Dalam, menjadi tempat favorit Barry menyantap rendang. Djoemiati, 66 tahun, Bu RT 11 di Menteng Dalam itu, mengisahkan kenakalan Obama. Barry, misalnya, pernah hampir menghabiskan kue tar yang hendak disuguhkan kepada tamu keluarga tetangga Djoemiati. Karena berang, pembantu rumah itu mengejar-ngejar Barry. Obama lari terbirit-birit sebelum bersembunyi di kolong tempat tidur. ”Gaya lari Barry lucu banget, mirip bebek sawah,” ucapnya.<br /><br />Dalam buku Dreams from My Father (1995) yang ia tulis, Obama memuji kedisiplinan dan jejak multikultural yang ditinggalkan sang ibu. Ann meninggal di Hawaii pada 1995. ”Saya berutang kepadanya untuk semua hal yang terbaik dalam diri saya,” demikian tulisnya.<br /><br />Jejak ini bahkan menjadi modal paling penting Obama ketika kembali ke Amerika dan kemudian terjun ke dunia politik. Dengan ayah kandung kulit hitam dari Kenya, ibu kulit putih berdarah Indian Cherokee, dan ayah tiri berkulit sawo matang, ia tak lagi gusar saat mendapat sebutan ”miring” dari teman-temannya. David Axelrod, sahabat yang kemudian menjadi manajer strategi kampanye Obama, mengisahkan, ketika Obama masuk sekolah menengah di Honolulu, teman-teman putih Amerikanya justru memanggil dia dengan julukan ”Negro dari Indonesia”.<br /><br />Dengan kematangan multikultural itu ia menapaki panggung politik. Hanya dalam waktu dua tahun setelah menjadi senator pada 2004, wajah Obama sudah terpampang di sampul majalah Time. Judulnya sangat provokatif, ”Barack Obama: Apakah Dia Presiden Berikutnya?”<br /><br />Obama memang menjadi bintang yang melesat cepat di politik Amerika Serikat. Padahal ia baru resmi menjadi politikus pada 1996—sebagai politikus lokal di Negara Bagian Illinois. Saat terpilih sebagai senator pada usia 43 tahun itu, Obama tak menjanjikan hal yang muluk. Kepada wartawan, ia mengatakan yang pertama dilakukan setelah menjadi senator adalah mempelajari bagaimana lembaga itu bekerja, bagaimana membuka keran di wastafel, serta bagaimana menggunakan telepon di sana. Inilah strategi ”mengenal lingkungan terdekat”.<br /><br />Dengan strategi ini ia menancapkan pengaruhnya di Illinois. Seperti bebek sawah yang terus mengitari sawah yang ia kenal, Obama mengetuk dari satu pintu ke pintu lain, dari satu komunitas ke komunitas lain, hingga akhirnya ia merebut para pemilih di seluruh Amerika. Ia menjadi Presiden Amerika pada usia muda: 47 tahun.<br /><br />Inilah cita-cita yang, kata Obama, ”tak ada yang tak mungkin diwujudkan di Amerika”. Di Indonesia, ketika duduk di kelas III, Obama pernah diminta Israella Pareira Darmawan, guru di SD Fransiskus Asisi, mengarang dengan tema ”Cita-citaku”. Israella, kini 64 tahun, ingat betul, bocah delapan tahun itu pernah menulis: ”Cita-citaku: Presiden.”<br /><br />Saman pun mengingat suatu obrolan antara Obama dan Lolo Soetoro. ”Kamu besok mau jadi apa?” tanya Lolo. Obama menjawab, ”Ingin jadi PM.” Saman baru ngeh sekarang bahwa PM yang dimaksudkan Barry dulu adalah perdana menteri. ”Cita-citanya kesampaian,” kata Saman.<br /><br />”Dia warga Menteng Dalam pertama yang jadi Presiden Amerika,” ucap Coenraad Satjakoesoemah, 77 tahun, suami Djoemiati, seraya tersenyum.<br /><br />Di Grant Park, Chicago, Selasa malam itu perayaan kemenangan Obama dihadiri 80 ribu orang. Di Bellagio Boutique Mall, Mega Kuningan, Jakarta, ratusan fan Obama dari beberapa negara berkumpul pada Rabu pukul 19.00 hingga tengah malam. Musik jazz mengayun, pelbagai minuman cepat tandas, kaus dan poster bergambar Obama ludes, balon warna-warni diterbangkan, enam spanduk besar menjuntai dari lantai dua hingga ke lantai dasar. Tulisannya: ”We Love You Obama Presidenku”.<br /><br />Sekitar 20 teman SD 01 Besuki berkumpul di Pisa Cafe, Menteng, Rabu siang. Mereka merencanakan kegiatan reuni dan merancang ucapan selamat kepada sang sahabat: Barry. Untuk pertemuan itu, sebagian besar dari mereka tak masuk kerja. ”Saya sudah izin kantor untuk menyaksikan penghitungan ini,” kata Cut Citra Dewi, 48 tahun, teman sebangku Obama saat kelas III-A.<br /><br />Nucky, di rumah dengan luas lebih dari 500 meter persegi di Jalan Perjuangan VII, Cirebon, mengundang puluhan wartawan menonton siaran langsung penghitungan suara. ”Lihatlah, semua orang seperti kesirep,” serunya. Saat Obama dinyatakan menang, ia pun segera menelepon saudara-saudaranya di Jakarta dan Yogyakarta.<br /><br />Kismardhani S. Roni, anak Suwarti, kakak Lolo Soetoro, mengenang kembali Obama dan Maya Soetoro yang dulu sering berlibur di rumah eyang mereka di Kampung Jayeng Prawiran, Yogyakarta. ”Om Lolo sangat sayang kepada Barry,” ucapnya. Lolo meninggal pada 1987 karena komplikasi lever.<br /><br />Ide menggelar syukuran keluarga besar Trisulo dan Lolo Soetoro pun terbit. Tapi Sonny Trisulo, adik Nucky, tak setuju. ”Itu berlebihan. Kita doakan saja Barry selamat,” kata Sonny, yang telah bertemu dengan Obama pada Juni lalu.<br /><br />Saman, ”sang pengawal” Presiden Amerika, juga tak punya rencana hajatan. Ia hanya warga jelata yang setiap hari naik sepeda motor dari rumahnya di Pulogebang, Jakarta Timur, ke kantornya untuk menyiapkan properti sekolah. Sudah sejak 1972 ia bekerja di sana. Ann-lah yang meminta PPM mempekerjakan Saman menjelang pulang ke Hawaii. Saman mengawali karier sebagai juru parkir dan masuk bagian yang ia tempati sekarang sejak 1975. Dunia Saman masih tak beranjak jauh dari mesin proyektor.<br /><br />Yos Rizal S., Iqbal Muhtarom, Cornila, Ivansyah (Cirebon), Pito Agustin (Yogyakarta)<br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-89065897666698848572008-11-13T10:29:00.000+07:002008-11-13T10:31:19.107+07:00Demokrasi "Paman Sam" di Mata Publik Indonesia<div class="judulisiberita" style="margin: 5px 0px; text-align: justify;"><br /><br /> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="width: 300px; float: left; margin-right: 10px; text-align: justify;"> <div style="padding: 0px 0px 5px; width: 298px;"> <div id="loadarea" style="margin-bottom: 5px; width: 298px;"><img src="http://www.kompas.com/data/photo/2008/11/04/213021p.jpg" border="0" width="298" /> </div> <div id="boxpoto" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-align: left;"><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/13/06083173/demokrasi.paman.sam.di.mata.publik.indonesia..#" style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-decoration: none;">(<span style="font-size:78%;">Getty Images/Joe Raedle)</span></a></div><div style="text-align: left;"> </div><div id="boxtitle" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 11px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(51, 51, 51); text-align: left;"><span style="font-size:78%;">Barack Obama menyapa sejumlah orang saat berkampanye di Mack's Apples, Londonderry, New Hampshire, 16 Oktober 2008</span>. </div> </div> <!--- video --> <script type="text/javascript" src="http://tv.kompas.com/video/swfobject.js"></script><div id="player"><embed type="application/x-shockwave-flash" src="http://tv.kompas.com/video/mediaplayer.swf" id="mpl" name="mpl" quality="high" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" flashvars="height=225&width=298&file=rtmp://stream.kompas-tv.com:443/default/&image=http://tv.kompas.com/images/stories/081107_x_politik.jpg&id=081107_x_politik" height="225" width="298"></embed></div><script type="text/javascript">var so = new SWFObject('http://tv.kompas.com/video/mediaplayer.swf','mpl','298','225','8');so.addParam('allowscriptaccess','always');so.addParam('allowfullscreen','true');so.addVariable('height','225');so.addVariable('width','298');so.addVariable('file','rtmp://stream.kompas-tv.com:443/default/');so.addVariable('image','http://tv.kompas.com/images/stories/081107_x_politik.jpg');so.addVariable('id','081107_x_politik');so.write('player');</script><div id="boxpoto" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102);"><a href="http://www.kompas-tv.com/content/view/8069/2" style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-decoration: none;" target="_blank">Obama Jadi Presiden, Indonesia Harapkan Perhatian AS /KompasTV</a><br /><br /><br /></div> <div id="boxterkait" style="width: 300px; background-color: rgb(255, 255, 255); margin-bottom: 20px;"> <b class="judulnolead">Artikel Terkait:</b> <ul id="navlist"><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/12/20353329/keluarga.hambali.dukung.obama.tutup.guantanamo">Keluarga Hambali Dukung Obama Tutup Guantanamo</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/12/17151129/sby.akan.telpon.obama.dari.washington">SBY akan Telpon Obama dari Washington</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/12/16112887/obama.batasi.peran.kelompok.lobi">Obama Batasi Peran Kelompok Lobi</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/12/12261267/hamas.bantah.bertemu.rahasia.dengan.penasihat.obama">Hamas Bantah Bertemu Rahasia dengan Penasihat Obama</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/12/10271718/obama.akan.ubah.banyak.kebijakan.bush">Obama Akan Ubah Banyak Kebijakan Bush</a></li></ul> </div> <div style="padding: 0pt;"> </div> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="tanggal">Kamis, 13 November 2008 | 06:08 WIB</div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><strong>Pemilihan </strong>Presiden Amerika Serikat menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat Indonesia. Berbagai kalangan, tua-muda, laki-laki-perempuan, pendidikan tinggi-rendah, antusias mengikuti pemberitaan tentang pemilu di Amerika Serikat.</p><p style="text-align: justify;">Antusiasme itu ditangkap oleh jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan sehari setelah Pemilu Amerika Serikat digelar 4 November lalu. Sebanyak 91,5 persen responden mengaku mengikuti pemberitaan pesta demokrasi di Negeri Paman Sam itu lewat media massa. Bahkan, 35,9 persen tidak mau ketinggalan berita barang sehari pun, merasa perlu untuk mengikutinya setiap hari.</p><p style="text-align: justify;">Jika dilihat lebih jauh, ketertarikan untuk mengikuti pemberitaan pemilu di negara yang dijuluki ”adidaya” dan pelopor demokrasi ini merata di semua kalangan meskipun dengan derajat ketertarikan yang berbeda- beda. Laki-laki dan perempuan, misalnya, sama-sama menyukai pemberitaan Pemilu Amerika Serikat, tetapi terlihat bahwa proporsi jumlah laki-laki lebih banyak yang mengikuti.</p><p style="text-align: justify;">Dilihat dari sisi pendidikan, makin tinggi pendidikan responden, makin intens mengikuti pemberitaan media tentang Pemilu Amerika Serikat. Sementara usia tidak berpengaruh pada ketertarikan mengikuti pemberitaan momen bersejarah di Amerika Serikat. Ini artinya, Pemilu Amerika Serikat menjadi konsumsi publik Indonesia, baik tua maupun muda.</p><p style="text-align: justify;">Pidato kemenangan Barack Obama yang disiarkan, oleh televisi asing dan lokal, juga menjadi klimaks pemilu yang menarik untuk ditonton. Sebanyak 57,3 persen responden menyempatkan diri menontonnya pada 5 November, baik yang disiarkan langsung maupun tidak langsung oleh stasiun televisi.</p><p style="text-align: justify;">Selain saat pemilu dan pengumuman pemenang, 88,7 persen responden juga menganggap proses pemilihan yang dijalani, mulai dari pencalonan lewat pemilu pendahuluan hingga penetapan calon dalam konvensi, menarik untuk diikuti. Demikian juga dengan debat calon presiden Amerika Serikat, diakui oleh 85,1 persen responden telah menyajikan sebuah tontonan yang menarik.</p><p style="text-align: justify;">Dengan semua rangkaian pemilu yang telah berlangsung, Amerika telah menampilkan sebuah pergelaran demokrasi yang elegan. Penghargaan kepada lawan politik oleh Obama dan pengakuan kekalahan oleh McCain yang diberikan oleh kedua kandidat seusai pertarungan menjadi pameran demokrasi dan etika politik yang menarik.</p><p style="text-align: justify;">Pesta Pemilu Amerika Serikat membuat 89,2 persen responden menilainya sebagai sebuah perhelatan pemilu yang demokratis, bahkan 39,7 persen menilainya sangat demokratis. Penilaian ini tidak berbeda antara mereka yang sudah pernah pergi ke Amerika Serikat dan yang belum pernah menginjakkan kaki di sana.</p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-7995945925447856022008-11-11T05:13:00.000+07:002008-11-11T05:14:10.834+07:00Pilpres USA (2)<div class="entry-content"> <div class="snap_preview"><p>Masih ada hubungannya dengan <span style="text-decoration: line-through;">Erectoral</span> Electoral College, saya iseng2 bersimulasi kalau misalnya sistem tersebut diterapkan di Indonesia untuk pemilihan presiden. Yah, maklum, saya kan pegawai yang kurang pekerjaan, jadi banyak waktu untuk iseng. *<em>hint</em> mau pundung kalau gak naik gaji gede* <img src="http://s.wordpress.com/wp-includes/images/smilies/icon_biggrin.gif" alt=":D" class="wp-smiley" /> </p> <p>Jadi, begini kurang lebih skenarionya. Pertama-tama, saya harus tahu berapa jumlah anggota MPR. Karena anggota MPR itu adalah gabungan dari anggota DPR dan anggota DPD (a.k.a. Senat), maka saya harus tentukan dulu berapa jumlah masing2 badan legislatif tersebut.</p> <p>Anggota DPR saat ini adalah 550 orang. Nah, jumlah inilah yang nanti harus dibagi2 ke masing2 provinsi dengan jumlah yang berbeda2 sesuai jumlah penduduk masing2 provinsi tersebut.</p> <p>Berbeda dengan anggota DPR, anggota DPD jumlah sama untuk seluruh provinsi, yaitu 4 orang untuk tiap provinsi. Saat ini ada 33 provinsi, artinya jumlah anggota DPD mesti 132 orang.</p> <p>Berarti jumlah anggota MPR adalah 682 orang dan itu berarti saya punya 682 elector dalam Electoral College ala Indonesia. <img src="http://s.wordpress.com/wp-includes/images/smilies/icon_biggrin.gif" alt=":D" class="wp-smiley" /> </p> <p>Setelah itu, saya perlu membagi2 alokasi jumlah elector untuk masing2 provinsi. Tapi sebelum itu, saya harus mendapatkan angka jumlah populasi yang diwakili oleh satu elector. Caranya adalah membagi jumlah penduduk Indonesia dengan jumlah elector, yaitu 682. Penduduk Indonesia sekarang sekitar 220 juta, jadi hasilnya satu elector itu mewakili 320 ribuan rakyat Indonesia.</p> <p>Kemudian saya tinggal membagi jumlah penduduk masing2 provinsi dengan angka 320 ribu tadi, yang hasilnya bisa dilihat di tabel di bawah ini.</p> <p><a href="http://fistomacho.files.wordpress.com/2008/11/table1.jpg"><img class="alignnone size-full wp-image-1310" title="table1" src="http://fistomacho.files.wordpress.com/2008/11/table1.jpg?w=351&h=434" alt="table1" width="351" height="434" /></a></p> <p>Kalau dilihat sekilas, provinsi2 di Jawa bakal jadi rebutan ya. Sedangkan provinsi2 muda kelihatannya memiliki elector yang relatif sedikit.</p> <p>Nah, sekarang tinggal dimainkan saja pemilu-nya. <img src="http://s.wordpress.com/wp-includes/images/smilies/icon_biggrin.gif" alt=":D" class="wp-smiley" /> </p> </div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-52610337850141909342008-11-11T05:11:00.000+07:002008-11-11T05:12:50.736+07:00Pilpres Model USA (1)<div id="post-1304" class="post hentry category-faktual category-politik category-serbaserbi category-tokoh tag-politik tag-politics tag-president tag-pemilu tag-presiden tag-electoral-college tag-election p1 publish author-fistonista y2008 m11 d06 h01"><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="entry-meta"><span style="text-decoration: underline;"></span><br /></div> <div class="entry-content"> <div class="snap_preview"><p>Pemilu di AS kali ini memang menimbulkan euforia yang lebih besar daripada pemilu2 sebelumnya. Tidak cuma di AS saja, tapi juga di seluruh dunia.</p> <p><a href="http://fistomacho.files.wordpress.com/2008/11/vote2.jpg"><img class="alignnone size-medium wp-image-1305" title="vote2" src="http://fistomacho.files.wordpress.com/2008/11/vote2.jpg?w=300&h=213" alt="vote2" width="300" height="213" /></a></p> <p>Dulu, kebanyakan orang di Indonesia mungkin tidak terlalu peduli dengan apa dan bagaimana Pemilu AS berlangsung, atau siapa yang menjadi calon presiden AS. Tapi sekarang, lebih banyak orang yang mengikuti jalannya Pemilu di sana. Obama atau McCain jadi bahan obrolan dan analisa. Kalau ditanya siapa Biden atau Palin, kemungkinan besar sudah banyak yang bisa menjawab.</p> <p>Sebelum tahun 2004, Presiden dan Wapres kita dipilih secara tidak langsung melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang merupakan ’suara rakyat’. Tahun 2004, kita baru saja melahirkan Presiden dan Wapres yang dipilih langsung oleh rakyat. Dan itu katanya adalah salah satu bukti pencapaian kehidupan demokrasi di negeri ini. <img src="http://s.wordpress.com/wp-includes/images/smilies/icon_smile.gif" alt=":)" class="wp-smiley" /> </p> <p>Pemilihan presiden dan wapres secara langsung tentu membutuhkan biaya yang sangat sangat besar. Belum lagi kalau kejadiannya seperti tahun 2004 di mana kita harus melakukan 2 kali putaran pilpres karena belum tercapainya syarat jumlah persentase suara minimal pada putaran pertama. Mungkin biayanya bisa membengkak berlipat2 juga. Belum lagi ongkos akibat konflik di tingkat akar rumput yang sering terjadi.</p> <p>Di Amerika Serikat, yang katanya mbah-nya demokrasi, pemilihan presidennya justru tidak dilakukan secara langsung seperti yang baru mulai diterapkan di Indonesia. Rakyat Amerika tidak memberikan suara secara langsung untuk salah satu kandidat presiden dan wakil presiden, melainkan kepada pemilih (<em>elector</em>) yang nantinya akan memegang mandat untuk memilih presiden dan wakil presiden. Kumpulan pemilih atau elector itulah yang disebut sebagai <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Electoral_College_%28United_States%29">Electoral College</a>.</p> <p>Ukuran Electoral College berbeda2 untuk tiap negara bagian di Amerika Serikat, yaitu tergantung jumlah penduduknya. Makin banyak penduduk suatu negara bagian, makin besar ukuran Electoral College-nya alias makin banyak elector-nya.</p> <p>Jumlah elector untuk seluruh negeri adalah 538, atau sesuai dengan jumlah anggota Kongres atau MPR-nya AS yaitu 535 orang plus 3 orang untuk mewakili Washington DC. Seperti diketahui, untuk memenangi pemilihan presiden, seorang kandidat harus meraih paling sedikit 270 suara.</p> <p>Hampir seluruh negara bagian menerapkan sistem <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Plurality_voting_system">Winner-takes-all</a>. Jadi misalnya di suatu negara bagian ada 6 elector yang diperebutkan dan kemudian hasil pemilihan suara menunjukkan ada 2 elector terpilih dari partai Republik dan ada 4 elector terpilih dari partai Demokrat, maka seluruh elector yang berjumlah 6 itu akan menjadi milik partai Demokrat.</p> <p>Pemilihan presiden dan wapres di AS juga sekaligus memilih sebagian anggota House of Representatives (DPR-nya Amerika) dan Senat. Biasanya, kemenangan salah satu kandidat presiden dan wapres dari partai tertentu akan diikuti kemenangan partai tersebut di badan legislatif.</p> <p>Saya tidak tahu apakah sistem Electoral College bisa diterapkan di Indonesia atau tidak. Mungkin bisa, tapi kurang cocok dan perlu usaha besar untuk mengubah dan mengamandemen UUD. Selain itu, sistem ini juga mempunyai kelemahan, salah satunya adalah pemenang jumlah Electoral College belum tentu mewakili kemenangan suara rakyat yang sesungguhnya.</p> <p>Hal ini bisa menimbulkan polemik, apalagi kalau selisih suara antara kandidat presiden sangat tipis. Bayangkan kalau itu terjadi di Indonesia, apa tidak tawuran dan rusuh tuh???… <img src="http://s.wordpress.com/wp-includes/images/smilies/icon_biggrin.gif" alt=":D" class="wp-smiley" /> </p> </div> </div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-40460215161883638932008-11-10T11:25:00.001+07:002008-11-10T11:27:51.095+07:00Ini Dia Tim Bentukan Obama<div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">CHICAGO. Sejak memenangkan pemilihan presiden AS, Barack Obama telah menyisihkan begitu banyak waktunya untuk menyusun tim kecil untuk membantunya melajukan pemerintahannya di masa transisi ini. Situs berita BBC menggandengkan semua profil tim Obama ini.</p><div style="text-align: justify;"><br /><br /><span style="font-weight: bold;">CHIEF OF STAFF: RAHM EMANUEL</span><br /><br />Rahm Emanuel bukanlah orang asing di Gedung Putih. Ia meladeni Bill Clinton sebagai Deputy Chief of Staff� untuk melakukan negosiasi. Ia termasuk staf yang loyal.<br /><br />Tahun 2002, setelah meninggalkan Gedung Putih, ia terpilih untuk menjadi anggota House of Representatives mewakili distrik Illinois. Empat tahun sesudahnya, ia terpilih untuk memimpin Democratic Congressional Campaign Committee.<br /><br />Saat ini, sebagai Chief of Staff untuk Obama, Emanuel bertanggung jawab untuk menyampaikan platform kebijakan presiden. Beberapa Demokrat yang liberal takut bahwa Emanuel yang moderat akan menggiring Obama terlalu fokus ke politik.<br /><br />Sementara lawan dari partai Republik mengeluh bahwa gaya partisan Emanuel bakalan tidak sepadan dengan kampanye Obama yang menjanjikan perubahan di Washington.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">SENIOR ADVISER: DAVID AXELROD</span><br /><br />Sebagai Chief Strategist Obama untuk duduk senat AS dan presiden AS, David Axelrod selalu mengharapkan untuk bisa mengikuti Presiden terpilih untuk masuk ke Gedung Putih.<br /><br />Axelrod akan meladeni Obama sebagai Senior Adviser yang bertindak untuk mencermati keputusan Presiden dan menemani Presiden kapan saja.<br /><br />Hampir seluruh masa kariernya habis di panggung politik di Chicago. Awalnya ia reporter untuk Chicago Tribune, lantas sesudahnya menjadi konsultan.<br /><br />Ia juga pernah menjadi penasihat bagi Harold Washington, seorang mayor Afro-Amerika� pertama Chicago. Ia pun mengenal Obama sebagai senator yang namanya melambung di kancah politik Chicago.<br /><br />Obama memilih David sebagai tim sukses kampanye 2004 untuk kursi senat AS dari Illinois. Kemudian, ia juga ditunjuk kembali untuk menjadi tim sukses pemilihan presiden sejak tahun 2006.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">TRANSITION CO-CHAIR: VALERIE JARRETT</span><br /><br />Seperti David Axelrod and Rahm Emanuel, Valerie Jarrett adalah teman dekat Obama. Ia juga elit politik Chicago.<br /><br />Ia pernah bekerja untuk Harold Washington di tahun 1980-an dan juga penggantinya Richard Daley; disaat yang bersamaan ia mempekerjakan Michelle Robinson yang dulu tengah bertunangan dengan Obama. �<br /><br />Ia duduk di Chicago Transit Board sejak tahun 1995 hingga 2005; dan akhirnya ikut Obama sebagai penasihat senior.<br /><br />Bersama dengan John Podesta selama masa transisi Obama, Jarrett akan membentuk tata pemerintahan untuk Obama, dan sepertinya akan diberi tanggung jawab yang besar sejak Obama terpilih sebagai presiden. </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-47230787366613388982008-11-09T15:32:00.000+07:002008-11-09T15:33:20.221+07:00Pemilih Tertinggi dalam Sejarah Pilpres AS<div class="judulisiberita" style="margin: 5px 0px; text-align: left;"><br /></div><div> </div><div style="width: 300px; float: left; margin-right: 10px; text-align: right;"> <div style="padding: 0px 0px 5px; width: 298px;"> <div id="loadarea" style="margin-bottom: 5px; width: 298px;"><img src="http://www.kompas.com/data/photo/2008/11/01/3060574p.jpg" border="0" width="298" /> </div> <div id="boxpoto" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-align: left;"><span style="font-size:78%;"><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/04/07341541/Pemilih.Tertinggi.dalam.Sejarah.Pilpres.AS#" style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-decoration: none;">AP Photo/Jae C Hong</a></span></div><div style="text-align: left;"> </div><div id="boxtitle" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 11px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(51, 51, 51);"><div style="text-align: left;"><span style="font-size:78%;">Pemilih Amerika Serikat antusias menghadiri kampanye pemilihan presiden 2008 sebagaimana terlihat di Reno, Nevada, 25 Oktober lalu. Krisis ekonomi yang melanda AS belakangan ini lebih menjadi penentu para pemilih AS dibandingkan sebelumnya, latar belakang agama para pemilihnya.</span></div> </div> </div> <!--- video --> <div id="boxpoto" style="margin-bottom: 0px; font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102);"><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/04/07341541/Pemilih.Tertinggi.dalam.Sejarah.Pilpres.AS" style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 9px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(102, 102, 102); text-decoration: none;" target="_blank">/</a></div> <div id="boxterkait" style="width: 300px; background-color: rgb(255, 255, 255); margin-bottom: 20px;"> <b class="judulnolead">Artikel Terkait:</b> <ul id="navlist"><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/04/07202625/waspadai.75.juta.suara.mengambang">Waspadai 75 Juta Suara Mengambang</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/04/04533399/pemilu.as.harapan.baru.masyarakat.muslim.">Pemilu AS Harapan Baru Masyarakat Muslim </a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/03/05211098/dua.hari.menuju.perubahan.amerika">Dua Hari Menuju Perubahan Amerika</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/03/04082838/bush.serukan.warga.gunakan.hak.pilih">Bush Serukan Warga Gunakan Hak Pilih</a></li><li><a href="http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/03/03435958/berharap.dari.hasil.pemilu.as">Berharap dari Hasil Pemilu AS</a></li></ul> </div> <div style="padding: 0pt;"> </div> </div><div style="text-align: right;"> </div><div style="text-align: right;" class="tanggal">Selasa, 4 November 2008 | 07:34 WIB</div><div style="text-align: right;"> </div><div style="text-align: right;" id="article_body"> <p><strong>TRI CITY, SELASA</strong> - Jumlah warga Amerika Serikat yang benar-benar akan memilih diperkirakan minimal 135 juta orang dari 153,1 juta orang yang sudah mendaftar. Ini adalah jumlah tertinggi dalam Pemilu Presiden AS sejak tahun 1920 ketika wanita AS mulai boleh memilih.</p><p>Upaya gencar kubu Partai Demokrat menyemangati warga untuk memilih merupakan faktor utama di balik naiknya minat warga untuk memilih.<br /><br />John Della Volpe, ahli politik dari Universitas Harvard, kepada wartawan Indonesia mengatakan, porsi terbesar di balik peningkatan jumlah pemilih adalah besarnya minat warga muda untuk memilih. Menurut Volpe, ini adalah kategori pemilih usia 18-24 tahun, yang menginginkan perubahan dan pro-Barack Obama.<br /><br />Berdasarkan informasi dari The Center for the Study of the American Electorate dari American University, Washington DC, warga yang akan benar-benar memilih sekitar 73,5 persen dari yang mendaftar. Sejak 1920, persentase ini adalah yang tertinggi dan lebih baik dari 72,1 persen yang tercatat pada tahun 1964.<br /><br />Pada hari terakhir kampanye, Senin (3/11), John McCain berkampanye di tujuh negara bagian, dimulai dari Florida, dilanjutkan ke Tennessee (Tri City), Virginia, Pennsylvania, Indiana, New Mexico, dan Nevada. Obama akan berkampanye di Virginia, dan North Carolina, Florida.<br /><br />Hari Minggu (2/11), di Florida, McCain memohon kepada warga untuk memilihnya. ”Gedung Putih bukan tempat bagi orang sebagai latihan, tetapi tempat bagi orang yang berpengalaman,” kata McCain, menirukan ucapan Hillary Clinton saat berhadapan dengan Obama dalam pemilu pendahuluan. Ini adalah sindiran kepada Obama, yang dipersepsikan kurang berpengalaman.<br /><br />Sementara itu, di Cincinati, Ohio, Minggu, Obama mengatakan, ”Jangan lengah. Kita akan mengubah sejarah. Warga penat dengan orang yang sama, yang tak punya ideologi yang pas untuk mengatasi masalah. Saya juga bisa menggugah sejumlah besar pendukung Republik, yang juga haus akan perubahan.”<br /><br />Dalam perkembangan terbaru, pamor Sarah Palin, yang sempat melejitkan kubu Republik, makin pudar. Berdasarkan jajak pendapat New York Times/CBS News poll, pekan lalu, 59 persen mengatakan Palin tak siap dengan pekerjaan. Warga juga yakin Obama lebih dipercaya sebagai pihak yang akan memilih orang-orang berkualitas untuk membantunya.<br /><br />Hal lain yang menunjukkan keunggulan Obama adalah program pajak Obama akan menguntungkan warga berpenghasilan 100.000-250.000 dollar AS per tahun. Sekitar 95 persen warga AS berada pada kategori ini. Ini adalah data dari Tax Policy Center, usaha patungan antara Urban Institute, Brookings Institution, dan Deloitte (perusahaan akuntan) atas permintaan The New York Times.<br /><br />Iklan kampanye berdurasi 30 menit dari kubu Obama juga berhasil menaikkan pamor Obama sepanjang pekan lalu, sebagaimana juga ditayangkan di Univision, MSNBC, BET, dan TV One yang ditonton 25 juta orang. ”Saya terkejut dengan jumlah pemirsa yang menonton iklan Obama,” kata Leslie Moonves, pemimpin CBS.<br /><br />Perhatian media juga lebih terfokus pada kampanye Obama, yang dua kali lebih besar dari McCain. Kubu McCain tetap mengatakan permainan belum berakhir dan dia akan memenangi pemilu. David Plouffe, jubir kampanye Obama, lewat e-mail kepada Kompas juga mengatakan tidak menyangka Demokrat unggul di Georgia dan North Dakota, daerah tradisional Republik.<br /><br />Menurut Reuters, Obama unggul di enam dari delapan negara bagian kunci. Dikatakan kunci karena negara bagian ini memiliki porsi suara terbesar. Obama unggul di Florida, dengan porsi 27 suara, Ohio (20), Missouri (11), Virginia (13), Nevada (5), dan Pennsylvania (21).<br /><br />McCain unggul di North Carolina (15) dan Indiana (11). Ini adalah negara bagian yang juga disebut sebagai daerah pertempuran karena negara bagian lain sudah fanatik kepada calon presiden dari Republik atau Demokrat.</p><br /> <br /> <b style="font-family: arial; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: bold; font-size: 11px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; color: rgb(153, 153, 153);">Sumber : Kompas Cetak</b><br /> </div><div style="text-align: right;"> <!--end artikel --> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-47500311737494269052008-11-09T15:26:00.000+07:002008-11-09T15:27:09.435+07:00Demokrasi AS<div style="text-align: justify; font-weight: bold;" class="subjudulidxcetak"><br /></div><div style="text-align: justify; font-weight: bold;"> </div><div style="text-align: justify; font-weight: bold;" id="judulartikelcetak">KEBEBASAN BARU<br /><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="txtartikelcetak"> <!--zoom image--> <script language="javascript"> function Big(me) { me.width *= 1.700; me.height *= 1.700; } function Small(me) { me.width /= 1.700; me.height /= 1.700; } </script> <div id="boximartikelcetak1"> <table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="300" height="200"> <tbody><tr> <td> <img src="http://www.kompas.com/data//photo/2008/11/08/3069609p.jpg" onmouseover="Big(this);" onmouseout="Small(this);" width="300" height="224" /> </td> </tr> <tr align="left"> <td> <span class="txfotocetak"> <span style="font-size:78%;">AP PHOTO/MUHAMMED MUHEISEN / <a href="http://www.kompasimages.com/" target="_blank">Kompas Images</a><br /></span> </span> </td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: left;"> </div></div><div style="text-align: left;"> <span style="font-size:78%;"><span class="tglct">Sabtu, 8 November 2008 | 03:00 WIB<br /><br /><br /></span></span></div> <div id="article_body"><p>”Kita berada di sini mengabdikan diri kepada tugas besar di hadapan kita... bahwa kita berketetapan mereka yang mati tidak akan mati sia-sia... bahwa bangsa ini, dalam Tuhan, akan memiliki kebebasan baru... dan bahwa pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat tidak akan musnah dari muka bumi.” (Abraham Lincoln, 1863)</p><p>”A New Birth of Freedom” atau Kebebasan Baru dipilih menjadi tema hari pelantikan Barack Obama sebagai presiden ke-44 Amerika Serikat pada 20 Januari 2009. Frase itu dicuplik dari Gettysburg Address, pidato Presiden Abraham Lincoln di Gettysburg, Pennsylvania, 19 November 1863, semasa Perang Saudara Amerika.</p><p>Pilihan tema itu jelas memiliki alasan kuat. Hari pelantikan Obama menjadi presiden bertepatan dengan peringatan 200 tahun kelahiran Lincoln, tepatnya pada 12 Februari 2009. Keduanya sama-sama wakil rakyat dari Negara Bagian Illinois. Keduanya juga terpilih pada saat-saat krusial dalam sejarah bangsa Amerika.</p><p>Terpilihnya Lincoln membuka jalan bagi terpilihnya Obama, lebih dari satu abad kemudian. Proklamasi Emansipasi yang diusung Lincoln serta penghentian Perang Saudara telah mengakhiri perbudakan di AS dan kini memungkinkan Obama menjadi presiden keturunan kulit hitam pertama. Saat Lincoln dilantik untuk kedua kalinya pada tahun 1865, warga keturunan Afrika-Amerika diperbolehkan berpartisipasi dalam parade pelantikan untuk pertama kalinya.</p><p>Tidak seperti pemimpin dunia lainnya, Lincoln dikenal karena rasa kemanusiaan dan keadilannya. Selama berada di Gedung Putih, Lincoln mengabdikan pemerintahannya untuk kebebasan. Tantangan terbesar Lincoln adalah Perang Saudara dan dampaknya. Hidupnya didedikasikan untuk menghapus perbudakan dan berjuang keras menjaga persatuan bangsa. Dia berhasil membawa AS keluar dari krisis itu.</p><p>”Pada saat negara kita menghadapi tantangan besar di dalam dan luar negeri, sangat tepat untuk menilik kembali kata-kata Presiden Lincoln yang berjuang untuk menyatukan bangsa,” kata Senator Dianne Feinstein, Ketua Komite Bersama Kongres untuk Upacara Pelantikan, seperti dikutip Washington Post.</p><p>Saat diambil sumpahnya pada 20 Januari 2009, tempat Obama berdiri akan membuat dia melihat ke seberang National Mall dan langsung tertuju ke arah Lincoln Memorial. Di tempat itulah, kata-kata presiden ke-16 AS itu tentang idealisme pembaruan, kesinambungan, dan persatuan terukir dan bisa dikenang setiap presiden AS yang dilantik.</p><p>”Tepat sekali merayakan kata-kata Lincoln saat kami mempersiapkan pelantikan presiden AS keturunan Afrika-Amerika yang pertama,” ujar Feinstein.</p><p>Seperti Lincoln, Obama terpilih saat AS mengalami masa-masa sulit di dalam dan luar negeri. Perekonomian AS terpuruk. Dua perang di Irak dan Afganistan menyita banyak sekali sumber daya negara serta memakan korban ribuan orang.</p><p>Diharapkan, dengan mengenang kembali nuansa perjuangan Lincoln dan mengusungnya sebagai tema kampanye, Obama bisa mengambil semangatnya dan menerapkannya dalam memimpin negara.</p><p><strong>Persiapan</strong></p><p>Selain tema besar dan bersejarah, persiapan pelantikan Obama juga telah dilakukan. Para pekerja telah mempercantik ruas jalan untuk parade sepanjang Pennsylvania Avenue. Ruas jalan yang terbentang sepanjang sekitar 11 kilometer itu menghubungkan Gedung Putih dengan Capitol Hill pada kedua ujungnya.</p><p>Pennsylvania Avenue disebut sebagai Jalan Utama Amerika, yang merupakan lokasi parade dan prosesi kenegaraan serta unjuk rasa dan protes masyarakat. Di sepanjang jalan itu, berdiri antara lain Monumen Perdamaian, Galeri Seni Nasional, Markas Biro Investigasi Federal (FBI), George Washington University, dan Freedom Plaza.</p><p>Komite pelantikan di Kongres telah mencetak tiket sebanyak 250.000 lembar. Selama bertahun-tahun, hadirin di pelantikan presiden berkisar antara beberapa ratus ribu hingga 1,5 juta orang yang menghadiri pelantikan Presiden Lyndon B Johnson tahun 1965.</p><p>”Bagi saya, tidak mengherankan jika yang hadir jumlahnya sebesar itu saat pelantikan Obama,” kata Darrell Darnell dari Komite Pelantikan.</p><p>Pentagon telah menambah jumlah staf menjadi 270 orang, 150 orang di antaranya akan mengemudikan mobil, van, dan bus yang digunakan dalam upacara pelantikan. Secret Service akan memimpin badan pengamanan lain untuk mengamankan jalannya upacara.</p><p>Ingar-bingar pemilu dan perayaan kemenangan presiden baru yang bersejarah akan selesai bersamaan dengan upacara pelantikan. Tinggal menunggu bagaimana Obama mulai memimpin negaranya mengarungi hari baru kebebasan yang dia janjikan menuju dunia yang lebih baik. (fransisca romana ninik)</p></div> </div><div style="text-align: justify;"> <!--s:insert_counter--> <!--ttpend artikel --> <!--START KOLOM PRINT--> <!--s:insert_counter--> </div><div style="text-align: justify;" class="artikelkiriman"> </div><div style="text-align: justify;"> <!-- s:rate--> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-77670050190880004112008-11-09T15:22:00.000+07:002008-11-09T15:25:25.058+07:00Cari Kambing Hitam<div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="txtartikelcetak"> <span class="tglct">Sabtu, 8 November 2008 | 01:42 WIB</span> <div id="article_body"><p>Pahlawan perang Vietnam itu—bahkan sempat lima tahun dijebloskan ke penjara sebagai tahanan perang di Vietnam—John McCain (72), harus merasakan kekalahan. Ia harus mengakui kehebatan ”anak muda”, Barack Obama (47), yang belum pernah merasakan dan mengalami hebatnya perang.</p><p>Pengalaman politiknya pun jauh lebih panjang dan matang dibandingkan dengan Obama. Ia memenangi kursi Kongres pada tahun 1982 dan empat tahun kemudian menduduki kursi Senat. Tahun 2000 ia pernah bertarung melawan George W Bush untuk merebutkan nominasi sebagai kandidat presiden dari Partai Republik.</p><p>Setelah gagal mengalahkan Bush, ia kembali ke Senat. Kemudian, ia bertarung melawan Obama setelah mengalahkan para nominator dari Partai Republik untuk memperebutkan kursi presiden.</p><p>Akan tetapi, kenyataan berkata lain. McCain harus menyimpan dalam-dalam mimpinya untuk menjadi orang nomor satu di AS, satu-satunya negara adidaya di dunia ini. Ia harus mengakui keunggulan Obama.</p><p>”Kita telah sampai pada akhir perjalanan panjang,” katanya dalam pidato pengakuan kekalahan, beberapa hari lalu, seperti disiarkan CNN. ”Rakyat Amerika telah berbicara (memilih) dan mereka berbicara secara jelas.” Rakyat Amerika telah menjatuhkan pilihan dan pilihannya itu Obama.</p><p>Sebelum berpidato di hadapan para pendukungnya di Arizona, ia menelepon Obama: mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat.</p><p>Ia melanjutkan pidatonya, ”Apa pun perbedaan kita, kita semua adalah orang Amerika. Saya desak semua warga Amerika yang mendukung saya untuk bersama saya tidak hanya memberikan selamat kepada dia (Obama), tetapi menawarkan kepada presiden kita mendatang kehendak baik kita dan usaha yang sungguh-sungguh untuk bersama-sama mencari jalan, berkompromi, menjembatani perbedaan kita, dan membantu memulihkan kemakmuran, mempertahankan keamanan kita dalam dunia yang berbahaya ini, dan mewariskan kepada anak cucu kita sebuah negara yang lebih baik dan lebih kuat dibandingkan yang kita warisi.”</p><p>McCain melanjutkan pidatonya, ”Kalau sekarang ini kita kalah, itu bukan kegagalan Anda semua, tetapi kegagalan saya!”</p><p>McCain mengakhiri pidatonya dengan mengatakan, ”Malam ini sangat berbeda dengan malam-malam sebelumnya, tidak ada dalam hati saya kecuali kecintaan saya kepada negeri ini dan kepada seluruh warga negaranya, apakah mereka mendukung saya atau Senator Obama. Saya mendoakan orang yang sebelumnya adalah lawan saya semoga berhasil dan menjadi presiden saya.”</p><p>Pidato McCain itu terasa ”aneh” di telinga kita, bangsa Indonesia yang sudah terbiasa untuk tidak berani mengakui kekalahan meski sudah benar-benar kalah; yang cenderung menuding orang lain sebagai biang kekalahan daripada menunjuk pada dirinya sendiri sebagai penyebab kekalahan. Di negeri ini kalah dianggap sebagai aib, karena itu harus dibela mati-matian, kalau perlu dengan kekerasan untuk membalikkan kekalahan menjadi kemenangan meski itu rekayasa.</p><p>Berani mengakui kekalahan adalah bentuk dari keluhuran budi dan kerendahan hati. Mengapa banyak orang di negeri ini berani menang, tetapi tidak berani kalah? Hal itu terlihat dalam banyak bidang, mulai dari olahraga sampai politik.</p><p>Para suporter sepak bola akan mengamuk bila kesebelasan yang mereka dukung kalah. Para pemimpin politik yang kalah dalam kongres ramai-ramai membentuk pengurus partai tandingan. Pembela berteriak menyalakan hakim dan berniat naik banding ketika kliennya dikalahkan dalam suatu perkara. Bahkan, para pendukungnya mengamuk.</p><p>Sungguh ini salah salah satu aspek watak kita yang amat memprihatinkan. Kita belum siap menerima suatu kekalahan. Hidup ini isinya hanya kemenangan melulu. Kekalahan itu memang menyakitkan. Kesakitan itu tidak mendorong orang untuk mawas diri, tetapi cenderung menuding orang lain dan mencari kambing hitam.</p><p>Mengapa McCain bisa, tetapi kita tak bisa? (ias)</p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-46301730615968375162008-11-08T11:01:00.001+07:002008-11-08T11:01:53.628+07:00PERTANDINGAN BERAT SEBELAH<div style="text-align: justify;" id="judulartikelcetak"><br /><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="txtartikelcetak"> <!--zoom image--> <script language="javascript"> function Big(me) { me.width *= 1.700; me.height *= 1.700; } function Small(me) { me.width /= 1.700; me.height /= 1.700; } </script> <div id="boximartikelcetak1"> <table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="300" height="200"> <tbody><tr> <td> <img src="http://www.kompas.com/data//photo/2008/11/08/3069699p.jpg" onmouseover="Big(this);" onmouseout="Small(this);" width="300" height="225" /> </td> </tr> <tr align="left"> <td> <span class="txfotocetak"> <span style="font-size:78%;">AP PHOTO/CAROLYN KASTER / <a href="http://www.kompasimages.com/" target="_blank">Kompas Images</a><br />Kandidat presiden John McCain, didampingi istrinya, Cindy McCain, tertunduk ketika meninggalkan panggung di mana ia menyampaikan pidato yang mengakui keunggulan Barrack Obama, di Phoenix, AS, Selasa (4/11). </span> </span> </td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: left;"> </div></div><div style="text-align: left;"> <span style="font-size:78%;"><span class="tglct">Sabtu, 8 November 2008 | 03:00 WIB</span></span></div> <div id="article_body"><p><strong><br /></strong></p><p><strong>Budiarto Shambazy</strong></p><p>Sesungguhnya kemenangan Barack Hussein Obama Junior (47) termasuk mudah diperkirakan karena keunggulan dia atas John McCain (72) di berbagai jajak pendapat relatif stabil sejak konvensi kedua partai selesai awal September. Perbedaan poin di antara kedua calon cukup besar, beberapa kali bahkan sempat mencapai angka dua digit.</p><p>Hasil jajak-jajak pendapat pemilihan presiden Amerika Serikat tak pernah meleset selama 48 tahun terakhir, kecuali ketika John F Kennedy (JFK) mengalahkan Richard Nixon tahun 1960 dengan perbedaan angka tipis sekali.</p><p>Obama tergolong senator yunior yang belum satu periode bertugas mewakili Illinois dan kini menjadi senator ketiga asal negara bagian itu yang masuk ke Gedung Putih setelah Presiden Abraham Lincoln serta Ulysses Grant. Ia orang kedua sejak JFK yang memenangi pilpres dari jalur senator.</p><p>Justru karena masih tergolong senator yunior inilah McCain dengan gencar memojokkan Obama sebagai capres belum berpengalaman memimpin satu-satunya negeri adidaya di dunia.</p><p>Namun, serangan itu justru bagai senjata makan tuan setelah McCain memilih Sarah Palin (44) sebagai cawapres. Rakyat ngeri membayangkan gubernur Alaska itu menjadi presiden jika McCain tiba-tiba tutup usia karena kanker kulit yang dideritanya.</p><p>Dalam kampanye sejak awal September, Palin praktis jadi bulan-bulanan kritik media karena ketidakpahaman tentang berbagai isu nasional/internasional, keterlibatan dia dan suaminya dalam ”Troopergate”, dan yang terakhir menghabiskan dana puluhan ribu dollar AS hanya untuk berdandan selama kampanye.</p><p>Andai saja McCain memilih Mitt Romney, Mike Huckabee, atau Rudy Giuliani, belum tentu Obama menang telak dan mudah. Romney pengusaha yang tepat ditempatkan sebagai cawapres dalam kondisi krisis saat ini, Huckabee tergolong karismatis, dan Giuliani pahlawan yang memimpin New York City saat terjadi tragedi 9/11.</p><p>Anehnya, McCain baru bertemu satu kali saja dengan Palin sebelum menggandengnya sebagai cawapres, praktik tak biasa yang mengundang tanda tanya.</p><p>Sejak saat itulah kubu Republik menilai McCain sebagai maverick tulen alias pemberontak yang bersikap semau gue yang emoh bantuan. Beberapa tokoh Republik, seperti kolumnis Kathleen Parker, bahkan mendesak Palin mundur dari pencalonan. Kemarin terbukti exit poll versi MSNBC menunjukkan 60 persen responden menilai Palin tak layak menduduki jabatan wakil presiden.</p><p>Mengapa McCain terobsesi Palin? Salah satu pertimbangannya, McCain mau menggaet sekitar 17 juta suara perempuan pendukung Hillary Clinton. Ia lupa para pendukung Hillary tergolong hardcore yang liberal dan sukar berubah haluan. Mereka bisa saja tak suka Obama, tetapi memandang Palin perempuan puritan yang antiaborsi dan antipelestarian lingkungan.</p><p>Dengan kata lain, McCain berani melakukan perjudian berisiko besar. Mengapa ia nekat? Sebab, McCain merasa upayanya kali ini merupakan peluang terakhir kali. It’s better late than never. Kalau mau jujur, ia ”semestinya” sudah menjadi presiden tahun 2000, tetapi dikalahkan George W Bush di konvensi. Itulah momentum terbaik McCain karena ia, misalnya, bertempur sebagai serdadu di Perang Vietnam—bertolak belakang dengan Bush yang memanfaatkan posisi ayahnya untuk menghindari perang itu.</p><p>McCain politisi populer dengan pribadi yang menyenangkan, orator ulung yang mampu berbicara di hampir semua kalangan, amat berpengalaman, dan pasti sukses sebagai presiden. Sekitar Agustus 2007 ia sudah ”megap-megap” karena makin sedikit donatur yang mau mendanai kampanyenya.</p><p>Ia terpaksa menggunakan bus ”Straight Talk Express” agar bisa berkeliling negara untuk kampanye meski istrinya salah satu pewaris pabrik bir Budweiser. Lewat perjuangan yang tak kenal lelah, ia lolos sebagai capres Republik.</p><p><strong>Ibarat paku terakhir</strong></p><p>Mungkin karena sudah kepalang tanggung, McCain melakukan degradasi etika politik dengan melancarkan kampanye negatif terhadap Obama. Selama September-Oktober Obama dilukiskan sebagai capres yang terlalu liberal, berteman dengan teroris William Ayers, dekat dengan Pendeta Jeremiah Wright yang menyatakan 9/11 merupakan kutukan bagi bangsa AS, bahkan terakhir seorang sosialis yang akan membagi-bagikan kekayaan untuk orang miskin yang malas bekerja.</p><p>Seluruh serangan kampanye negatif itu tak berbuah karena Obama tak meladeninya, kecuali dengan mengungkapkan fakta-fakta belaka. Ia tak mau tampil sebagai capres kulit hitam yang bercorak militan seperti Jesse Jackson karena akan menimbulkan rasa khawatir kepada kalangan kulit putih. Tak seperti McCain, Obama emoh memilih Hillary Clinton cuma dengan tujuan merebut 17 juta suara.</p><p>Hillary dipandang sebagai tokoh pemecah belah karena sejarah kepresidenan suaminya, Bill Clinton, yang kontroversial. Sampai hari-hari terakhir kampanye hampir semua kalangan mengetahui Bill Clinton bersikap setengah hati mendukung Obama yang telah mengakhiri impiannya ”kembali ke Gedung Putih”.</p><p>Ini fenomena biasa sebab Bill Clinton (juga Ronald Reagan) paling tidak sempat dielu-elukan agar boleh jadi presiden untuk tiga periode—sebuah kemustahilan karena konstitusi cuma membolehkan dua periode.</p><p>Alhasil, pertarungan Obama versus McCain ibarat pertandingan yang berlangsung berat sebelah sejak awal September. Jika Obama tampil dengan gaya professorial yang rada membosankan tetapi inspiratif, McCain tampil bagaikan angry old man yang kelewat agresif tetapi sia-sia.</p><p>Obama lebih menekankan pada substansi, McCain lebih pada gaya. Itu sebabnya, saya sejak awal sudah yakin Obama pasti menang walau tak menyangka setelak dan semudah ini.</p><p>Obama terpilih karena juga terbantu faktor kebetulan, yakni krisis yang dipicu foreclosure. Ia dengan cepat menanggapinya dengan menulis surat kepada Gubernur Bank Sentral Ben Bernanke dan Menkeu Henry Paulson bulan Maret 2007, yang isinya meminta seluruh pemangku kepentingan KPR segera mengadakan KTT. Surat itu tak pernah ditanggapi.</p><p>Berbeda dengan McCain yang per 15 September 2008 dengan lantang mengatakan ”ekonomi AS secara fundamental bagus”, persis pada hari Lehman Brothers dinyatakan bangkrut.</p><p>Obama menang telak karena rakyat sudah muak terhadap pemerintahan Republik pimpinan Bush yang mencatat approval rate terendah sepanjang sejarah, yakni 24 persen.</p><p>Exit poll MSNBC kemarin menunjukkan lagi kekesalan rakyat terhadap Bush, yakni 79 persen menilai AS sudah salah arah (wrong track) dibandingkan 54 persen tahun 2004 ketika sebagian rakyat mulai sadar serbuan ke Irak merupakan hasil karangan belaka. McCain praktis tak berdaya menghadapi mantra Obama: Anda mendukung 90 persen kebijaksanaan Bush.</p><p>Itu sebabnya, McCain tak mampu menahan amarah pada debat capres ketiga ketika ia lepas kontrol dan menyergah, ”Senator Obama, saya bukan George Bush. Jika mau berhadapan melawan George Bush, Anda seharusnya mencalonkan diri empat tahun lalu.” Pernyataan emosional ini ibarat paku terakhir yang menutup rapat peti mati McCain yang telah disiapkan sejak awal September.</p><p>(Budiarto Shambazy, dari AS)</p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-1739227003066029122008-11-08T10:59:00.001+07:002008-11-08T10:59:52.656+07:00Fenomena Politik<div style="text-align: justify; font-weight: bold;" class="subjudulidxcetak"><br /><br /></div><div style="text-align: justify; font-weight: bold;"> </div><div style="text-align: justify; font-weight: bold;" id="judulartikelcetak">OBAMA SETELAH KONVENSI DEMOKRAT </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="txtartikelcetak"> <span class="tglct">Sabtu, 8 November 2008 | 01:45 WIB</span> <div id="article_body"><p><strong>Simon Saragih</strong></p><p>Bagaimana kisah Obama hingga ia terkenal dan bahkan kemudian ia disebutkan sebagai tokoh fenomenal. John S Jackson dari Southern Illinois University, Carbondale, Illinois, melukiskannya dalam makalah berjudul ”The Making Of A Senator: Barack Obama and the 2004 Illinois Senate Race” pada Agustus 2006.</p><p>Ia menyebutkan, dalam pemilihan Senat AS tahun 2004 di Illinois, Obama sudah menjadi bagian dari sejarah penting politik AS. Proses pemilihan Senat di Illinois itu sendiri sudah menjadi tonggak penting karier politik Obama.</p><p>Proses pemilihan senat di Illinois ini disetarakan oleh Jackson seperti mengulang fenomena pemilihan Senat Illinois yang pernah terjadi tahun 1858 ketika Stephen Douglas mengalahkan Abraham Lincoln. Obama pun sempat kalah pada pemilu senat sebelumnya di Illinois.</p><p>Pemilihan di senat itu menjadi bagian dari karier politik bagi siapa saja menuju kepemimpinan nasional.</p><p>Walau Lincoln kalah dalam pemilihan sebagai Senat, pidato-pidato Lincoln serta debat-debat yang dia ajukan pada Douglas membuatnya menjadi politisi kondang hingga tingkat nasional. Lincoln mempertanyakan perbudakan dan masa depan persatuan. Lincoln dari Partai Republik tak pelak lagi menjadi perhatian nasional.</p><p>Pada pemilihan Senat tahun 1860, Lincoln menjadi kandidat terdepan Partai Republik. Kekalahan dari Douglas tak menenggelamkan pamor Lincoln, yang kemudian menjadi presiden.</p><p>Di zaman modern, Obama seperti mengulangi fenomena Lincoln itu. Obama bukan satu-satunya senator, dan bahkan ia tergolong baru. Namun, Obama kemudian menjadi seorang pembicara, yang pidatonya dinantikan.</p><p>Pidatonya melampaui horizon sebagai seorang senator yang baru terpilih pertama kali. Di zaman modern ini Obama adalah pria kulit hitam pertama yang terpilih sebagai senator AS, yang mewakili negara bagian, sejak Edward Brooke (Republik) terpilih sebagai senator AS mewakili Negara Bagian Massachusetts tahun 1966.</p><p>Di tingkat Negara Bagian Illinois, ia adalah warga Amerika Afrika yang kedua terpilih sebagai senator setelah Senator Carol Moseley Braun (terpilih tahun 1992).</p><p>Baru ada lima kulit hitam yang menjadi senator di AS, tingkat negara bagian ataupun nasional, mereka adalah Hiram Rhodes Revels (1870-1871), Blanche Bruce (1875-1881), Brooke (1967-1979), Braun, dan Obama.</p><p>Obama adalah salah satu dari senator keturunan Afrika yang paling populer dalam sejarah AS. Namun, fenomena Obama bukan saja karena ia politisi Amerika Afrika. Lebih dari itu dan ia menjadi figur politik kaliber nasional karena kemampuan pribadinya.</p><p>Talenta ini terpatri ketika ia berpidato pada Konvensi Nasional Partai Demokrat di Boston pada Juli 2004.</p><p>Berikut petikan pidato Obama yang disampaikan untuk mengantar John F Kerry sebagai capres Demokrat pada pemilu 2004.</p><p>”Mewakili Negara Bagian Illinois yang besar, perlintasan negara, tanah kelahiran Lincoln, izinkan saya menyatakan rasa terhormat karena diberi kesempatan berbicara pada konvensi ini. Malam ini adalah kehormatan khusus bagi saya, mari bicara terus terang. Kehadiran saya di panggung ini sesuatu yang hampir mustahil. Ayah saya adalah mahasiswa asing, yang lahir dan tumbuh di sebuah desa kecil di Kenya. Ia tumbuh sebagai peternak kambing, pergi ke sekolah tanpa alas kaki. Ayahnya (kakek saya) adalah seorang pemasak, pembantu di sebuah keluarga misionaris.</p><p>”Namun, kakek saya menaruh impian lebih besar pada putranya. Dengan kerja keras dan ketekunan, ayah saya dapat beasiswa untuk belajar di tanah impian, Amerika Serikat, lahan kebebasan dan kesempatan bagi banyak orang yang tak pernah terjadi sebelumnya. Saat belajar di sini, ayah bertemu ibu saya. Ibu lahir di sebuah kota di sebuah sudut dunia, di Kansas.</p><p>”Kakek saya dari pihak ibu bekerja di perusahaan minyak dan pertanian saat depresi ekonomi besar AS. Setelah serangan Pearl Harbor, ia maju berperang, bergabung dengan tentara dan berpetualang hingga Eropa. Di kampung, nenek saya dari pihak ibu mengurus bayi dan bekerja di perusahaan perakit bom. Setelah perang, mereka mempelajari GI Bill, dan membeli rumah lewat FHA, dan pindah ke Barat meraih kesempatan.</p><p>”Mereka juga punya impian besar pada putrinya, sebuah impian yang lazim, awal dari lahirnya dua benua. Orangtua saya berbagi tidak saja sebuah cinta yang terlarang, mereka juga berbagi dua aliran kepercayaan yang dimungkinkan terjadi di negara ini. Mereka memberi saya nama Afrika, Barack atau ’teberkati’, karena mereka percaya bahwa di bumi Amerika yang toleran, nama bukan hambatan menuju sukses. Mereka membayangkan saya belajar di sekolah terbaik, meski mereka tidak kaya, karena di bumi Amerika yang murah hati, Anda tak perlu menjadi kaya untuk meraih impian. Mereka sudah tidak ada. Namun, saya tahu, pada malam ini, mereka bangga menyaksikan saya.</p><p>”Di sini saya berdiri sembari bersyukur pada latar belakang saya yang diwarnai keanekaragaman, dan saya juga sadar bahwa mimpi-mimpi orangtua saya kini diharapkan akan terjadi pada dua putri tercinta saya. Saya berdiri di sini sembari menyadari bahwa kisah hidup saya merupakan bagian dari kisah besar Amerika, dan saya berutang budi pada mereka semua yang pernah singgah dalam kehidupan saya, dan juga pada kenyataan bahwa tak ada negara di bumi ini, di mana kisah hidup saya bisa eksis, kecuali AS.</p><p>”Malam ini, kita berkumpul untuk menegaskan kebesaran negara kita, bukan saja karena gedung-gedung pencakar langit, atau kekuatan militer, atau besaran ekonomi. Kebanggaan kita berpijak pada premis sederhana, tercipta dua ratus tahun lalu, bahwa semua pria lahir dengan kesempatan setara. Kita memegang keyakinan ini … di antaranya adalah kehidupan, kemerdekaan dan pengejaran kebahagiaan.</p><p>”Ini sungguh sebuah Amerika yang genius, dengan sebuah keyakinan dalam mimpi-mimpi sederhana warganya, dan percaya pada keajaiban-keajaiban kecil. Kita harus bisa membuat anak-anak kita aman di malam hari dan sadar bahwa mereka memiliki cukup makanan, pakaian, dan bebas dari ancaman. Di negara ini kita bisa mengutarakan apa yang kita pikirkan, menulis apa yang kita mau, tanpa khawatir pintu kita digedor-gedor.</p><p>”Di AS, kita bisa memiliki ide dan memulai bisnis tanpa harus menyuap atau menyewa pengawal. Bahwa kita bisa berpartisipasi dalam proses politik tanpa takut harus membalas budi dan bahwa suara yang memilih kita benar-benar dihitung.</p><p>”Tahun ini, pada pemilu, kita diminta menegaskan kembali nilai-nilai dan komitmen kita, memegangnya teguh … demi masa depan generasi kita. Rekan-rekan kita, Demokrat, Republik, independen, saya berpesan kepada Anda, kita masih harus bekerja keras. Banyak yang harus dikerjakan bagi para pekerja kita….”</p><p>Itulah salah satu masa paling memukau bagi Obama. Pidato dipuji banyak kalangan. Sejak itu dia tampil di mana-mana dan mendorongnya menjadi calon presiden AS 2008. Dan, dia berhasil.</p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-23578237530914665642008-11-08T10:57:00.000+07:002008-11-08T10:58:04.185+07:00JOE BIDEN, "OTAK" URUSAN LUAR NEGERI<div style="text-align: justify;" id="judulartikelcetak"><br /><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="txtartikelcetak"> <span class="tglct">Sabtu, 8 November 2008 | 01:45 WIB</span> <div id="article_body"><p>Ada dua alasan utama mengapa presiden AS terpilih, Barack Obama, memilih Joseph Biden (65) sebagai wakil presiden AS. Pertama, Biden diharapkan menjadi arsitek sekaligus pemelihara kebijakan luar negeri AS. Kedua, Biden sesungguhnya adalah seorang juru kampanye yang tangguh, energik, tetapi tenang dan berwibawa.</p><p>Untuk alasan yang pertama, khalayak sudah tahu bahwa Biden kenyang pengalaman dan punya pengetahuan yang luas perihal hubungan luar negeri. Ibaratnya, nomor kontak seorang Biden dimiliki oleh para pemimpin dunia. Dia merupakan jaminan mutu bagi Obama.</p><p>Namun, latar belakang kepribadian Biden jarang sekali terungkap. Biden yang terlihat tenang, tapi menyimpan energi yang besar, itu menyimpan kenangan teramat pahit di awal-awal kehidupan pernikahannya. Pengalaman itu rupanya justru menjadi obor motivasi sepanjang hidupnya.</p><p>Saat baru saja terpilih menjadi anggota Senat AS awal tahun 1972, ia harus kehilangan istri dan bayi perempuannya, Neila dan Amy, dalam kecelakaan mobil sepekan menjelang Natal tahun itu. Dua anak laki-lakinya, Beau dan Hunter, cedera parah.</p><p>Sejak tragedi itu, ia memilih pergi ke Washington dari tempat tinggalnya di Delaware dengan kereta api tiap hari. Ia sempat mengalami keterpurukan sebelum akhirnya menikah lagi dengan Jill Tracy Jacobs dan dikaruniai seorang anak, Ashley.</p><p>Dalam beberapa kali wawancara, ia mengaku butuh beberapa lama untuk bangkit. Kejadian itu mengajarinya banyak hal, salah satunya ketegaran. Jadilah ia seseorang yang kuat, tenang, tapi penuh keyakinan.</p><p>”Tidak ada alasan untuk tidak bangkit dan hidup kembali. Kenangan terhadap merekalah yang membuat saya bangkit dengan kehidupan berkualitas,” kata Biden.</p><p>Berdarah Irlandia dan pemeluk Katolik taat, Biden tumbuh di Scranton, Pennsylvania, bekas daerah penghasil baja dan pertambangan yang surut setelah keterpurukan industri di pertengahan abad ke-20. Kondisi itu mengharuskan keluarga Biden pindah ke Delaware saat usianya baru 10 tahun.</p><p>Saking miskinnya keluarga Biden, mereka pindah tanpa alas kaki. Namun, persentuhannya dengan daerah industri dan kaum akar rumput Demokrat itu kini menjadikannya ”pendamping” sekaligus daya tarik bagi pemilih Obama di kalangan kelas pekerja.</p><p>Karier politik Biden di Senat AS kian matang. Jabatannya sebagai ketua komite hubungan luar negeri di Senat dinilai melegenda di kalangan koleganya. Dalam segala kondisi, ia sangat tenang, berwibawa, tetapi santun, termasuk saat mengkritik sejumlah kebijakan politik luar negeri Presiden George W Bush. Jabatan itu juga memberi kesempatan padanya untuk bertemu dengan sejumlah pemimpin dunia.</p><p>Saat AS menginvasi Irak tahun 2003, Biden pada awalnya mendukung ide itu. Namun, dia lalu berubah sikap karena AS dinilai kelewatan, termasuk saat menghukum mati Presiden Irak Saddam Hussein. Namun, ia termasuk di jajaran depan menetapkan mantan Presiden Serbia Slobodan Milosevic sebagai penjahat perang dan mengungkap misteri kekerasan di penjara Guantanamo.</p><p>”Senator Biden membawa suasana pragmatis serta pendekatan non-ideologis pada sejumlah masalah-masalah internasional. Dia mengerti pentingnya kepemimpinan AS, tapi sekaligus juga mengerti bagaimana membatasi hal itu. Kita bisa berharap sumbang sarannya bagi Irak, Iran, dan Rusia, persoalan yang kadang AS dan sekutunya tidak sejalan,” kata William Antholis dari Brookings Institution.</p><p>Prof Paul Herrnson dari University of Maryland menyatakan, pilihan Obama atas Biden sangat tepat. ”Pilihan Obama sangat brilian. Obama sangat kuat dalam kebijakan domestik, tetapi tidak pengalaman mengurusi masalah-masalah luar negeri. Biden adalah orangnya. McCain memilih dia karena semata-mata urusan politik, bukan benar-benar berdasar pilihan yang diinginkannya,” kata Herrnson. (BENNY DWI KOESTANTO)</p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-72383599870494812462008-11-08T10:55:00.000+07:002008-11-08T10:56:31.791+07:00Demokrasi AS<div style="text-align: justify; font-weight: bold;" class="subjudulidxcetak"><br /></div><div style="text-align: justify; font-weight: bold;"> </div><div style="text-align: justify; font-weight: bold;" id="judulartikelcetak">ENERGI UNIK DARI PEMILU AS<br /><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="txtartikelcetak"> <!--zoom image--> <script language="javascript"> function Big(me) { me.width *= 1.700; me.height *= 1.700; } function Small(me) { me.width /= 1.700; me.height /= 1.700; } </script> <div id="boximartikelcetak1"> <table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="300" height="200"> <tbody><tr> <td> <img src="http://www.kompas.com/data//photo/2008/11/08/3069672p.jpg" onmouseover="Big(this);" onmouseout="Small(this);" width="300" height="224" /> </td> </tr> <tr align="left"> <td> <span class="txfotocetak"> <span style="font-size:78%;">AP Photo/Jae C Hong / <a href="http://www.kompasimages.com/" target="_blank">Kompas Images</a><br />Barack Obama yang lelah menyandarkan kepalanya sebelum muncul di hadapan pendukungnya di St Louis, Missouri., AS, Juli lalu. Perjalanan yang panjang dan melelahkan selama kampanye memaksa para calon presiden untuk memanfaatkan waktu yang sedikit untuk beristirahat. </span> </span> </td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: left;"> </div></div><div style="text-align: left;"> <span style="font-size:78%;"><span class="tglct">Sabtu, 8 November 2008 | 03:00 WIB<br /><br /><br /></span></span></div> <div id="article_body"><p><strong>Simon Saragih</strong></p><p><strong><br /></strong></p><p>Meliput pemilu AS memberi kesempatan melihat variasi yang unik, kadang terasa aneh, tetapi juga sekaligus menyenangkan. Bagaimana energi para calon presiden yang seperti tidak ada capeknya. Para calon presiden mengunjungi berbagai kota dalam sehari dan hal-hal yang seperti berlangsung dalam seminggu, dan bahkan dalam 21 bulan terakhir.</p><p>Saking tidak cukup tidur, Obama, misalnya, kadang terlihat tertidur lelap di kursi panjang di ruang sederhana. Hotel mewah, yang menyediakan tempat tidur nyaman, tidak membikin Obama kelamaan tidur sehingga lengah menggencarkan kampanye. ”Jangan lengah, jangan percaya pemilu ini sudah usai, besok kita akan mengubah negara,” kata Obama pada Senin (3/11) malam di Charlotte, North Carolina.</p><p>Keseriusan, semangat besar, meski dengan risiko kehilangan tidur nyenyak, menjadi warna dari semangat kepemimpinan yang diperlihatkan Obama. Si kakek John McCain, berusia 72 tahun, bahkan turut ”gila”. Dalam sehari, terutama sepanjang Senin (3/11), McCain melakukan kampanye di tujuh negara bagian sekaligus.</p><p>”My friend,” demikian bujukan McCain kepada setiap pendukungnya di berbagai lokasi kampanye. Ucapan McCain menirukan ucapan Martin Luther King Junior saat memimpin protes pada tahun 1963 di Washington, memprotes diskriminasi oleh kulit putih kepada kulit hitam. McCain mungkin ingin meraih sukses dari Obama, seorang keturunan Afrika seperti Luther King.</p><p>Joe Biden dan Sarah Palin tak mau lepas tangan dan menyerahkan kampanye kepada atasannya semata. Biden dan Palin cukup gencar melakukan kampanye, kadang dengan serangan sengit. Akan tetapi, uniknya—kalau melihat situasi di Indonesia—begitu pesta demokrasi usai, tidak ada dendam.</p><p>”Saya menawarkan diri untuk mendukung pemerintahan Obama,” kata Palin di Anchorage, Rabu (5/11) malam. Kedewasaan politik sangat terasa. Kekalahan diterima dengan lapang dada. Tak ada protes dengan membakar atau menyerang pendukung lawan.</p><p>Ketika McCain memberi pidato menyerah kalah, pendukung McCain menolak. ”Huuuuh….,” demikian pendukung McCain setelah mendengar pernyataan bahwa McCain telah mengucapkan selamat kepada Obama.</p><p>Pendukung McCain juga memprotes ketika McCain mengatakan, ”Obama, yang pernah menjadi saingan saya, kini telah menjadi presiden saya.” ”Huuuhhh…,” demikian reaksi pendukung McCain. Namun, McCain tidak menghasut pendukungnya, tidak pula meminta pendukungnya meninju pendukung musuh, apalagi membakar aset-aset musuh.</p><p>”Please...!” demikian McCain berkali-kali meminta pendukungnya untuk menerima kenyataan, yakni sebuah kekalahan yang tentunya mengecewakan. ”Tetapi kita harus maju, Amerika tak pernah menyerah, Amerika tak pernah mundur,” kata McCain.</p><p>Luar biasa, demikianlah kebesaran jiwa McCain. ”Itu sungguh pidato yang luar biasa. Kita melihat McCain yang sungguh berbeda dan menyenangkan,” kata Dr Gregory Payne, pengajar komunikasi politik di Emerson College di Boston.</p><p>Demikian juga rakyatnya, semangatnya sungguh luar biasa. Untungnya pada saat pemilu cuaca cukup menyenangkan. Namun, di sebagian tempat di mana hujan turun, para pemilih rela antre dan menunggu waktu untuk memberikan suara.</p><p>Mereka tidak mau kalah atau mundur. Mereka ingin memilih agar suara mereka dihitung supaya Obama menang. Semangat ini diperlihatkan minoritas, seperti Muslim, Katolik kulit putih, Kristen pendukung Demokrat, kulit hitam, Hispanik, Asia, dan minoritas lainnya. Mereka tidak mau Obama kalah karena kekurangan dukungan. Mereka tidak mau negara dipimpin penerus Presiden George W Bush, yakni McCain, yang menjadi pilihan utama kulit putih konservatif, yang sebagian di antaranya rasis dan ingin membunuh Obama.</p><p>Pendukung Obama ingin menegakkan E Pluribus Unum atau Bhinneka Tunggal Ika ala AS. Ini adalah semangat yang pantas ditiru warga Indonesia jika ingin membuktikan negaranya benar-benar pendukung Bhinneka Tunggal Ika, bukan sekadar Bhinneka Tunggal Ika dalam ucapan semata.</p><p>Semangat mereka bukan saja diperlihatkan dengan rela antre di lokasi-lokasi pemilu. Mereka ingin memenangkan Obama dengan menganjurkan rekan-rekan mereka untuk memilih. ”Vote, vote, vote, ajaklah minimal lima orang rekan-rekan Anda. Jika satu orang mengajak lima orang dan setiap lima orang itu mengajak lagi lima orang lainnya, jumlah yang memberikan suara akan banyak,” demikian ucapan Halle Berry, aktris peraih hadiah Oscar, dalam kampanye yang didukung Leonardo DiCaprio, Julia Roberts, Tom Cruise, serta sekelompok artis lainnya yang merupakan pendukung Obama.</p><p>Saat pemilu juga ada orang aneh-aneh. ”Pilihlah Dog”. Demikian spanduk yang dibawa seseorang dengan membawa anjing. ”Pilihlah hewan peliharaan”. Demikian pula spanduk yang dibawa Alexander, veteran perang yang dengan mobilnya berkeliling di pusat kota Boston saat pemilu berlangsung.</p><p>Namun, kedua orang ini tidak ditangkap. Mereka dibiarkan saja berkeliaran dan akhirnya mereka memang capek dan berhenti sendiri. Tidak ada ketakutan berlebihan dari aparat atau elite di AS, yang memutuskan bahwa dua ”pengacau” pemilu ini harus ditangkap. Tingkah dua orang itu, yang juga terjadi banyak kota di AS, dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehingga mereka tidak perlu ditangkap dan dimasukkan ke penampungan dinas-dinas sosial.</p><p>Para pendukung McCain dan Obama juga demikian. Di lapangan mereka bisa bersaing. Namun, tidak ada dukungan berlebihan, dengan teriakan berlebihan, atau pawai berlebihan yang memacetkan jalanan, seperti yang terjadi di kota-kota di Indonesia saat kampanye berlangsung.</p><p>Inilah pernik-pernik kampanye yang menarik dari pemilu AS. (Simon saragih, dari AS)</p></div> </div><div style="text-align: justify;"> <!--s:insert_counter--> <!--ttpend artikel --> <!--START KOLOM PRINT--> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-85878060606966980882008-11-07T17:10:00.000+07:002008-11-07T17:11:29.640+07:00Pemimpin Baru<div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="txtartikelcetak"> <span class="tglct">Rabu, 5 November 2008 | 01:20 WIB</span> <div id="article_body"><p>Pemilihan presiden AS berlangsung semalam waktu WIB. Hari Rabu pagi ini, seorang presiden baru AS sudah terpilih. Senator Barack Obama dari Partai Demokrat favorit menang berdasarkan jajak pendapat dan opini yang berkembang di AS. Dari berbagai informasi yang ada, dunia juga lebih banyak berharap Obama yang berada di Gedung Putih.</p><p>Sistem pemilu AS memang bisa saja membalikkan semua opini dan jajak pendapat karena ada electoral votes dan popular votes yang bisa menjungkirbalikkan keadaan. Obama populer, tetapi tidak cukup meyakinkan dalam electoral college.</p><p>Lepas dari semua dugaan tadi, popularitas Obama yang meluas hingga ke luar wilayah AS jelas sebuah pencapaian yang juga harus dilihat bagi mereka yang berniat tampil di ajang apa pun. Pintar dan cerdas, komitmen, percaya diri, tulus. Semua itu disampaikan dengan cara yang enak, mudah ditangkap, dan langsung memberi jalan keluar.</p><p>Keberuntungan Obama semakin berlipat ganda karena presiden sebelumnya, George Walker Bush, meninggalkan begitu banyak masalah. Ada sekitar 150.000 tentara AS yang lagi berperang di Irak dan Afganistan. Ribuan dari mereka pulang hanya tinggal nama.</p><p>Kian menguntungkan, Bush berasal dari Partai Republik. Keberuntungan semakin berlipat karena krisis keuangan terburuk dalam delapan dekade ini, mencuat di AS sejak tahun lalu. Krisis semakin parah dan muncul dalam tiga bulan ini. Bush semakin dicerca sebagai penyebab semua ini. Intinya, kehidupan warga AS dan juga dunia semakin berat akibat ulah keliru seorang pemimpin di Gedung Putih.</p><p>Dari pengalaman popularitas para calon presiden AS, jelas bahwa warga atau pemilih mengandalkan seorang pemimpin yang bisa mengatasi berbagai masalah yang lagi dihadapi. Pemimpin yang lebih banyak mendatangkan masalah, punya catatan buruk, serta karakter dan integritas yang meragukan kerap dipandang sebelah mata oleh pemilih.</p><p>Dalam masyarakat plural dan beragam seperti di Indonesia, jelas sosok pemimpin yang diharapkan adalah dia yang bisa mengatasi persoalan. Sosok yang bisa dengan mudah menangkap masalah yang ada dan kemudian menawarkan jalan keluar yang membesarkan hati rakyat banyak. Integritas dan karakter menjadi faktor penguat lainnya.</p><p>Sekali lagi soal popularitas Obama, pemanfaatan internet dan kedekatan dengan media menjadi bagian lain yang ikut mendorong. Internet membuat interaksi dengan masyarakat banyak semakin langsung dan transparan. Dengan demikian, pokok permasalahan langsung sampai ke pimpinan.</p><p>Katakan internet masih sulit di negeri ini, apakah para pemimpin atau calon pemimpin juga sulit memperoleh masukan dari masyarakat bawah? Tidak ada alasan soal itu. Pemimpin yang baik adalah yang melayani. Melayani berarti juga datang dan mengunjungi lokasi masalah, tempat kejadian, untuk menangkap persoalan. Merasakan nuansa kepedihan, kesusahan, bahkan juga jeritan.</p><p>Seorang pemimpin baru sudah muncul di AS, Obama lebih favorit sekalipun calon presiden AS dari Partai Republik, John McCain, masih bisa membuat kejutan. Warga AS kini memiliki seorang presiden baru dengan banyak harapan yang ditaruh di pundaknya. Konsekuensi logis bagi AS sebagai negara adidaya. (ppg)</p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8995744091977541029.post-28123398849259576772008-11-07T17:09:00.001+07:002008-11-07T17:09:40.520+07:00OBAMA DAN REFORMASI INDONESIA<div style="text-align: justify;" id="judulartikelcetak"><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;" class="txtartikelcetak"> <span class="tglct">Jumat, 7 November 2008 | 01:47 WIB</span> <div id="article_body"><p><strong>R William Liddle</strong></p><p>Barack Obama, seorang muda, setengah hitam, dan anggota senat dari Negara Bagian Illinois yang baru dipilih dua tahun lalu, dipastikan akan dinobatkan sebagai presiden AS terpilih. Sebelumnya, Obama sudah mengejutkan setelah dia dicalonkan oleh Partai Demokrat.</p><p>Ia mengalahkan hampir selusin politisi kawakan yang jauh melebihi jam terbangnya, termasuk Hillary Clinton, istri mantan Presiden Bill Clinton, anggota lama di senat dari New York, dan politisi perempuan yang paling mencolok di Amerika selama puluhan tahun.</p><p>Apa yang menyebabkan kemenangan yang menakjubkan ini dan apa relevansinya buat Indonesia? Sebagai warga negara kawakan, yang sudah lama terlibat dalam politik Amerika, saya melihat empat alasan penting bagi kemenangan Obama: tuntutan ide demokrasi sebagai fondasi bangunan negara kami; aturan pemerintahan presidensial beserta otonomi daerah luas, yang berbeda dengan pemerintahan parlementer dalam negara sentralistis; Amerika sebagai negara majemuk yang senantiasa terbuka kepada imigran; dan sejarah Partai Demokrat, partai yang memilih Obama sebagai calon presidennya.</p><p>Pengalaman Indonesia dan Amerika tentu tidak serupa dalam segala hal, tetapi saya melihat cukup banyak persamaan, khususnya kalau kita bersedia melihat beberapa tahun ke depan.</p><p>All men are created equal, semua orang diciptakan setara. Di dalam Pernyataan Kemerdekaan Amerika, ketika kami memisahkan diri dari Kerajaan Inggris, tidak ada ide yang lebih dasar atau inti. Meskipun Thomas Jefferson dan rekan-rekannya, yang menyusun kalimat itu, masih memiliki budak dari Afrika, mereka memahami betul bahwa orang hitam adalah manusia juga. Pada suatu waktu kaum budak itu akan memanfaatkan kata-kata luhur yang tertera dalam Pernyataan Kemerdekaan untuk menuntut kebebasan yang memang merupakan hak mereka. Pada abad ke-21 kita semua ingat bahwa orang hitam Amerika telah berjuang selama ratusan tahun sebelum hak mereka diakui melalui Perang Saudara pada abad ke-19 dan civil rights movement, perjuangan hak asasi, pada akhir abad ke-20. Pencalonan Obama adalah satu langkah lanjut dalam perjuangan yang belum selesai ini.</p><p>Kedua, jenis demokrasi Amerika, yaitu demokrasi presidensial dalam wadah otonomi daerah luas, juga berpengaruh. Di negara-negara sentralistis yang parlementer seperti Inggris, para politisi muda hanya bisa naik ke puncak pemerintahan lewat jenjang partai. Mereka diberi latihan khusus serta tugas kecil selama beberapa tahun sebelum diizinkan masuk parlemen.</p><p>Di parlemen mereka menjadi backbencher, yang betul-betul bermakna anggota yang duduk di bangku belakang dan dilarang merepotkan pemimpin partai. Tony Blair harus melalui proses pengujian yang panjang sebelum dipercayai dengan kedudukan di kabinet, apalagi diangkat sebagai perdana menteri. Dalam pemerintahan parlementer, seorang Obama tak mungkin menerobos dinding partai pada usia muda. Dalam negara sentralistis seorang Obama tidak mungkin melompat dari daerah ke pusat.</p><p>Ketiga, selama dua ratus tahun kami berhasil mempertahankan sebuah open door policy, kebijakan pintu terbuka. Hal itu tidak berarti bahwa para pendatang selalu diperlakukan dengan baik. Orang Tionghoa pada akhir abad ke-19, orang Jerman dan Jepang pada masa Perang Dunia Pertama dan Kedua, orang Meksiko dan Arab pada masa kini (yang diwarnai globalisasi ekonomi dan teror politik), semuanya dicurigai dan terkadang diancam dengan pengusiran.</p><p>Namun, Samuel Huntington hanya separuh benar ketika dia mengaku dalam buku kontroversialnya, Who Are We? bahwa kesuksesan Amerika tidak bisa dilepaskan dari akarnya dalam budaya Inggris Protestan pada Zaman Pencerahan. Yang seluruhnya benar adalah bahwa Amerika dari awal sampai kini adalah produk hibridisasi. Barack Obama mewakili dan membuktikan kenyataan itu.</p><p>Terakhir, Barack Obama adalah hasil sejarah Partai Demokrat yang merangkul orang hitam pada masa pemerintahan Franklin Roosevelt, yang mulai menjabat sebelum Perang Dunia Kedua. Sayangnya, selama puluhan tahun partai itu bersikap skizofreni, sekaligus mewakili kelas buruh di Utara, termasuk orang hitam yang bekerja di pabrik industri, serta para tuan tanah di Selatan yang bersikap rasis.</p><p>Setelah John F Kennedy menjadi presiden tahun 1960, Partai Demokrat memperjuangkan hak-hak orang hitam dengan sungguh-sungguh. Kaum Demokrat dibantu secara tidak sengaja oleh pemimpin Partai Republik Richard Nixon, yang pada awal tahun 1970-an mencari dukungan orang putih dengan ”strategi Selatan”-nya. Nixon menang di hampir semua negara bagian Selatan, tetapi ongkosnya besar. Sampai kini hampir 80 persen orang hitam di seluruh Amerika menjadi pendukung setia Partai Demokrat. Mereka merupakan salah satu basis utama Obama dalam primary elections, pemilihan pendahuluan selama tahun 2008.</p><p><strong>Indonesia</strong></p><p>Di Indonesia, garis besar pemilihan presiden tahun 2009 sudah cukup jelas. Presiden Yudhoyono, yang berasal dari kelas politisi Orde Baru, akan dilawan oleh calon-calon yang juga sudah lama dikenal para pemilih. Sebaiknya janganlah berharap akan ada calon baru—muda, pinter, terampil bicara, penuh ide untuk memecahkan masalah-masalah bangsa, berasal dari golongan minoritas—yang menggiurkan seperti Obama.</p><p>Meski demikian, sejarah singkat reformasi Indonesia khususnya sejak tahun 2004, baik di pusat maupun di daerah, memberi kesan kuat bahwa sebuah kelas politisi baru sudah mulai menggeliat. Seperti Amerika, Indonesia adalah masyarakat majemuk yang restless, yang bergerak terus.</p><p>Negara-negara kita berdua (saya tawarkan: Kedua negara) sedang memanfaatkan lembaga-lembaga demokrasi kita masing-masing, termasuk pemerintahan presidensial beserta otonomi daerah luas, untuk menemukan jawaban serba baru kepada tuntutan zaman yang serba baru pula. Jadi, jangan terlalu terkejut kalau ada seorang Obama ala Indonesia yang muncul mendadak dalam kurun waktu lima tahun ke depan.</p><p>R William Liddle<em> Profesor Ilmu Politik, Ohio State University, Columbus, Ohio, AS</em></p></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0